Showing posts with label Dunia Pendidikan. Show all posts
Showing posts with label Dunia Pendidikan. Show all posts

Monday, July 10, 2023

Dear, Me!

 

Edit dengan Canva. 

Hai, diriku…

Selamat malam. 

Sudahkah kau makan dan mengistirahatkan lelahmu sejenak hai, diriku? Ingat, kau jangan ngoyo menjalani aktivitasmu. Sakdermo, ukur baju sendiri. Tak perlu kau lihat orang lain yang bisa beraktivitas ini-itu hingga tengah malam.

Dear, me!

Kau pernah merasakan betapa takutnya saat kau tak bisa tidur. Kata orang-orang, itu karena penyakit pikiran. Dan aku tak menolak anggapan mereka.

Nyatanya aku memang banyak pikiran. Mulai dari takut dari ancaman covid, takut menghadapi anak yang tantrum dan banyak hal yang harus kulakukan hingga itu semua menjadi beban pikiran.

Alhamdulillah, dengan usaha dan doa, semua berangsur normal. Kuberharap kamu tetap sehat ya! Tak hanya sehat lahir, tapi juga batin. Demi anak-anakmu!

Sekali lagi, ukur bajumu ya! Tak perlu mencari kegiatan yang bisa mengakibatkan memburuknya kesehatan raga dan mentalmu. 

Menyayangimu adalah prioritas bagiku hai, diriku. Hanya kau yang bisa mengendalikan dirimu. Bukan kata orang-orang di luar sana. Masa bodoh. Cuek saja. Jauhi mereka yang sekiranya menjadi racun bagimu. 

Ingat hai, diriku. Kau berhak untuk menjalani sisa hidup dengan nyaman. Dengan begitu, kau akan lebih enjoy dan bersemangat meraih ada dan cita-citamu. Juga enjoy untuk mengantarkan anak-anakmu dalam meraih sukses dunia-akhirat.

Kini, waktunya istirahat. Nyenyaklah tidurmu, esok hari kau kan temui hal yang indah dan dimudahkan segala urusanmu. Bismillah, bismika Allahumma ahya wabismika amuut.

Love you, diriku…❤️❤️❤️



Branjang, 10 Juli 2023

Monday, April 04, 2022

Contoh Pidato Perpisahan Siswa SD Muhammadiyah Branjang

 Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh



Yang terhormat bapak/ibu kepala sekolah.

Yang terhormat para dewan guru dan karyawan.

Yang terhormat orang tua kami serta tamu undangan.

Teman-teman sekalian yang saya banggakan.


Pertama-tama marilah kita panjatkan syukur atas rahmat Allah SWT karena atas rahmatNya dan yang telah memberikan nikmat iman, islam serta nikmat sehat, dan kita dapat berkumpul di sekolahan ini dalam rangka perpisahan sekolah.


Ibu-bapak guru, tak terasa enam tahun saya dan teman-teman belajar di SD Muhammadiyah Branjang ini. Pastinya selama bersekolah di sini, kami telah banyak melakukan kesalahan dan membuat bapak dan ibu guru marah terhadap tingkah laku kami. Saya mewakili teman-teman siswa kelas 6 mengucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya.


Kami sadar bahwa itu sudah menjadi tugas bapak-ibu guru untuk membimbing kami. Karenanya kami sangat berterima kasih kepada ibu-bapak guru yang telah mengajar dan mendidik kami di sekolah ini dengan ikhlas, sangat baik, sabar dan tidak mengenal lelah dalam membimbing kami sehingga kami pun dapat lulus dari sekolah ini.


Mudah-mudahan semua jerih payah dari semua guru menjadi amal jariyah. Tak lupa kami mendoakan, semoga ibu-bapak guru diberikan kesehatan, kekuatan dan kesabaran dengan baik dan diberi kebahagiaan selalu. Aamiin


Kami mohon doa restu ibu-bapak guru, agar ke depannya kami diberikan kemudahan dan kelancaran dalam bersekolah sehingga kami menjadi orang yang sukses dunia-akhirat.


Untuk teman-teman semua, mari lanjutkan perjuangan kita untuk dapat melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi lagi. Mengejar dan mewujudkan cita-cita kita.


Akhir kata sukses selalu buat teman-teman, semoga doa guru-guru kita dan Allah selalu menyertai kita semua. Aamiin.



Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Thursday, September 16, 2021

Kumpulan Tugas Siswaku

 Poster Ajakan Hemat Energi

Keyla


Shifa

Rava

Cikal

Anazwa
Amabella

Delina

Yoga P

Haikal

Aninda

Ammar



Kipas sederhana sebagai ganti kipas angin dalam usaha menghemat energi listrik.
Gendis

Amabella

Keyla

Rava

Cikal




Anazwa

Ammar
Haikal

Aninda

Delina

Yoga P



Ammar

Saturday, January 18, 2020

Asingnya Lagu Anak di Telinga Anak-anak

Asingnya Lagu Anak di Telinga  Anak-anak

Perkembangan zaman tak dapat dihindari. Banyak hal yang tergerus oleh adanya perkembangan zaman itu. Permainan tradisional dan lagu anak jarang dikenal dan familiar di telinga anak.

Tak seperti masa 1990an, booming lagu anak-anak terjadi. Musisi pencipta lagu anak-anak sangat diperhitungkan. Sebut saja Papa T Bob di antaranya. Entah berapa artis cilik yang menyanyikan lagu karyanya.

Begitu juga oma Titik Puspa yang getol menciptakan lagu anak-anak. Sungguh menyenangkan masa kecil saya. Meski tahu lagu-lagu dewasa, anak-anak lebih senang menyanyikan lagu anak-anak.

Semasa saya SD hafal lagu Cita-citaku dari Ria Enes dan boneka Susan, Si lumba-lumba dari Bondan Prakoso, Si Nyamuk Nakal dari Enno Lerian, Kuku-kuku dari Cikita Meidy, Cilukba dari Maisy dan sebagainya.

Booming lagu anak-anak membuat masa kecil lebih berkesan. Ke sana kemari menyanyi bareng. Kaset pun dibeli demi kesenangan akan lagu-lagu itu.

