Saturday, August 09, 2014

Perubahan Sosiologis- Kultural dalam Masyarakat Jawa

Sejak abad ke-17 sampai 19 di Jawa megalami proses perfeodalan. Pergaulan hidup di Jawa terdiri dari raja dan kaum bangsawan dengan rakyat tani. Proses perfeodalan terjadi tidak lepas dari politik isolasi terhadap dunia luar. Bangsa Eropa yang dating ke nusantara sangat berpengaruh kuat di Jawa. Akibatnya terjadi ketegangan ekonomi, krisis ketatanegaraan dan militer. Raja Mataram melarang rakyatnya melakukan pelayaran sehingga Jawa tidak mempunyai budaya pulau yang terbuka dari pengaruh laut. Pengasingan diri terhadap dunia luar merupakan lahan subur bagi perkembangan perfeodalan yang aristokratis dan berat sebelah karena tidak dikenal golongan penduduk perkotaan.

Meski menutup diiri tetapi peradaban di Jawa tidak statis. Pigeaud membuktikan bhwa kebudayaan wayang mengalami pertumbuhan selama beberapa abad. Sekitar 1800 kebudayaan Jawa disebut kebudayaan pahlawan karena kebudayaan ini menghormati bentuk hidup kebangsawanan. Kebudayaan ini berakar pada kebudayaan wayang yang memiliki arti keagamaan, bisa menghalau bahaya/ penyakit serta bisa menjadi teladan dan pelajaran dari sikap dan gerak badannya.



Peradaban Jawa digambarkan oleh Hiuzinga bahwa manusia tidak merasa puas dengan kenyataan sehari- hari di mana saja dan setiap waktu ia memimpikan hidup yang lebih tinggi dan lebih inah. Untuk mencapai impian dapat melalui tiga jalan. Dan ternyata peradaban Jawa mengikuti jalan yang ketiga yaitu jalan seni hidup. Di sini hidup diwarnai dengan cita- cita yang indah, cita- cita pahlawan, kesaktian serta kebijaksanaan atau kehidupan dalam alam dan kehidupan sesuai kodrat alam.

Kebudayaan Jawa juga disebut peradaban ksatria. Kebudayaan diwarnai dengan cita- cita ksatria kuno sebagai bentuk yang mulia ( luhur ), penghormatan kepada pahlawan, tornoi dan menjunjung cita- cita ksatria sederajat dengan etika dan agama, serta dihiasi dengan kkeindahan dan kemuliaan. Kekuasaan seseorang dapat dilihat dari kemuliaannya karena banyaknya pengikut yang setia dan penghormatan yang khidmat, pengabdian dan kemuliaan. Di sini juga terdapat tingkatan pakaian dan warna yang bisa memperlihatkan kekuasaan.

Menurut Rouffaer, dalam periode Kartasura ( 1688- 1744 ) tata cara keraton dan bahasa keraton Jawa yang baru memperoleh kesempurnaan dan keutamaannya. Sebelum tahun 1600 pemakaian tingkat- tingkat bahasa Jawa tidaklah dalam jumlah dan bentuk seperti sekarang. Selain itu wayang juga mengalami kemajuan baik dalam susunan, bentuk lakon, music yang bermacam- macam dan lain- lain. Seni batik berkembang dan bertambah dalam keanekaragaman warna serta coraknya setelah tahun 1500. Menurut Rouffaer khusus periode Kartasura muncul sekolah seni rupa di daerah Solo- Yogyakarta dengan keasliannya, suasana sopan dan semangat kebangsawanan.



Isolemen kebudayaan tidak seimbang karena kedatangan Eropa di nusantara. Pigeaud menerangkan meski bahasanya berbeda tetapi peradaban kalangan atas serta kesenian suku Sunda dan Madura sangat dipengaruhi unsur- unsur ke-Jawa-an. Pengaruh Jawa di Madura lebih kuat daripada di Jawa Barat karena banyaknya titik perhubungan di kota- kota pantai. Pengaruh di Madura dating dari Jawa Timur dan pesisir utara Jawa Tengah. Pengaruh- pengaruh Jawa tersebut terutama dalam penggunaan bahasa Jawa, sedang kebudayaan wayang tidak begitu kuat pengaruhnya di Madura dan Jawa Barat. Lain halnya di Jawa Tengah, di mana kebudayaan wayang Jawa kuno sudah menjadi kebudayaan rakyat.

Seperti disebutkan di atas, pergaulan hidup di Jawa terdiri dari raja dan bangsawan dengan bawahan mereka yang terdiri dari rakyat tani. Struktur feudal di Jawa berbeda dengan struktur feudal di Eropa pada abad pertengahan. Pertama, struktur feodal Eropa berhubungan dengan system pinjam tanah ( lein stelsel ) dan milik tanah besar ( tuan tanah ) di Jawa tidak demikian. Kedua, kebangsawanan Eropa bersifat trun temurun, sedang di Jawa tergantung pada keturuna raja hingga derajat keempat. Sedangkan persamaan struktur feodal di Eropa dan Jawa adalah mengenai hubungan antara kaum bangsawan yang memrintah dengan kaum petani yang diperintah.

Catatan :

tulisan ini saya posting di dua blog saya sekaligus, yaitu di joraazzashifa.wordpress.com dan zahrotulmujahidah.blogspot.com

No comments:

Post a Comment