Sunday, June 18, 2023

Hati di Semburat Lembayung Senja

Senja di Melikan. Dokpri

Semburat lembayung di senja ini meninggalkan kegelisahan di hati. Aku sudah cukup umur untuk berumah tangga, namun di hati kecilku, aku terus berharap akan hadirmu. 

Tujuh tahun silam kau menjanjikan untuk menemuiku lagi. Saat itu kita baru saja lulus SMA di sebuah pesantren. Karena melihat capaian selama belajar di pesantren dan saling memendam perasaan, kau akhirnya mengajukan permintaan kepada ibumu untuk mengkhitbahku. 

Keinginan itu ditolak keluargamu. Begitupun keluargaku. Mereka menilai pernikahan kita terlalu dini jika segera dilaksanakan. 

Alhasil, keluargamu dan keluargaku mengajukan syarat yang cukup berat. Kau harus kuliah dulu di luar negeri, beasiswa telah kau kantongi. 

Ibumu tidak ingin kalau belajarmu terbengkalai nantinya. Kau mengiyakan permintaan ibumu, perempuan yang membesarkanmu seorang diri, setelah ayahmu berpulang ke pangkuan Illahi.

Aku sendiri juga diminta untuk kuliah di dalam negeri. Keluargaku tak ingin berjauhan denganku.

"Aku tak bisa berbuat apa-apa, dik Arin. Ibu segalanya bagiku. Nanti kalau dik Arin menemukan lelaki lain dan direstui orangtua, menikahlah dengannya. Namun kalau mau menungguku, tunggulah tujuh tahun lagi," begitu pamitmu.

***

Kini, tujuh tahun sudah aku menanti janjimu. Namun tak ada tanda-tanda kau akan menemuiku. Sementara ada rencana keluargaku untuk menjodohkan dengan lelaki lain.

Aku benar-benar galau. Harus berbuat apa. Aku hanya ingat janjimu. Selama ini aku yakin kalau kau akan menepati janjimu.

Pada akhirnya, kuingat pesanmu dulu dan doa di setiap sepertiga malamku. Kuhanya berdoa untuk diberikan jalan terbaik. Jika memang kau ditakdirkan untuk menjadi jodohku, pasti akan didekatkan oleh Allah. Namun jika sebaliknya, aku ikhlas untuk menjalani hidup bersama lelaki pilihan kedua orangtuaku.


#draft flash fiction yang diikutkan dalam naskah buku Lembayung dari Ellunar.


Zahrotul Mujahidah 










No comments:

Post a Comment