Meski booming lagu tadi, lagu karya pencipta lagu anak legendaris AT Mahmud, Bu Kasur dan sebagainya juga akrab di telinga anak. Tak seperti sekarang. Anak-anak lebih mengenal lagu-lagu dewasa berbagai genre.

Saat saya mengajar Tema 6 Cita-citaku di kelas IV materi lagu pada muatan SBdP dan Bahasa Indonesia mempelajari tentang isi lagu dan temponya. Cukup kerepotan juga. Apalagi ketika siswa harus menentukan tempo lagu tanpa ada notasi lagunya.

Lagu Aku Ingin Menjadi Penerbang, Bunda Piara, Hati Gembira, Ibu Guruku terhitung sebagai lagu yang asing di telinga mereka. Yang cukup agak membuat guru dan siswa agak sulit karena lima lagu harus dibahas dalam satu pembelajaran.

Guru berusaha mencapai target pembelajaran dalam satu hari. Namun karena berkaitan dengan lagu anak, isi dan tempo maka target tercapai dua hari. Itu saja siswa sekadar tahu dan mendengar lagu dari guru.

Siswa sangat senang sebenarnya dengan lagu-lagu tadi. Namun karena keterbatasan waktu, maka guru mengeluarkan jurus andalan.

"Lagunya bagus, bu guru…" ucap salah seorang siswa.

"Iya, bagus memang. Nah...karena waktu belajar terbatas, kalian pas di rumah bisa buka di youtube atau internet. Bisa download lagunya dan berlatih sendiri…"

"Ya, bu guru. Aku nanti pinjam HP ibu…"

Dengan belajar dari muatan pelajaran tema 6 ini, semoga anak-anak lebih tertarik dengan lagu-lagu yang khusus diciptakan untuk dunia mereka. Dunia yang ceria dan gembira serta membutuhkan lagu yang mengajarkan akan karakter positif bagi mereka.

Semoga anak-anak Indonesia tumbuh sesuai dengan usianya. Itu adalah hak mereka.




Keseruan Kemah Zaman Old Dibanding Zaman Now


Kemarin sore salah satu teman mengirimkan pesan lewat whats app. Dia menanyakan bagaimana pendapat saya tentang alat yang harus disiapkan untuk kemah sehari anaknya. Dia bingung mau menyiapkan kayu bakar atau kompor portable.

Diceritakannya pada kemah beberapa saat yang lalu, segala yang dipersiapkan untuk keperluan kemah, berakhir dengan sia-sia. Banyak yang dibuang, mubadzir.  Untuk keperluan makan, para orangtua malah merasa tidak tega. Dimanfaatkanlah gosend untuk makannya.

Saya agak geli juga membaca pesan teman saya. Orangtua zaman now. Begitu sayangnya pada anak, sampai begitu rempongnya menyiapkan keperluan untuk kemah sang buah hati. Tapi kerepotannya saya anggap tidak sebanding dengan hasilnya.

Saya pribadi mengemukakan bahwa kemah, terutama dalam kegiatan Pramuka atau Hizbul Wathan, bukanlah untuk hura-hura. Ada tujuan khusus dari kemah dalam kegiatan kepramukaan. Berbeda dengan kemah secara umum, yang menekankan pada kegiatan refreshing, sengaja dilakukan dan biasa dilaksanakan di alam terbuka entah menggunakan tenda, dan sebagainya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kemah (kata benda) adalah tempat tinggal darurat, biasanya berupa tenda yang ujungnya hampir menyentuh tanah dibuat dari kain terpal dan sebagainya. perkemahan (kata benda) 1 hal berkemah; 2 himpunan kemah (pramuka, pasukan, dsb); tempat berkemah.

Pengalaman Berkemah masa Sekolah
Kemah yang saya alami, adalah saat SMP dan SMA. Dilaksanakan di sekitar Wanagama dan Ngalang, Nglipar. Saat kemah, pastinya banyak pengalaman yang kami dapatkan.

Memasak sendiri dengan kayu bakar atau kompor minyak. Matang sih masakannya, tetapi untuk urusan rasa, jelas tak seenak masakan ibu di rumah. Masakan sangit sudah biasa dan bisa tertelan juga.

Ada lagi pengalaman kondisi tenda basah. Maklumlah tenda zaman dulu belumlah seperti saat ini. Kondisi dingin, masakan tak enak, pakaian basah, itu sudah biasa.

Kami jadi tahu perjuangan ibu dalam menyiapkan masakan. Tentu juga berlatih diri untuk lebih menghargai masakan ibu, apapun itu. Manfaat lain juga kami rasakan, seperti melatih kekompakan dan kerjasama antar anggota kelompok atau regu dalam mengerjakan tugas dari pembina pramuka.

Pengalaman saya dan teman-teman, atau bahkan semua siswa zaman dahulu hampir sama. Pengalaman itu seru dan pastinya sesuai dengan tujuan perkemahan.

Saya kutip dari wikipedia, bahwa tujuan perkemahan adalah memberikan pengalaman adanya saling ketergantungan antara unsur-unsur alam dan kebutuhan untuk melestarikannya, menjaga lingkungan dan mengembangkan sikap bertanggung jawab akan masa depan yang menghormati keseimbangan alam.

Jelas selama berkemah, para peserta kemah harus memperhatikan kebersihan dan kelestarian lingkungan. Apabila kemah dilaksanakan di sekitar hutan dan sungai, para peserta berlatih juga memanfaatkan air sungai. Membawa air dalam ember untuk keperluan masak dan minum.

Tujuan lain dari perkemahan adalah mengembangkan kemampuan diri mengatasi tantangan yang dihadapi, menyadari tidak ada sesuatu yang berlebih di dalam dirinya, menemukan kembali cara hidup yang menyenangkan dalam kesederhanaan.

Selama bersekolah, segala keperluan disiapkan orangtua, terutama ibu. Jadi tinggal mengonsumsi yang sudah ada. Tetapi dalam berkemah, para peserta harus mengatasi tantangan ketika memasak, ketika hujan dan ternyata tenda bocor, membuat parit di sekitar tenda, agar aliran air tidak masuk dalam tenda dan sebagainya.


