Ibu kita Kartini putri sejati
Putri Indonesia harum namanya
Ibu kita Kartini pendekar bangsa
Pendekar kaumnya untuk merdeka
Wahai ibu kita Kartini putri yang mulia
Sungguh besar cita- citanya bagi Indonesia
Tentu kita tidak asing dengan lagu ini kan ? Ketika kita
masih kecil, masih duduk di bangku SD, dan pelajaran menyanyi pasti banyak di
antara kita yang senang dan favorit menyanyikan lagu ini. Ya...lagu Ibu Kita Kartini karya WR
Supratman ini pasti berkesan bagi kita, terutama para wanita Indonesia.
RA Kartini yang lahir
pada tanggal 21 April 1879 termasuk seorang puteri bangsawan. Ayah Kartini
adalah RM Adipati Aryo Sosroningrat, bupati Jepara. Sosroningrat memiliki 2
isteri dan 11 anak. Isteri pertama( garwa padmi) sosroningrat adalah R
Ayu Wuryan, sedang isteri kedua (garwa selir/ ampil) adalah Mas Ajeng
Ngasirah. Kartini termasuk puteri Sosroningrat dari garwa selir/ ampil.
Setelah memasuki masa
sekolah, Kartini dimasukkan ke Sekolah Kelas Dua Belanda. Di samping itu ia dan
saudara- saudaranya mendapat pendidikan bahasa dan tatakrama Jawa dan mengaji
Quran berikut pelajaran agama ( Kamajaya. 1982. 9 Srikandi Pahlawan Nasional. Yogyakarta: UP Indonesia Jogja, hal
58 ). Mereka mendapat pendidikan barat tapi tetap berpegang pada budaya Jawa.
Mereka memiliki pandangan yang cukup luas, meski setelah usia 12 tahun Kartini
dan saudara- saudara perempuannya harus dipingit.
Ketika menjalani masa pingitan tersebut, Kartini masih membaca
buku karangan Multatuli, Minnebrieven (
Surat- surat Percintaan ). Dari buku tersebut Kartini mengetahui kondisi
Indonesia yang tertindas dan pendidikan
pun diabaikan oleh pemerintah Belanda. Akhirnya Kartini menulis curhat
melalui surat untuk teman- temannya, seperti Estella Zeehandelaar, EC
Abendanon, MCE Ovink- Soer, Prof. Dr. GK Anton dan nyonya, Nyonya HG de Booij-
Boissevain, HH van Kol dan nyonya, Mr. JH Abendanon dan nyonya. Kemudian oleh
JH Abendanon, surat- surat tersebut dikumpulkan dan dihimpun menjadi sebuah
buku “ Habis Gelap Terbitlah Terang”. Ia ( Kartini) sendiri menulis artikel dalam
sebuah majalah yang berjudul “ Van een
Vergeten hoekje” ( dari Sebuah pojok yang dilupakan ). ( Kamajaya: hal. 61
)
Tujuan yang diinginkan
Kartini adalah wanita Indonesia bisa maju seperti wanita barat. Bukan berarti
semua hal dari barat ditiru. Pendidikan barat baginya ( Kartini ) terutama
adalah menambah pengetahuan sehingga orang barat dapat menghargai kepada
bangsanya yang telah terdidik. Intinya hal- hal positif yang bisa mengangkat
derajat bangsa-lah yang diambil, hal yang negative ditinggalkan.
Kartini sempat
berkeinginan belajar ke Belanda dan mengajukan beasiswa bersama adik- adiknya,
Kardinah dan Rukmini. Ternyata Kardinah dan Rukmini terlebih dulu menemukan
jodoh dan menikah sehingga tidak bisa belajar ke Belanda. Akhirnya Kartini pun
menyatakan pada MR Abendanon bahwa ia pun tidak ingin lagi belajar ke Belanda.
Kartini hanya ingin belajar di Jakarta. Pada perkembangannya, beasiswa belajar
ke Belanda diusulkan Kartini agar dialihkan untuk Agus Salim.
Sambil menunggu waktu
belajar di Jakarta, Kartini membuka sekolah gratis di Jepara. Sekolah ini untuk
perempuan dan pelajarannya meliputi menjahit, bahasa Jawa, memasak dan
menyulam. Kemudian pada 8 November 1903 Kartini menikah dengan bupati Rembang,
Joyoadiningrat. Joyoadiningrat adalah duda dengan beberapa anak. Kartini sangat
menyayangi anak- anak tiri dan anak didiknya. Mereka diasuh seperti anak
sendiri dengan penuh kasih sayang. Sampai akhirnya Kartini melahirkan puteranya
dan pada tanggal 17 September 1904 Kartini wafat. Jenazah Kartini dikebumikan
di desa Bulu, selatan Rembang.
No comments:
Post a Comment