Menjadi perempuan yang sudah berkeluarga dan punya anak membuat saya sering menunda dalam melakukan sesuatu. Dengan alasan biar anak tidak rewel dulu, masak, dan beragam aktivitas nginem lainnya. Alhasil saya sering memiliki angan-angan atau memimpikan ini- itu, termasuk dalam menulis.
Menulis adalah hobi saya. Kalau berbicara bakat, saya tampaknya juga tak berbakat menulis. Akan tetapi rasanya saya selalu ingin menulis sesuatu. Keinginan itu sering tertunda-tunda.
Akhirnya ide tulisan sirna karena keterbatasan dalam menulis, bahkan sekadar menulis ide atau gagasannya. Ketika ada Kompasianer lain menuliskan yang se-ide barulah ingat bahwa saya ingin menulis hal yang serupa. Kapoklah saya.
Sebenarnya hal yang sering saya alami di atas tak boleh dilakukan. Menulis adalah sebuah aktivitas yang menuntut agar si penulis rutin sering mengasahnya. Kalau tidak sering diasah ya kita mulai dari nol lagi. Sayang sekali ya.
Pada akhirnya saya sedikit demi sedikit menuangkan ide di notebook meski cuma ide atau kerangka tulisan terlebih dahulu. Barulah buat naskah tulisan dan edit sana-sini. Tak saya pikirkan bagaimana respon para pembaca akan tulisan saya. Tak saya pikirkan sepi atau ramai pengunjungnya.
Ada sebuah quote, "seorang penulis itu menulis, bukan bermimpi menulis. Seorang penulis itu menulis, bukan menunda-nunda menulis."(anonim)
Saat saya menuangkan tulisan ini saya mencoba untuk mengingat-ingat lagi, mana tulisan yang termasuk penulisannya saya tunda dan langsung saya buat naskahnya. Memang hasil akan berbeda. Naskah saya anggap lebih bernilai ketika saya langsung menuliskannya. Tulisan akan mengalir apa adanya karena sesuatu yang baru saja muncul itu fresh di otak saya akan mudah dituangkan dalam bentuk tulisan. Akan tetapi berkebalikan ketika saya menundanya. Jadi lupa deh dengan apa yang mau saya tulis di naskah tadi. Bahkan data untuk mempertegas tulisan pun raib entah dimana. Lagi-lagi saya kapok.
Memang saya bukan orang yang menjadikan menulis sebagai hal pokok sehingga saya bukan seorang penulis profesional. Bukan berarti saya ingin berhenti menulis. Kenapa? Ketika saya ingin berhenti menulis, saya melihat teman Kompasianer produktif dalam menulis membuat saya berpikir, bila dia bisa mengapa saya tidak? Ketika terbayang sebuah kegagalan dalam menulis saya coba bangkit.
Memang saya bukan orang yang menjadikan menulis sebagai hal pokok sehingga saya bukan seorang penulis profesional. Bukan berarti saya ingin berhenti menulis. Kenapa? Ketika saya ingin berhenti menulis, saya melihat teman Kompasianer produktif dalam menulis membuat saya berpikir, bila dia bisa mengapa saya tidak? Ketika terbayang sebuah kegagalan dalam menulis saya coba bangkit.
Patut sekiranya saya mengingat lagi sebuah motivasi dari M. Crichton, "Jika kamu berhasil, teruslah berkarya. Jika kamu gagal, teruslah berkarya. ... Jika kamu bosan, teruslah berkarya." Intinya saya harus menulis, entah tulisan itu berhasil ataukah tidak.
Kalau hanya sekadar punya keinginan tanpa ingin mewujudkannya namanya cuma bermimpi. Saya tak ingin menjadi pemimpi. Bagi saya, menjadi pemimpi adalah sebuah kegagalan pertama dalam menulis. Oleh karenanya saya ingin mewujudkan keinginan untuk mencipta naskah meski mungkin naskah itu kurang sempurna. Menciptakan naskah bukanlah perkara bakat. Harus ada ketekunan dalam menciptakannya. Harus tekun dalam mengasah kemampuan menulis.
"Dalam menulis, bakat memang penting, tetapi ketekunan adalah yang utama."(Jessamyn West)
Mimpi adalah jembatan untuk sukses. Akan tetapi mencipta adalah langkah konkrit untuk mewujudkan kesuksesan. Sukses menulis berawal dari keinginan yang harus segera diwujudkan dalam bentuk tulisan atau naskah. Itulah penulis yang gigih dan akan sukses. Harus berani memperjuangkan untuk lahirnya atau terciptanya sebuah karya.
"Dalam menulis, bakat memang penting, tetapi ketekunan adalah yang utama."(Jessamyn West)
Mimpi adalah jembatan untuk sukses. Akan tetapi mencipta adalah langkah konkrit untuk mewujudkan kesuksesan. Sukses menulis berawal dari keinginan yang harus segera diwujudkan dalam bentuk tulisan atau naskah. Itulah penulis yang gigih dan akan sukses. Harus berani memperjuangkan untuk lahirnya atau terciptanya sebuah karya.
Layaknya mencipta prakarya, menulis perlu perjuangan yang tidak ringan. Naskah yang tercipta harus dibaca ulang, edit sana-sini. Poles tulisan agar lebih rapi, enak dibaca, menarik, membawa sesuatu yang berbeda dan punya kejutan bagi pembaca.
No comments:
Post a Comment