Berkemah adalah salah satu cara untuk hidup prihatin dan mandiri. Bukan untuk bermanja-manja. Meski banyak tantangan tetapi manfaatnya luar biasa untuk ke depannya.

Sayangnya orangtua malah tidak tega. Meski sudah menyiakan ini itu untuk keperluan pangan, hati tidak tenang. Khawatir kalau si anak tidak makan dan sebagainya.

Terakhir, berkemah bertujuan untuk membina kerjasama dan persatuan dan persaudaraan, seperti yang saya paparkan di atas. Kekompakan harus tertanam di hati masing-masing peserta karena perkemahan dalam kepramukaan pastilah banyak kegiatan dan tugas.


Berkemah zaman now
Saat ini lokasi perkemahan sangat banyak dan lebih rapi dan teratur. Bumi perkemahan dengan fasilitas yang lumayan menjadi pilihan sekolah untuk kegiatan perkemahan.

Para peserta dalam berkemah pun peralatannya lebih modern. Kompor yang dimanfaatkan untuk masak-memasak bukan lagi kompor minyak. Kompor portable. Semakin membuat ringan dalam memasak. Peserta tidak terancam dengan bau sangit karena untuk menyalakan kayu bakar atau cethik geni lumayan sulit juga. Belum lagi pedih di mata.

Namun dalam beberapa kesempatan kemah sederhana di sekitar kompleks sekolah, siswa kami diajak untuk memasak dengan kayu bakar. Mereka kesulitan cethik geni. Nah, pembinalah yang membantu untuk menyalakan api.

Dalam hal ini saya sangat salut dengan teman dan suaminya yang pada akhirnya memutuskan untuk  mencarikan kayu bakar ke rumah nenek demi kegiatan kemah anaknya.

Kembali ke kemah yang dilakukan di sekolah kami, racik meracik sayuran pun dalam bimbingan pembina. Urusan rasa, para siswa tidak ambil pusing. Bahkan nasi terlalu lembek atau pero ---kurang air--- tetap terasa nikmat. Dalam bayangan saya, pasti seperti yang saya rasakan dulu ketika masa-masa sekolah.

Kemah, melatih kepekaan hati, pikiran agar memiliki pengalaman yang bermanfaat di kelak kemudian hari. Jadi ada baiknya orang tua bahagia ketika anak mengikuti kegiatan itu. Berikan pengertian yang tepat tentang kemah dalam kegiatan kepramukaan.

Biarkan anak mandiri. Toh tak selamanya anak bergantung pada orangtuanya. Biarkan anak belajar bersama teman dan pembinanya dalam perkemahan.

Monday, December 23, 2019

MMP bagi si Kecil

Membaca Menulis Permulaan untuk si Kecil

Saya memiliki tiga anak. Dari tiga anak, dua diantaranya sudah duduk di SD. Si bungsu berusia tiga tahun di 29 Desember nanti.

Dalam kesempatan ini, saya ceritakan tentang dua anak saya terkait dengan dunia literasi, terutama dalam pengenalannya terhadap huruf- huruf yang menuntunnya bisa membaca dan menulis.

Dua anak saya yang sudah bersekolah memiliki karakter yang berbeda. Cara belajar membaca dan menulis pun berbeda. Si sulung termasuk agak lama dalam belajar membaca dan menulis. Saya ingat betul, di akhir masa TK saya harus mengenalkan perlima huruf sampai hafal, kemudian ditambah lima huruf lagi dan seterusnya, sampai hafal huruf a sampai z.

Setelah itu barulah saya kenalkan cara membaca. Butuh kesabaran ekstra untuk mengenalkan cara membaca. Mulai menggambar topi, mobil dan benda lain, kemudian menuliskan hurufnya dengan salah satu huruf vokal dihilangkan. Sebelumnya pastikan dia hafal huruf vokal.

Setelah melengkapi huruf vokal pada kata benda tertentu, saya latih membaca persuku kata dan juga menulis. Si sulung termasuk lama kalau menulis namun harus terus dilatih. Alhmdulillah, sampai sekarang, dalam hal membaca dia sudah lancar, menulisnya yang masih lama. Capek menulis, ceritanya.

Lain halnya dengan adiknya. Dia lebih mudah mengenal huruf ketika duduk di TK. Bahkan di TK dia sudah meminta les membaca. Sama sekali tak saya paksakan. Saya berprinsip bahwa anak TK memang harus banyak bermain. Tak boleh dijejali dengan huruf- huruf dan kata- kata yang harus dibaca dan ditulis.

Jika kakaknya bisa membaca dan menulis, maka adiknya pasti bisa juga. Itu masalah waktu. Waktu belajar membaca yang tepat adalah ketika anak duduk di SD kelas satu. Di sana ada kegiatan membaca menulis permulaan.

Kita ingat zaman dulu, buku pelajaran Bahasa Indonesia ditekankan pada aktivitas membaca budi dan keluarganya. Berbeda dengan buku Bahasa Indonesia saat ini, apalagi buku tematik Kurikulum 2013.

Membaca Menulis Permulaan disasarkan bagi anak peralihan TK ke SD. Kemampuan membaca permulaan berorientasi pada kemampuan membaca tingkat dasar. Artinya si anak bisa melek huruf. Melek huruf ini artinya anak bisa melafalkan lambang tertulis menjadi bunyi yang bermakna.

Melek huruf ini diharap berlanjut pada pembinaan dan peningkatan kemampuan membaca tingkat lanjut. Artinya anak mampu membaca yang sesungguhnya. Dalam tingkatan ini anak sudah mulai belajar memahami lambang tulis yang dibacanya.

Disamping anak mampu mengenal huruf dan membaca, kemampuan berikutnya adalah menulis. Ada tahapannya juga untuk bisa menulis. Pada awalnya anak dilatih menulis dengan orientasi pada kemampuan yang bersifat mekanik.

