Saturday, January 19, 2019

Ada Gula Ada Semut

Mengajar di kelas yang penuh dengan siswa hiper aktif benar-benar butuh tenaga dan kesabaran yang ekstra juga. Bisa saya ibaratkan, masuk kelas perut dalam kondisi  kenyang tapi baru dua jam pelajaran sudah keroncongan lagi. 
Uhhh...untung saja badan termasuk berperawakan kecil , makan banyak pun tak gemuk. Heheee... Mungkin banyak teman saya yang iri. Baju masa sebelum menikah pun sampai sekarang masih muat dikenakan. Alhamdulillaah... Ngajak ngirit dan prihatin nih badan.
Menjadi pendidik menjadi panggilan jiwa untuk saya. Meskipun sebenarnya sejak kecil tak pernah terlintas kepingin jadi guru.
 Saya tak tertarik sama sekali dengan aktivitas ibu dan bapak saya yang berprofesi sebagai guru. Tak seperti anakku yang sulung, begitu terinspirasi menjadi guru. Padahal ibunya bukan termasuk guru yang baik.
Ketika mendidik siswa, menumbuhkan karakter yang sudah ada sejak siswa lahir, pendidik merupakan pihak yang bertanggung jawab melayani siswa sebaik mungkin. Berbagai cara dilakukan agar pembelajaran selalu menyenangkan. 
Tentu saja akan menyenangkan bagi siswa bila belajar secara berkelompok, di mana kelompok dibagi oleh guru karena pertimbangan pemerataan siswa yang beragam kemampuan kognitifnya. Kelompok terdiri dari beberapa siswa yang beragam kemampuan akademiknya.
Saya sendiri membagi kelas menjadi empat kelom pok. Pertama kali saya mengajak siswa menuliskan kelompok- kelompok kerja tersebut. Siswa yang dulunya juara 1 sampai 4 saya jadikan Ketua Kelompok. 
Siswa juara 5 dan seterusnya dimasukkan secara urut, mulai dari kelompok 1 sampai 4. Akhirnya dalam satu kelompok bisa terdiri dari siswa istimewa, biasa dan masih kurang.
Kenapa saya membagi kelas dengan cara itu? Kalau tak dibagi oleh guru, pastinya para siswa lebih memilih teman yang pintar semua yang menjadi anggota kelompoknya.
Akan terjadi siswa yang pintar terkumpul dalam satu kelompok. Sedangkan kelompok yang lain menjadi kumpulan siswa yang kurang dalam menerima pembelajaran.
Jadi saya sebagai guru harus membagi anggota kelompok kerja secara adil agar siswa pintar atau istimewa bisa menularkan dan menjadi tutor bagi teman-temannya atau menjadi Tutor Teman Sebaya.
Tutor Teman Sebaya bisa diibaratkan sebagai asisten guru. Dia membagikan pengetahuan untuk membantu teman-temannya yang masih kurang dalam memahami materi pelajaran. 
Bukankah siswa yang istimewa akan benar-benar dijadikan contoh? Oleh karenanya siswa istimewa tersebut diharapkan bisa lebih memotivasi teman-temannya agar kemampuan akademiknya meningkat sedikit demi sedikit.
Sudah sejak zaman dulu yang namanya siswa pintar selalu disenangi teman-temannya. Ada gula ada semut. Di mana ada siswa yang pintar atau istimewa, pastilah didatangi oleh temannya yang berkemampuan akademik rendah untuk menyelesaikan tugas dari bapak ibu guru. 
Akan tetapi saya selalu menekankan pada mereka bahwa ketika mengerjakan tugas dengan bantuan Tutor Teman Sebaya, tidak diperbolehkan cuma sekadar meniru atau menyalin pekerjaan si pintar atau istimewa. Si pintar atau si istimewa hanya membantu temannya bagaimana cara mengerjakan tugas tersebut.
Si pintar atau istimewa layaknya gula yang selalu membawa manfaat manis bagi temannya. Sedangkan si siswa yang kurang layaknya semut, yang selalu mengambil hal baik dari gula untuk bekal hidupnya kelak. Semoga si gula dan si semut semakin maju demi bangsa dan negara Indonesia. Aamiin

Tulisan yang sama saya posting di https://www.kompasiana.com/jora5074/5c4018076ddcae1fb2503703/ada-gula-ada-semut

No comments:

Post a Comment