Tuesday, April 30, 2013

Biodata Ki Hajar Dewantara

Bapak Pendidikan Nasional


BIODATA

Nama : Ki Hadjar Dewantara
Nama Asli : Raden Mas Soewardi Soeryaningrat
Lahir : Yogyakarta, 2 Mei 1889
Wafat : Yogyakarta, 28 April 1959

Pendidikan :
  1. Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda)
  2. STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera) tidak tamat
  3. Europeesche Akte, Belanda


Karir :
  1. Wartawan Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara
  2. Pendiri Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa (Perguruan Nasional Tamansiswa), 3 Juli 1922
  3. Menteri Pengajaran Kabinet Presidensial, 19 Agustus 1945 – 14 November 1945

Organisasi :
  1. Boedi Oetomo, 1908
  2. Pendiri Indische Partij (partai politik pertama beraliran nasionalisme Indonesia), 25 Desember 1912

Penghargaan  :
  1. Bapak Pendidikan Nasional, hari kelahirannya 2 Mei dijadikan hari Pendidikan Nasional
  2. Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada pada tahun 1957
  3. Pahlawan Pergerakan Nasional (Surat Keputusan Presiden No. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959)

BIOGRAFI
Ki Hadjar Dewantara (Yogyakarta, 2 Mei 1889 – 26 April 1959) adalah seorang tokoh pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia pada zaman penjajahan Belanda.
Lahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, Ki Hajar mendirikan perguruan Taman Siswa yang memberikan kesempatan bagi para pribumi untuk bisa memperoleh pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda.
Tulisan Ki Hajar yang terkenal adalah “Seandainya Aku Seorang Belanda” (judul asli : Als ik eens Nederlander was) yang pernah dimuat dalam surat kabar de Expres milik Douwes Dekker tahun 1913. Artikel tersebut ditulis dalam konteks rencana pemerintah Belanda untuk mengumpulkan sumbangan dari Indonesia.
Ki Hajar Dewantara meninggal dunia pada 26 April 1959 dan dimakamkan di Wijayabrata, Yogyakarta. Tanggal lahirnya, (2 Mei) dijadikan Hari Pendidikan Nasional di Indonesia dan menjadi Bapak Pendidikan Indonesia. Nama Ki Hajar juga diabadikan sebagai nama kapal perang Indonesia “KRI Ki Hajar Dewantara”. Selain itu, perguruan Taman Siswa yang ia dirikan telah memiliki sekolah dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
Semboyan dalam pendidikan yang beliau pakai adalah “tut wuri handayani”. Semboyan ini berasal dari ungkapan aslinya “ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani”. Semboyan ini masih tetap dipakai dalam dunia pendidikan kita.