Pada tahapan ini anak diharap bisa menulis lambang tulis yang bermakna. Akhirnya nanti anak- anak dibimbing untuk mampu menuangkan gagasan, pikiran, perasaan ke dalam bentuk tulisan.

Dengan adanya tahapan membaca dan menulis permulaan ini diharapkan anak- anak mampu mencapai tujuan pembelajaran yang indikatornya berasal dari standar kompetensi dan Kompetensi dasar.

Untuk melatihkan membaca dan menulis permulaan sebaiknya tidak bergantung pada guru atau lembaga bimbingan belajar. Orangtua perlu membimbing dan melatih buah hatinya. Pada dasarnya keluarga ( ibu dan ayah) adalah guru bagi anak- anak yang utama karena waktu anak bersama keluarga lebih banyak dibandingkan bersama guru dan pelatih bimbel. Selain meningkatkan kedekatan orangtua dan anak, pengeluaran untuk bimbel juga bisa digunakan untuk kebutuhan yang lain.

Wednesday, November 06, 2019

Lingkungan, Sumber Belajar Siswa

Sumber Belajar Siswa
Salah satu laboratorium raksasa bagi para siswa

Sekolah dan lingkungan sebagai sumber belajar
Seorang siswa memiliki kelebihan dan kekurangan masing- masing ketika menerima materi pelajaran di kelas. Bloom mengemukakan bahwa sebenarnya tidak ada siswa yang pintar dan siswa yang bodoh, tetapi yang ada adalah siswa yang cepat dan lambat. 

Siswa tersebut harus dididik untuk mandiri sesuai kemampuan masing- masing. Hal ini dikarenakan setiap individu memiliki keunikan sendiri- sendiri. Malcolcm Knowles mengemukakan pada prinsipnya belajar adalah belajar mandiri yaitu atas inisiatif individu dalam belajar. Hal ini didukung Bruce Miller yang berpendapat bahwa cara belajar yang sepenuhnya atau sebagian besar di bawah kendali murid- murid itu sendiri. Siswa diharuskan independen artinya tidak tergantung pada guru.

Untuk mewujudkan kemandirian siswa maka sekolah bersama guru harus bisa menciptakan lingkungan yang memudahkan murid- murid untuk belajar mandiri dan memanfaatkan sumber belajar yang ada. Namun bila ada keterbatasan sumber belajar maka sekolah harus melengkapi sumber belajar tersebut.

Melengkapi sekolah dengan sumber belajar dapat dilakukan dengan beberapa  langkah. Tak terlalu sulit. Kesemuanya didapatkan pada lingkungan sekitar. Contohnya mengumpulkan jenis tumbuhan, daun, bunga (membuat herbarium); mengumpulkan jenis binatang kemudian dikeringkan (insektarium; mengumpulkan biji- bijian; mengumpulkan batu- batuan; mengumpulkan barang –barang bekas; mengumpulkan uang logam yang tidak terpakai atau guru dan siswa membuat globe dan alat peraga gerhana dan sebagainya.

Selain melengkapi sumber belajar maka sekolah juga bisa mengembangkan program kebun, kolam dan peternakan sekolah.

Lingkungan, Laboratorium raksasa bagi siswa
Mengumpulkan jenis batuan dari lingkungan Sekitar sekolah.

Lingkungan, baik lingkungan alam dan lingkungan sosial budaya merupakan laboratorium raksasa bagi para siswa. Dari laboratorium raksasa ini para siswa dapat melihat benda- benda secara langsung yang berkaitan dengan materi pelajaran. Selain itu para peserta didik dapat membuktikan dan menerapkan teori dan konsep yang pernah didapat di sekolah serta menanamkan sikap untuk menyayangi lingkungan sekitar.

Pembelajaran dengan sumber belajar bisa dilaksanakan dengan memanfaatkan LKM ---Lembar Kerja Mandiri--- dengan tujuan mengembangkan keterampilan atau konsep, menempatkan semua lembar kerja serta mengembangkan beberapa bentuk penyimpanan. 

Adapun contoh pembelajaran dengan menggunakan LKM antara lain siswa melakukan praktikum tentang pengaruh sinar matahari terhadap tumbuhan, berbagai potongan bambu dan berbagai tanda rambu lalu lintas, laporan pengamatan dan sebagainya.

Pedoman lingkungan sebagai sumber belajar
Sebelum memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar siswa maka guru atau pendidik harus mengidentifikasi lingkungan sebagai sumber belajar. Dalam hal ini sumber belajar akan lebih naik apabila mudah dijangkau, tidak memerlukan biaya yang tinggi, tempatnya aman serta berkaitan dengan materi mata pelajaran. 

Guru perlu memanfaatkan sumber tersebut untuk kepentingan belajar para siswa dalam artian lebih memperjelas pemahaman siswa akan sebuah materi pelajaran. Hal ini harus memperhatikan topik pelajaran, perlengkapan dan peralatan, jadwal, kelompok belajar, tutor, sumber belajar serta metode pembelajaran.
Belajar di Situs Sokoliman, untuk pembelajaran sejarah bangsa.

Selain itu, masyarakat sebagai sumber pembelajaran. Memanfaatkan masyarakat sebagai sumber dilakukan apabila materi atau informasi yang dapat diperoleh dari narasumber tidak dikuasai oleh guru dan sumber di sekolah tidak ada. Selain itu narasumber tersebut harus tepat dan dihindarkan dari hal- hal yang bersifat politik. 

Pada materi kelas atas di SD, sudah diperkenalkan bagaimana memanfaatkan seseorang sebagai narasumber pada sebuah kegiatan wawancara. Para siswa berlatih untuk berani dan terampil melakukan wawancara.

Belajar tak melulu dalam kelas. Pembelajaran di luar kelas akan membuat lebih variatif dan tidak membuat jenuh para siswa. Bukankah pembelajaran harus menyenangkan? 

Friday, November 01, 2019

Belajar Berdemokrasi ala Siswa Sekolah Dasar

Belajar Berdemokrasi ala Siswa Sekolah Dasar



Belajar berdemokrasi bagi seseorang bisa dimulai sejak dini. Pada usia sekolah cara berdemokrasi lebih diarahkan lagi oleh pendidik. Bisa dalam hal menentukan pengurus kelas, daftar piket, serta kesepakatan kelas. Tentunya membutuhkan arahan dari guru.

