Tuesday, April 30, 2013

RA KARTINI : Masa Kecil dan Keturunannya



225px-Raden_Adjeng_Kartini
Beberapa tahun yang lalu, saya mendapat pertanyaan dari seorang sahabat saya tentang anak keturunan RA Kartini. Apakah sampai sekarang masih ada ataukah tidak. Pertanyaan ini muncul karena dari buku- buku sejarah Kartini mengungkapkan bahwa 4 hari setelah melahirkan Kartini meninggal dunia.
SEKELUMIT TENTANG KARTINI
Apabila mendengar nama RA Kartini, maka yang terbayang di benak dan pikiran kita adalah beratnya perjuangan wanita agar bisa setara dengan kaum adam.
RA Kartini lahir di Jepara tepat pada tanggal 28 Rabiul Akhir 1808 atau 21 April 1879. Saudara- saudara RA Kartini antara lain RM Sosroningrat, P. A. Sosrobusono, RA Tjokroadisosro, RM Sosrokartono, RA Rukmini(RA Santoso), RA Kardinah(RA Reksonagoro), RA Kartinah(RA Dirdjoprawiro), RM  Sosromulyono, RA Sumantri( RA Sosrohadikusumo) dan RM Sosrorawito. RA Kartini merupakan cucu Pangeran Ario Tjondronegoro, Bupati Demak, yang terkenal suka akan kemajuan. [1]  Beliau termasuk bupati yang pertama kali mendidik anak- anaknya dengan pendidikan barat.
Kartini kecil merasakan kegembiraan dalam berbagai hal, sampai pada usia 12 tahun ia merasakandipingit. Pada usia 16 barulah Kartini kembali merasakan kemerdekaan, dalam arti bisa melihat dunia luar.selama dipingit Kartini saling bercerita dengan dua kakak perempuannya tetapi kedua kakaknya sangat menghormati tradisi pingitan bagi para wanita. Dalam masa pingitan RA Kartini menghibur diri dengan berkirim-kiriman surat dengan teman- temannya. Pingitan yang Kartini alami kemudian juga dirasakan adiknya, Rukmini.
Sekitar bulan Agustus 1900 Kartini berkenalan dengan Mr. Abendanon. Abendanon-lah yang membimbing Kartini untuk mewujudkan cita-citanya. Tahun 1902 Kartini berkenalan dengan Tuan van Kol dan nyonya Nellie yang menyetujui Kartini untuk belajar di Belanda. Tapi akhirnya ajakan untuk belajar di Belanda tak terwujud atas nasehar Mr. Abendanon. Meski begitu, Kartini tetap mengenyam ilmu dengan belajar sekolah  guru di Betawi. Kemudian Kartini bersama Rukmini mendirikan sekolah sendiri.
Tahun 1902, adiknya Kardinah menikah sehingga membuat Kartini mulai berpikir menikah. Maka pada tanggal 8 November 1903 Kartini menikah  dengan Bupati Rembang K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojoadhiningrat, dan pada 13 September melahirkan anak laki- laki. Empat hari kemudian, tepatnya tanggal 17 September,  Kartini meninggal.
Mencari jejak RA Kartini
Putra RA Kartini diberi nama RM Soesalit. Disebutkan nama Soesalit merupakan akronim kalimat dalam bahasa Jawa “susah naliko alit” (susah di waktu kecil) dikarenakan tidak pernah mengenal ibunya.[2] Soesalit sempat merasakan asuhan ayahnya, tetapi beliau menikah lagi dengan salah satu raden ayu dari daerah Mataram. Suami Kartini kemudian meninggal pada 23 Mei 1912. Sementara itu, Soesalit sempat menempuh pendidikan di ELS, HBS Semarang, kuliah di RHS Jakarta selama 1 tahun. Dia pernah jua menjadi Panglima Divisi Diponegoro tahun 1946-1948. Sesudah itu pindah ke staf divisi Magelang, dalam tahun 1949 mengundurkan diri dari ketentaraan, kemudian bekerja di Kantor penenrbanagn Sipil sampai tahun 1952, dari tahun 1952- 1953 bekerja di pelayaran, tahun 1953 mendapatkan pensiun…[3]. Soesalit meninggal dunia pada 1962 dan dimakamkan di kompleks makam RA Kartini dan keluarganya di Desa Bulu Kecamatan Bulu Kabupaten Rembang. Ia Mempunyai seorang putra bernama R.M. Boedhy Setia Soesalit.[4]
RM Soesalit menikahi Gusti Bendoro A.A Moerjati, putri Susuhunan Paku Buono IX dan mempunyai dua putri yaitu R.A Srioerip dan R.A Sri Noerwati (putra pertama meninggal dan istri RM Soesalit meninggal saat melahirkan putri kedua). Dalam perjalanan waktu,  RM Soesalit memperistri Ray. Loewiyah Soesalit DA dan mempunyai Putra tunggal, yaitu :  RM. Boedi Setiyo Soesalit ( cucu RA Kartini) yang menikahi Ray. Sri Biatini Boedi Setio Soesalit. Dari pernikahan itu dikarunia 5 orang anak (cicit dari R.A Kartini) yakni: RA. Kartini Setiawati Soesalit, RM. Kartono Boediman Soesalit,RA Roekmini Soesalit, RM. Samingoen Bawadiman Soesalit, dan RM. Rahmat Harjanto Soesalit.[5]

[1] Armijn Pane(terj.). 1983. Habis Gelap Terbitlah Terang. Jakarta : Balai Pustaka, hlm. 9.
[3] Solihin Salam. 1983. Kartini dalam sejarah Nasional Indonesia. Jakarta : Menara Kudus, hlm. 23.

samak_pangil_aku_kartini_saja
catatan : Postingan ini sama dengan postingan di joraazzashifa.wordpress.com


No comments:

Post a Comment