source

RA KARTINI : Masa Kecil dan Keturunannya



225px-Raden_Adjeng_Kartini
Beberapa tahun yang lalu, saya mendapat pertanyaan dari seorang sahabat saya tentang anak keturunan RA Kartini. Apakah sampai sekarang masih ada ataukah tidak. Pertanyaan ini muncul karena dari buku- buku sejarah Kartini mengungkapkan bahwa 4 hari setelah melahirkan Kartini meninggal dunia.
SEKELUMIT TENTANG KARTINI
Apabila mendengar nama RA Kartini, maka yang terbayang di benak dan pikiran kita adalah beratnya perjuangan wanita agar bisa setara dengan kaum adam.
RA Kartini lahir di Jepara tepat pada tanggal 28 Rabiul Akhir 1808 atau 21 April 1879. Saudara- saudara RA Kartini antara lain RM Sosroningrat, P. A. Sosrobusono, RA Tjokroadisosro, RM Sosrokartono, RA Rukmini(RA Santoso), RA Kardinah(RA Reksonagoro), RA Kartinah(RA Dirdjoprawiro), RM  Sosromulyono, RA Sumantri( RA Sosrohadikusumo) dan RM Sosrorawito. RA Kartini merupakan cucu Pangeran Ario Tjondronegoro, Bupati Demak, yang terkenal suka akan kemajuan. [1]  Beliau termasuk bupati yang pertama kali mendidik anak- anaknya dengan pendidikan barat.
Kartini kecil merasakan kegembiraan dalam berbagai hal, sampai pada usia 12 tahun ia merasakandipingit. Pada usia 16 barulah Kartini kembali merasakan kemerdekaan, dalam arti bisa melihat dunia luar.selama dipingit Kartini saling bercerita dengan dua kakak perempuannya tetapi kedua kakaknya sangat menghormati tradisi pingitan bagi para wanita. Dalam masa pingitan RA Kartini menghibur diri dengan berkirim-kiriman surat dengan teman- temannya. Pingitan yang Kartini alami kemudian juga dirasakan adiknya, Rukmini.
Sekitar bulan Agustus 1900 Kartini berkenalan dengan Mr. Abendanon. Abendanon-lah yang membimbing Kartini untuk mewujudkan cita-citanya. Tahun 1902 Kartini berkenalan dengan Tuan van Kol dan nyonya Nellie yang menyetujui Kartini untuk belajar di Belanda. Tapi akhirnya ajakan untuk belajar di Belanda tak terwujud atas nasehar Mr. Abendanon. Meski begitu, Kartini tetap mengenyam ilmu dengan belajar sekolah  guru di Betawi. Kemudian Kartini bersama Rukmini mendirikan sekolah sendiri.
Tahun 1902, adiknya Kardinah menikah sehingga membuat Kartini mulai berpikir menikah. Maka pada tanggal 8 November 1903 Kartini menikah  dengan Bupati Rembang K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojoadhiningrat, dan pada 13 September melahirkan anak laki- laki. Empat hari kemudian, tepatnya tanggal 17 September,  Kartini meninggal.
Mencari jejak RA Kartini
Putra RA Kartini diberi nama RM Soesalit. Disebutkan nama Soesalit merupakan akronim kalimat dalam bahasa Jawa “susah naliko alit” (susah di waktu kecil) dikarenakan tidak pernah mengenal ibunya.[2] Soesalit sempat merasakan asuhan ayahnya, tetapi beliau menikah lagi dengan salah satu raden ayu dari daerah Mataram. Suami Kartini kemudian meninggal pada 23 Mei 1912. Sementara itu, Soesalit sempat menempuh pendidikan di ELS, HBS Semarang, kuliah di RHS Jakarta selama 1 tahun. Dia pernah jua menjadi Panglima Divisi Diponegoro tahun 1946-1948. Sesudah itu pindah ke staf divisi Magelang, dalam tahun 1949 mengundurkan diri dari ketentaraan, kemudian bekerja di Kantor penenrbanagn Sipil sampai tahun 1952, dari tahun 1952- 1953 bekerja di pelayaran, tahun 1953 mendapatkan pensiun…[3]. Soesalit meninggal dunia pada 1962 dan dimakamkan di kompleks makam RA Kartini dan keluarganya di Desa Bulu Kecamatan Bulu Kabupaten Rembang. Ia Mempunyai seorang putra bernama R.M. Boedhy Setia Soesalit.[4]
RM Soesalit menikahi Gusti Bendoro A.A Moerjati, putri Susuhunan Paku Buono IX dan mempunyai dua putri yaitu R.A Srioerip dan R.A Sri Noerwati (putra pertama meninggal dan istri RM Soesalit meninggal saat melahirkan putri kedua). Dalam perjalanan waktu,  RM Soesalit memperistri Ray. Loewiyah Soesalit DA dan mempunyai Putra tunggal, yaitu :  RM. Boedi Setiyo Soesalit ( cucu RA Kartini) yang menikahi Ray. Sri Biatini Boedi Setio Soesalit. Dari pernikahan itu dikarunia 5 orang anak (cicit dari R.A Kartini) yakni: RA. Kartini Setiawati Soesalit, RM. Kartono Boediman Soesalit,RA Roekmini Soesalit, RM. Samingoen Bawadiman Soesalit, dan RM. Rahmat Harjanto Soesalit.[5]

[1] Armijn Pane(terj.). 1983. Habis Gelap Terbitlah Terang. Jakarta : Balai Pustaka, hlm. 9.
[3] Solihin Salam. 1983. Kartini dalam sejarah Nasional Indonesia. Jakarta : Menara Kudus, hlm. 23.

samak_pangil_aku_kartini_saja
catatan : Postingan ini sama dengan postingan di joraazzashifa.wordpress.com