Hari ini sesuai tema Berbagai Pekerjaan Subtema Pekerjaan di Sekitarku pembelajaran keempat tentang sikap yang mencerminkan sila kedua Pancasila, Kemanusiaan yang adil dan beradab, maka para siswa berembug tentang kesepakatan kelas.

Pembelajaran diawali dengan membagi kelas menjadi tiga kelompok. Masing- masing kelompok mendiskusikan kesepakatan mereka. Setelah selesai maka mereka mempresentasikan hasil rembugan atau diskusinya. Barulah didiskusikan secara klasikal. Tentukan kesepakatan yang sama maupun belum sama. Hal yang sama tak perlu dituliskan lagi, sedangkan hal yang berbeda ditulis.

Langkah berikutnya kesepakatan dituliskan dalam kertas warna-warni yang kemudian ditempelkan pada kertas asturo. Warna kertas baik asturo maupun kertas lipat disesuaikan dengan situasi dan kondisi. 

Hasil kesepakatan kelas secara keseluruhan, siap ditempel di dinding kelas.

Tuesday, October 29, 2019

Mengenalkan Makna Sumpah Pemuda untuk Anak- anak

Mengenalkan Sumpah Pemuda untuk Anak- anak
Gambar: dream.co.id

Satu nusa, satu bangsa, satu bahasa kita
Tanah air pasti jaya untuk slama- lamanya
Indonesia pusaka, Indonesia tercinta
Nusa, bangsa dan bahasa kita bela bersama

Lagu Satu Nusa Satu Bangsa ciptaan L Manik merupakan salah satu lagu wajib nasional yang berisi tentang Sumpah Pemuda. Sebuah peristiwa bersejarah yang menjadi tonggak bersatunya para pemuda untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Sebelum 1928 perjuangan bersifat kedaerahan. Setelah tercetusnya Sumpah Pemuda, perjuangan bersifat nasional. 

Pemuda menjadi harapan bangsa saat itu sampai saat ini. Untuk menyiapkan generasi yang paham akan sejarah, sedari kecil dididik untuk menjadi penerus yang berkarakter yang kuat.

Namun tak semua siswa di tingkatan dasar atau bahkan dewasa yang mengingat peristiwa Sumpah Pemuda itu. Terlebih saat ini, nilai- nilai Sumpah Pemuda seolah luntur begitu saja. Bibit demi bibit perpecahan dengan unsur SARA menjadi bahan yang mudah menyulut emosi antara satu orang dengan lainnya. 

Mirisnya banyak pemimpin dan tokoh tak memberikan contoh baik. Perasaan sebangsa dan setanah air seolah mengalami titik memprihatinkan. Saling curiga satu sama lain lebih berkembang di waktu terakhir. 

Masalah yang berkembang selama masa kampanye pilpres, pencoblosan sampai pengumuman dan pelantikan, rasa curiga masih ada. 

Kembali ke karakter kuat yang harus dimiliki oleh anak bangsa, menjadi tugas berat bagi pendidik dan orangtua untuk menanamkannya. Di tengah gempuran teknologi, semua orang bisa mengakses informasi yang ada di dunia maya, tentu saja ada dampak buruknya.

Pada tingkat dasar, meski materi pelajaran agak sulit menyelipkan materi sejarah di tengah mata pelajaran tematik yang cukup menyita waktu. Terpaksanya di momen- momen tertentu saya berikan tugas yang tak sesuai tema, demi memberikan pengetahuan kesejarahan Indonesia.

Menyadari kemampuan para siswa sangat berbeda untuk menghafalkan materi maka saya cukup berikan materi inti dari sebuah peristiwa sejarah, misalnya Sumpah Pemuda. Isi Sumpah Pemuda secara lengkap tak semua siswa hafal. Tak apa. Cukup mereka tahu dan hafal lagu Satu Nusa Satu Bangsa. Atau untuk lagu anak- anak ada lagu Aku Anak Indonesia karya AT Mahmud. Lagu ini masuk dalam materi SBdP pada sebuah tema.

Aku anak Indonesia, anak yang merdeka
Satu nusaku, satu bangsaku, satu bahasaku
Indonesia… Indonesia....
Aku bangga menjadi anak Indonesia

Dari dua lagu tersebut para siswa tahu inti dari isi Sumpah Pemuda yaitu satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa. Sedangkan peristiwa sejarah cukup diberikan secara lisan dulu. Seperti menceritakan kisah nabi di pengajian TPA/ masjid. Di kemudian hari semoga mereka bisa lebih detail mempelajari sejarah bangsa. 

Kiat Menghadapi Siswa "Istimewa"

Ini yang Saya Lakukan Kalau Sudah Kewalahan Menghadapi Siswa Istimewa
Dokpri
Menjadi pendidik di sebuah sekolah pasti menghadapi keragaman siswa sekalipun sekolah tempat kerja adalah milik swasta Islam. Keragaman karakter, sifat, kemampuan siswa pastilah ada.

Banyak cara yang bisa dilakukan untuk mendidik mereka, terutama bagi siswa yang istimewa. Istimewa artinya siswa itu menguji kesabaran guru. Secara umum siswa istimewa itu adalah anak yang nakal atau sering membuat ulah dan usil. Sementara dalam hal belajar, konsentrasinya sangat kurang.

Sabar haruslah dipelihara terus oleh guru. Pendekatan yang mengedepankan sikap positif guru, seperti mengajak bicara dari hati ke hati siswa itu. Hindarkan sikap kasar karena sikap seperti itu semakin membuat siswa liar. 

Menghadapi siswa memang gampang- gampang susah. Guru melakukan pendekatan yang halus, siswa sulit dikendalikan namun jika guru agak keras dalam bersikap juga tetap tak dihiraukan. 

