Hari ini, Jumat 14 Maret 2014, saya mendapat ilmu dan pengetahuan dari FP MAJAPAHIT, postingan dari Victor
Alexander Liem. Saya memposting tulisan ini dengan seizin dari bapak Victor.
MEMAHAMI KEMATIAN SEBELUM MENSUCIKAN DIRI
Ketika berbicara tentang Candi tipe Jawa Tengahan
dan Jawa Timuran, maka kita akan mendengar istilah Makara dan Kala. Makara dan Kala adalah 2 hal yg berbeda.
Kala
adalah buto/raksasa yg berwajah garang melambangkan sang waktu yg terus memakan
kita. Biasanya diletakkan di atas pintu candi lalu bagian bawahnya ada dekorasi
makara.
Makara adalah hewan kendaraan dewa/dewi. Bentuknya berupa hewan
kombinasi. Misalkan: gajah/buaya/rusa tapi bagian belakang dikombinasikan dg
hewan air seperti ikan ataupun naga.
Secara salah kaprah, Makara-Kala sering dianggap
nama lain dari Kala saja. Maklum juga karna makara sekedar aksesoris menambah
estetika saja. Penekanan arti filosofinya lebih pada Kala. Dalam dunia keris,
ada dhapur/bentuk yg namanya makoro. Di bagian bilah ada ukiran Kala
yg indah, tapi tidak ada makara (makoro)-nya sama sekali. Jadi memang makara
dianggap identik dgn Kala.
Untuk
memahami arti Kala, kita mesti bedakan arti populer & filosofinya. Secara populer,
Kala dimitoskan mengusir roh jahat. Kebengisan ekspresi wajah Kala dianggap
pelindung di tempat suci, dalam hal ini adalah candi. Berfungsi sebagai dharma
protector. Namun arti filosofinya
lebih dari itu. Memasuki candi dan menaiki ruang candi mesti melalui pintu yg
atasnya ada ukiran Kala. Upaya mensucikan diri mesti tahu bahwa diri kita ini
dimakan waktu/kala. Lahir, sakit, usia tua dan mati. Kita mengalami semua hal
itu. Mensucikan diri adalah menundukkan ego kita karena ego adalah penyebab
ketegangan, penderitaan dan ketidakdamaian. Dalam kehidupan duniawi kita
mungkin banyak aktivitas. Ada visi/tujuan duniawi demi bekerja, mencapai ini
dan itu. Sangat mungkin ego justru berkembangbiak. Merasa hebat, merasa lebih
dan lain sebagainya. Tapi jika kita merealisasikan makna Kala, maka sehebat
apapun kita pasti akan mati, dimakan sang waktu.
Makna Kala adalah memaknai perubahan, lebih
spesifik adalah memahami kematian. Secara populer jika mau menjelaskan hal ini
pada orang yg bathinnya belum siap, kita akan dijelaskan bahwa Kala itu utk
melindungi diri dari roh-roh jahat. Gampangnya begitu. Padahal inti ajarannya: Ketika mengetahui bahwa kita akan mengalami
kematian, maka ego tidak memiliki fondasi yang solid. Ego akan menunduk.
Lalu secara perlahan dan pasti ego direduksi. Makna kematian membuat seseorang
utk sadar dan kembali mensucikan diri. Ya memang itulah orang zaman dulu dalam
beribadah, mensucikan diri di candi.
Makna simbolis candi adalah untuk mendukung laku
spiritual. Dari Bhur, lalu memasuki
pintu candi adalah Bvah. Mensucikan
diri dengan diawali menundukkan ego (diingatkan dgn Kala) utk mengarahkan diri
pd visi spiritual yaitu Svah,
mencapai kebebasan (moksa), yg disimbolkan bagian atap candi yg memuncak menuju
suwung.
sumber tulisan : Victor Alexander Liem pada FP Majapahit, hari Jumat 14 Maret 2014.
tulisan yang sama saya posting di blog saya yang lain di http://joraazzashifa.wordpress.com/ dan http://zahrotul_mujahidah.guru-indonesia.net/
tulisan yang sama saya posting di blog saya yang lain di http://joraazzashifa.wordpress.com/ dan http://zahrotul_mujahidah.guru-indonesia.net/
No comments:
Post a Comment