Tempat- tempat bersejarah di Madiun yang berhubungan dengan
peristiwa pemberontakan PKI antara lain
1.
Soco
Soco adalah desa di sebelah selatan
lapangan udara Iswahyudi. Soco termasuk wilayah kecamatan Bendo kabupaten
Magetan. Di desa inilah para tokoh pemerintah dibunuh secara missal di dalam
sumur- sumur tua yang terletak di tengah tegalan.
Provokasi/ terror- terror sudah dirasakan
penduduk sebelum peristiwa tragis itu terjadi. Teror di Soco mencapai puncak
pada akhir 1947 dengan ditandai penculikan lurah Soco, Ahmad Saikun. Mayat Saikun
ditemukan di gorong- gorong desa yang berbatasan dengan desa Soco.
Menjelang peristiwa Madiun 1948, warga desa
Soco mendapat seruan dari PKI untuk mengungsi karena orang PKI mendapat
informasi bahwa desa itu akan dijadikan ajang peperangan besar dengan Belanda. Warga
Soco( yang berafiliasi pada PNI ) beramai- ramai mengungsi. Setelah empat
hari, serangan Belanda tidak terjadi. Kemudian para penduduk kembali ke Soco
dengan mendapati harta benda dan ternak mereka sudah habis.
18 September, Lurah Desa Tanjung, Sumoatmodjo
Sarman, ditangkap dan digiring ke Soco untuk dibantai. Selain lurah, orang PKI
juga mencari sakidi, seorang guru vervolgschool, yang merupakan tokoh
nasionalis. Sakidi tidak ditemukan sehingga seluruh warga laki- laki ditangka
oleh PKI. Mereka baru dilepas setelah Sakidi tertangkap pada 22 September. Isteri
Sakidi menyusul suaminya ke Soco tetapi tidak bias menjumpai suaminya lagi. Bahkan
dia juga dibantai di depan anak- anaknya yang berumur 1 tahun dan 3 tahun.
Di sumur Soco ditemukan kurang lebih 108
mayat, 78 diantaranya bias diidentifikasi. Di sumur itulah Bupati sudibyo,
Kapten Soebirin, Jaksa R. Moerti, Muh Suhud, kapten Sumarmo, Suratatim, KH Muh
Nur dan aparat pemerintah lainnya ditemukan.
Di Soco terdapat dua sumur tua yang
digunakan sebagai lubang pembantaian. Letak kedua sumur tidak jauh dari jalur rel
kereta api lori pengangkut tebu. Para tawanan yang disekap di loji pabrik gula
Rejosari secara bergiliran diangkut dengan gerbong lori. ( buku Lubang- Lubang
Pembantaian, hlm. 48 ). Selain diarahkan ke Soco, gerbong lori juga diarahkan
ke Cigrok. Pada lubang sumur Soco pertama ditemukan 78 jemazah, sedangkan pada
lubang sumur soco kedua ditemukan 30 jenazah.
2.
Cigrok
Puluhan orang PKI mendatangi rumah KH
Samin, pemilik pesantren Cigrok. Samin bersama Idris dan beberapa orang desa
Cigrok lainnya digiring ke suatu tempat di desa Balung dengan alas an diajak
melawan Belanda. Bahkan waktu itu FDR/PKI sempat menjanjikan akan membagikan
tanah bengkok milik pamong desa kepada rakyat jika menang melawan Belanda. Tetapi
untuk mendapatkan tanah bengkok itu diharuskan menjdi anggota PKI.
Setelah tokoh- tokoh yang kontra PKI
disumpah secara paksa, PKI mengadakan jam malam. Bila ada yang berkeliaran pada
malam hari maka akan langsung ditembak.
Pembantaian di Cigrok tidak menggunakan
senapan atau kelewang tapi menggunakan pentungan. Dengan tangan terikat, para
tawanan dihadapkan kea rah sumur kemudian algojo PKI menghantamkan pentungan ke
bagian kepala tiap tawanan.
Tawanan tersebut ada yang langsung roboh
ketika dipukul, tatapi ada juga yang masih kuat merangkak. Melihat para tawanan
merangkak, orang-orang FDR/PKIkemudian menyeret begitu saja dan memasukkan
mereka hidup- hidup ke dalam sumur ( buku Lubang- Lubang Pembantaian, hlm. 58
). Contohnya KH Imam Sofwan dari pesantren Kebonsari. Di dalam sumur itu KH
Imam Sofwan mengumandangkan adzan. Hal serupa juga dialami kedua putra beliau
yakni Kyai Zubair dan Kyai Bawani, yang dibantai di sumur tua desa Kepuh Rejo,
tidak jauh dari sumur Cigrok. Salah satu yel-yel FDR/ PKI untuk melumpuhkan
kekuatan pesantren adalah “pondok bobrok, langgar bubar, santri mati!”. Tercatat
pesantren yang selamat dari ganasnya PKI adalah Pesantren Dagung dan Pesantren
Tegalrejo.