Siswa Hiperaktif
Siswa yang hiperaktif akan sulit untuk konsentrasi dalam belajar di sekolah. Tak jarang tugas dari guru tak ditunaikan. Saya juga menghadapi siswa seperti itu. Hanya satu siswa yang sangat istimewa tetapi benar- benar menguras tenaga dan pikiran. Saya harus memeras otak agar siswa mau mengerjakan tugas. Kebetulan siswa itu harus diasesmen.

Siswa itu malah pernah menantang saya ketika saya ingatkan baik- baik. Waktu itu saya mengajaknya belajar membaca. Untuk menulis, siswa itu sudah mulai menyesuaikan diri namun dia harus diingatkan terus menerus.

Okelah. Saya tetap lakukan asesmen. Akan tetapi jika saya merasa kewalahan untuk mengasesmen dia, saya minta bantuan temannya untuk membantu. Terutama membantu ketika menulis. Teman- temannya merasa senang juga diberi amanah atau kepercayaan untuk membantu siswa tersebut. Asal tak membantu menuliskan. Tak segan saya mengingatkan kalau ada siswa yang akan menuliskan tugas.

Tutor teman sebaya. Mungkin pembelajaran itu membuat nyaman si anak sehingga akan lebih bersemangat untuk menyelesaikan tugasnya dengan baik. Bagi siswa lain pun pembelajaran seperti ini semakin memotivasi dirinya untuk lebih baik dalam belajar karena saya meminta siswa yang kemampuan memahami materi pelajaranlah yang saya tunjuk sebagai tutor bagi temannya.

Untuk pembelajaran Matematika pun saya terapkan langkah yang sama. Sudah sejak tahun- tahun sebelumnya. Ketika saya menjelaskan sebuah materi pelajaran Matematika maka pasti ada yang sudah paham, ada pula yang belum paham. Jika ada yang percaya diri dan penasaran bagaimana cara penyelesaian sebuah pertanyaan, maka dia akan bertanya langsung pada saya.

Saya tetap mengelilingi siswa ketika mengerjakan tugas. Jika lebih banyak siswa yang belum paham maka siswa yang berpotensi saya fungsikan sebagai tutor bagi temannya.

Alhamdulillah siswa menjadi lebih paham tanpa menghabiskan waktu pembelajaran terlalu banyak. Meski sebenarnya tingkat pemahamannya tak seratus persen.

Seperti itulah salah satu cara yang saya lakukan dalam keadaan sudah kewalahan atau siswa sulit menerima pelajaran. Yang jelas saya memang jadi lebih terbantu dan jadi berkurang emosi saya. Siswapun menjadi lebih nyaman dalam belajar.

Wednesday, September 11, 2019

Bagaimana Pembelajaran jika Kekurangan Guru?

Ilustrasi: mediafunia.blogspot.com

Hari Ahad yang lalu saya diberi kabar dari seorang guru dari sebuah sekolah dasar negeri bahwa sekitar bulan Oktober akan ada acara Diklat PKB. Meski tempat masih belum disosialisasikan namun draft nama guru yang masuk daftar diklat sudah dishare.

Terbayang sudah bahwa guru di sekolah akan berkurang di bulan itu. Serasa estafet. Bulan Juli- September ada guru yang mengikuti PPG di Yogyakarta, praktis pembelajaran agak terganggu juga.

Ya meski sebenarnya dengan Pembelajaran Kelas Rangkap maka pembelajaran masih tetap bisa berjalan. Namun kendalanya pada pembelajaran dengan Kurikulum 2013 tidaklah semudah pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006.

Kendala kurangnya guru, kemudian ada upaya peningkatan kualitas guru secara bersamaan semakin membuat sekolah kesulitan untuk mengefektifkan pembelajaran.

Secara ideal, semua guru bisa melaksanakan Pembelajaran Kelas Rangkap, tak hanya dua kelas tapi juga tiga kelas. Namun sekali lagi, pembelajaran pada materi Tematik di tingkat SD menuntut guru kelas full menjalankan jalannya pembelajaran sesuai RPP yang disusun.

Namun apa boleh buat, dalam keadaan darurat, guru pastilah siap untuk melayani semua siswa. Meski sangat terbatas. Dan pastinya kurang maksimal. 

Hakikat Pembelajaran Kelas Rangkap

Pembelajaran Kelas Rangkap ( PKR ) merupakan suatu bentuk pembelajaran yang mempersyaratkan seorang guru mengajar dalam satu ruang kelas atau lebih, dalam saat yang sama dan menghadapi dua atau lebih tingkat kelas yang berbeda.

PKR ini sangat dibutuhkan dalam dunia pendidikan mengingat beberapa alasan. Adapun alasan dibutuhkannya PKR dalam pembelajaran di sekolah meliputi banyak hal. 

Alasan geografis, meliputi keterbatasan transportasi, pemukiman penduduk yang berpindah- pindah mengakibatkan pelaksanaan PKR.

Alasan demografis, meliputi pemukiman penduduk yang jarang sehingga memungkinkan terlaksananya PKR.

Kurang guru mendorong pelaksanaan PKR karena gurulah yang menjadi agen perubahan di sekolah, sehingga apabila jumlah guru kurang apalagi di daerah terpencil maka guru yang ada di sekolah tersebut harus merangkap kelasnya.

Terbatasnya ruang kelas. Keterbatasan ruang kelas mengharuskan anak didik diajar atau dididik dalam satu ruangan meskipun dengan berbagai kelemahan, misalnya gaduh bila guru tidak bisa mengelola kelas dengan baik.

Adanya guru yang tidak hadir. Guru diwajibkan setiap hari melaksanakan tugasnya di sekolah, namun apabila suatu saat ada guru yang tidak hadir maka guru yang hadir harus mengisi kelas yang ditinggalkan temannya tersebut. Ketidak hadiran guru bisa disebabkan karena bencana alam, maupun alasan kesehatan.

Dalam pelaksanaan pembelajaran model PKR ini sebenarnya mempunyai tujuan, fungsi dan manfaat, antara lain: Quantity dan Equit; Ekonomis, artinya dengan PKR maka dapat menghemat tanggungan pemerintah; Pedagogis, artinya PKR berfungsi mendidik para siswa agar tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat tercapai; Keamanan, artinya mudah dijangkau oleh para siswa.

Sementara itu prinsip pelaksanaan PKR meliputi prinsip umum dan prinsip khusus. Prinsip umum meliputi prinsip perbedaan kemampuan individual murid yang harus diperhatikan guru, membangkitkan motivasi belajar murid, belajar hanya terjadi jika murid aktif.

Sedangkan prinsip khusus, meliputi keserempakan kegiatan pembelajaran, kadar tinggi waktu keaktifan akademik ( WKA ), kontak psikologis guru dan murid yang berkelanjutan, dalam PKR, terjadi pemanfaatan sumber secara efisien, membiasakan murid untuk mandiri.

Keberhasilan pembelajaran kelas rangkap tentunya tidak lepas dari peran guru PKR. Nah, sebagai guru PKR peranannya meliputi sebagai perancang kurikulum, administrator, sumber informasi kreatif

Sebagai perancang kurikulum, hal ini bukan berarti guru membuat kurikulum yang melenceng dari kurikulum yang berlaku. Guru tetap berpijak pada kurikulum yang berlaku dengan memberikan penekanan materi yang sesuai dengan keadaan daerahnya.

Sebagai administrator, yaitu mengelola kelas dengan baik, tidak hanya menyiapkan administrasi pembelajaran seperti prota, promes, RPP.
Sebagai sumber informasi yang kreatif, artinya guru harus belajar terus agar selalu mendapat informasi yang kreatif, profesional, agen pembawa perubahan dan mengikuti perkembangan zaman.

Sebagai seorang profesional, artinya guru bersikap profesional layaknya profesi lain yang menuntut kemampuan sesuai dengan bidang profesi sebagai guru. Sebagai agen pembawa perubahan, artinya guru harus bisa mengarahkan para siswa menuju kemajuan yang bermakna, tidak hanya mengajar ilmu tetapi juga memberikan didikan yang positif kepada para siswa.

Sehubungan dengan pelaksanaan PKR, maka ada beberapa hal yang menjadi kriteria bahwa sebuah proses pembelajaran dikatakan baik. Menurut Karweit, proses pembelajaran yang baik ditandai dengan sebagian terbesar dari waktu yang tersedia benar- benar digunakan untuk belajar siswa, kualitas pembelajaran guru sangat memadai, sebagian terbesar atau seluruh siswa terlibat secara aktif dalam kegiatan belajar.

Dengan PKR ini diharapkan para siswa tetap mendapatkan haknya. Meski ada kekurangannya. Jadi jika ada guru yang berhalangan maka pembelajaran bisa tetap terlaksana sesuai program dan RPP yang telah disusun. 

Tuesday, September 10, 2019

Siswa itu Unik, Tak Harus Seragam!

Pict: belajar123.com

Membaca judul tulisan ini bisa bermakna ambigu. Hampir semua sekolah, anak didik berseragam rapi. Sesuai tingkatannya. Bahkan ada juga seragam khusus sekolah atau identitas kabupaten.

Yang saya ulas bukan seragam dalam arti pakaian. Karena pastinya anak didik secara umum berseragam ketika bersekolah untuk mengurangi gap antara si kaya dan si miskin.

Saya lebih senang menyoroti kemampuan anak didik yang beragam karena pada dasarnya mereka memiliki keunikan sendiri- sendiri. Tak semua anak didik pandai pada semua mata pelajaran atau muatan pelajaran jika anak didik di tingkat SD.

Cara belajar pun beda. Guru atau pendidik harus jeli dan memaklumi keunikan anak didiknya. Ada anak yang suka menulis, membaca, atau menggambar dan menyanyi. 

Kelebihan mereka harus diasah agar lebih menonjol dan menjadi sesuatu yang diandalkannya kelak. Kekurangannya juga dimaklumi. Tutupi dengan kelebihannya. Jangan sampai menutup mata hanya karena kekurangan yang disandang anak didik.

Anak tak harus seragam, dalam kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Berikan materi disesuaikan kemampuan agar mereka lebih paham. Memang guru atau pendidik akan lebih repot. Bayangkan dalam satu kelas bisa saja pendidik atau guru memberikan banyak materi dari satu muatan pelajaran karena kemampuan siswa yang beda.

Lelah, sudah pasti. Tetapi jika pendidik telaten maka saya yakin hasil belajar siswa bisa lebih maksimal. Maksimal di sini bukan berarti pintar semua. Guru atau pendidik tidak bisa memandaikan siswa. Guru atau pendidik hanya menjadi motivator bagi siswa atau anak didiknya agar bisa mengasah kemampuannya.

Bisa jadi anak didik akan ada yang menjadi komikus, guru, polisi, dokter dan sebagainya. Jadi biarlah jika anak didik tak seragam kemampuannya. Kalau pendidik ngotot ingin anak didiknya pintar semua, malah jadi pusing, baik guru maupun siswanya. Kasihan. 

Mengajar itu memanusiakan manusia. Sesuai dengan yang digalakkan pemerintah. Ada program asesmen atau sekolah inklusi merupakan salah satu dari bentuk penghargaan keberagaman kemampuan anak didik.

Tinggal pendidik dan pemangku kebijakan yang sabar untuk mencapai tujuan pendidikan. Bagaimanapun untuk menghasilkan generasi emas itu butuh proses yang lama. Tak bisa secara revolusi. Input, sarpras dan tenaga pendidiknya belum memenuhi. Yang pasti butuh kerjasama dari banyak pihak juga, orangtua, sekolah, masyarakat, pemangku kebijakan atau pemerintah untuk mewujudkan tujuan nasional.

Thursday, May 30, 2019

PPDB Sistem Zonasi, Kelebihan dan Kekurangannya

PPDB Sistem Zonasi, Kelebihan dan Kekurangannya

Setiap akhir tahun pelajaran di berbagai media sering membahas sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Memang sistem ini menarik dibahas karena berkaitan pandangan masyarakat terhadap kualitas sekolah dan guru.