3.
Gorang- Gareng
Gorang- Gareng terletak di sebelah timur
magetan. Pembantaian di Gorang- gareng dilakukan bertepatan dengan masuknya
Batalyon Sambas Atmadiwirja dari Divisi Siliwangi. Pasukan Siliwangi memasuki
wilayah Gorang- Gareng pada 27 september 1948.
Pasukan PKI yang tersisa di tempat itu
adalah tiga orang, diantaranya Suhud. Mereka bertiga menembak mortar kea rah iring-
iringan pasukan Siliwangi di desa Bogem. Tembakan yang dilepaskan tidak sampai
ke sasaran karena jatuh di kebun tebu dan sekitar loji. Kemudian mereka lari ke
arah loji dan menembak rawanan di loji
tersebut.
Dalam membantai tawanan, orang- orang PKI
menembaki dari jendela. Para korban yang berada di loji pabrik gula Rejosari
dikuburkan sejak pukul 14.00 sampai pukul 20.00 karena besarnya lubang yang
harus dibuat. Satu lubang digunakan untuk mengubur 19 jenazah. Karena banyaknya
korban di loji pabrik gula tersebut, darah di loji sampai mencapai mata kaki.
4.
Kresek/ Dungus
Di Kresek, desa dekat Dungus, ditemukan
banyak mayat, korban kebiadaban kaum pemberontak. Dari semua tawanan di Kresek,
ada 50 orang yang berhasil meloloskan diri. Mereka dapat menyelamatkan diri
denagn bersembunyi di bawah kolong ketika kaum pemberontak melepaskan tembakan-
tembakan ke kamarnya, waktu pasukan TNI menyerang Dungus. Wedana Dungus dibawa
lari oleh PKI dan tidak diketahui nasibnya. Waktu PKI mendapat serangan dari
arah timur, barat dan utara, mereka tergopoh- gopoh melarikan diri kea rah selatan,
yaitu kea rah Ngabel dan Dagangan, dua kota kecil di sebelah timur Ponorogo.
Dalam melarikan diri kea rah selatan, kaum
PKI rupanya tidak menduga akan menduga akan mendapat serangan dari atas gunung.
Buktinya barang- barang seperti senjata, 2o mobil, 9 cikar, amunisi, 500
kambing, 100 kuda, pesawat radio, beras dan lain- lain ditinggalkan dalam
keadaan baik. Selain itu ditemukan pula dokumen- dokumen mereka.
Akibat kekejaman PKI selama 10 hari di
Madiun, lebih dari 1000 oran dipotong lehernya, terdiri dari anggota tentara,
pemimpin rakyat, pegawai Negara, pelajar dan rakyat jelata. Diantara 60 mayat
yang ditinggalkan berhamburan di Dungus, terdapat 4 orang pemudi. Lebih dari
500 rumah dibakar setelah harta benda di dalamnya dirampok.
Daftar
Pustaka
Aboe Bakar Loebis. 1992. Kilas Balik Revolusi : Kenangan, Pelaku dan Saksi. Jakarta : UI Press
AH Nasution. 1979. Sekitar Perang Kemerdekaan jilid 8. Bandung : Angkasa
AH Nasution. 1989. Memenuhi Panggilan Tugas jilid 2. Jakrta : Haji Masagung
Djamal Marsudi. 1965. Menyingkap Tabir Fakta- fakta Pemberontakan PKI dalam Peristiwa Madiun.
Jakarta : Merdeka Press.
Djanwar. 1986. Mengungkap Pengkhianatan/ Pemberontakan G 30 S/ PKI. Bandung :
Yrama
Maksum, Agus Sunyoto dan A Ainuddin. 1990. Lubang- lubang Pembantaian Petualangan PKI
di Madiun. Jakarta : Grafiti
Moedjanto, G. 1992. Indonesia Abad ke 20 jilid 2. Yogyakarta : Kanisius
Sekretariat Negara. 1994. Gerakan 30 September Pemberontakan PKI. Jakarta
: Sekretrariat Negara
Sekretariat Negara. 1997. 30 Tahun Indonesia Merdeka 1945- 1955. Jakarta
: Sekretariat Negara
No comments:
Post a Comment