Sebelum dicanangkannya sistem zonasi maka orangtua dan anak yang memiliki prestasi bisa masuk di sekolah favorit. Anak-anak ketika akan menghadapi ujian pasti punya semangat belajar luar biasa karena merasa dirinya harus memiliki nilai tinggi agar bisa masuk sekolah favorit dengan guru yang mereka nilai berkualitas tinggi pula.

Seiring berkembangnya kebijakan di mana orangtua dan siswa tidak bisa memilih sekolah lanjutan sesuai keinginan maka di kalangan sekolah dan rumah, anak-anak sudah malas duluan belajar. Mereka, para siswa terutama, sudah tahu bahwa seberapapun nilainya takkan bisa membantu banyak hal dalam memilih sekolah.

Sekolah favorit yang semula diserbu para siswa yang pintar, mau tak mau harus menerima siswa yang kemampuannya biasa saja. Ini dinilai adil dalam hal tantangan bagi guru. Guru di sekolah manapun punya tantangan yang sama dalam mendidik siswa.

Namun sekali lagi para siswa pintar merasa dirugikan karena memang sarpras dan fasilitas pendidikan jelas lebih bagus di sekolah yang tadinya favorit. Meski sebenarnya pada perkembangannya seluruh sekolah akan memiliki fasilitas juga sarpras yang sama.

Yang perlu ditekankan di sini adalah kurangnya gereget belajar siswa. Toh mereka akan manut saja dengan kebijakan atau keputusan final di mana dia bisa melanjutkan sekolah. Kebijakan atau penentuan sekolah berada di tangan Dinas Pendidikan di kabupaten.

Pernah di sekolah kami ketika akan menerima sosialisasi dari sekolah lanjutan baik sekolah negeri maupun swasta melihat selebarannya. Dengan santai anak didik kami mengobrol. Kebetulan banyak guru yang mendengar percakapan itu.

Ada salah satu siswa yang mengejek salah satu sekolah dan tak mau melanjutkan di sekolah tersebut. Saya prihatin tentunya. Saya hafal kemampuan anak tersebut, membaca juga belum lancar dan kurang memahaminya. Tapi saya pikir dia juga tak perlu menghina salah satu sekolah.

Saya sempat menegur anak tersebut. Ucapan itu tak layak diucapkan. Saya kira memang sekolah dimanapun sama. Kemampuan guru juga sama. Hanya saja dulu, sebelum sistem zonasi PPDB, sekolah favorit lebih mudah mendapat prestasi karena inputnya sudah top. Sedang sekolah non favorit inputnya memang kurang.

Saya sempat menasehati para siswa juga, mereka boleh sekolah dimanapun asal mau belajar. Tapi nyatanya masih saja yang santai dalam belajar. "Buat apa belajar, kan tinggal dekat dengan SMP X. Aku pasti bisa masuk sekolah di sana", begitu pikir siswa.

Nah kalau para siswa sudah berpikir seperti itu, guru sulit memberikan motivasi kepada siswa untuk belajar. Terus terang seperti itu. Tentu saya pribadi juga merasa gemas juga dengan para siswa unik yang enggan belajar itu.

Kami, guru di sekolah, sering menjadi tumpuan kesuksesan belajar para siswa baik oleh orang tua,  wali atau bahkan pemangku kebijakan. Kami akan diprotes oleh orangtua siswa karena anaknya tidak bisa mnegerjakan soal PTS, PAS, PAT bahkan USBN atau UN.

Begitu juga pemangku kebijakan. Mereka akan menegur jika prestasi siswa tidak bagus. Bahkan Bu Sri Mulyani, pernah mempertanyakan kualitas guru yang berbanding terbalik dengan tunjangan yang diperoleh setiap bulannya. Tunjangan tersebut tak bisa meningkatkan prestasi pendidikan di kancah internasional.

Entahlah saya sendiri kadang merasa bingung juga. Ketika diadakan diklat kependidikan para guru dituntut untuk memanusiakan anak didik. Akan tetapi ada juga yang menekan guru karena tak bisa memintarkan siswa.

Sistem pendidikan di Indonesia memang belumlah terlalu bagus. Masih perlu disempurnakan sedikit demi sedikit. Program PPDB dengan sistem zonasi adalah bentuk sekolah yang memanusiakan para siswa. Kita perlu dukung itu. Akan tetapi jika mengharuskan output yang berkualitas jelas tantangannya luar biasa.

Para siswa yang sejak awal terbiasa santai dalam belajar ya sulit untuk lebih rajin. Sehingga dalam proses pembelajaran di sekolah lanjutan pun mereka tak punya gereget. Hal ini karena mereka hanya berpikir bahwa mereka bisa sekolah di manapun sesuai zonasi.

Jadi kalau mempertanyakan kualitas guru maka lebih baik kita melihat banyak hal yang menjadi penyebabnya. Tak hanya salahkan guru sehingga negara merasa sedikit rugi memberikan tunjangan untuk mereka.

Lebih baik jika sistem zonasi PPDB diberlakukan, kita biarkan proses pembelajaran sebagaimana mestinya. Yang perlu ditekankan dalam pembelajaran ya memanusiakan anak didik. Sehingga guru bisa lebih fokus mendidik tanpa merasa tertekan karena jika guru merasa tertekan agar bisa menghasilkan siswa yang berprestasi malah yang ada akan stres dan tak lagi memanusiakan siswanya. Pada akhirnya siswa juga akan stres jika mendapatkan dirinya tak dimanusiakan dalam proses pembelajaran.

Pada akhirnya kita memang masih berharap bahwa kualitas pendidikan tetap tinggi meski siswa diterima di sekolah melalui PPDB sistem zonasi. Segala sesuatu tidak ada yang tak mungkin. Yang jelas tri pusat pendidikan harus saling bekerjasama dalam menyukseskan pendidikan. Pemangku kebijakan juga harus memotivasi guru dan sekolah, jangan sampai menyalahkan sepenuhnya kepada pihak sekolah jika anak didik masih kurang berkualitas.

Semoga bermanfaat.
***
Tulisan telah terposting di Kompasiana dengan judul yang sama.