Tuesday, October 13, 2020

Our Love Story| Merahasiakan Kisah Kita

Dokpri

Sampai rumah, selepas aku memberikan jawaban padamu, kita berkomunikasi lagi. Waktu itu untuk berkomunikasi ya hanya lewat SMS. Biaya per-SMS kalau tak keliru 350 rupiah. 


Kalau punya pulsa berlebih ya komunikasi lewat telepon. Belum ada WhatsApp. Jadi ya begitulah. Aku yakin, tak hanya kita yang melalui kisah melalui komunikasi SMS atau telepon lewat HP.


Ah...iya. Kembali lagi ke malam selepas kita jadian, aku mengirimkan pesan padamu. Aku minta hubungan kita belum dipublikasikan di sekolah dulu. 


Rasanya aku belum siap untuk diketahui oleh teman-teman kantor. Bukan karena malu. Bukan! 


Meski sebenarnya aku yakin ada banyak orang yang nantinya akan memandang kalau hubungan kita tidak akan langgeng. Ya mereka melihat status dan pendidikan kita yang beda.


Sekali lagi, itu tak kupedulikan. Aku hanya melihatmu sebagai sosok lelaki yang bertanggung jawab. Meski saat itu kita sama-sama sebagai tenaga non PNS.


**

Say, sepertinya kisah ini pernah kuceritakan padamu. Waktu Ulangan Akhir Semester. Kalau zaman sekarang disebut Penilaian Akhir Semester.


Aku mengawasi UAS bersama Bu Ziah. Sambil mengawasi siswa yang mengerjakan soal ulangan, aku dan Bu Ziah ngobrol. Banyak hal yang kami bicarakan.


Termasuk tentang kamu. Ya...waktu itu kamu juga menjadi panitia UAS. Tugasmu meminta tanda tangan pengawas ruangan. 


Kita masih merahasiakan kisah yang sudah terjalin beberapa saat. Jadi ketika kamu minta tanda tangan, tak ada obrolan yang menjurus ke hubungan kita.


Nah...selepas kamu meninggalkan ruangan yang kami awasi, Bu Ziah mulai cerita tentang kamu. Kalau tak keliru, Bu Ziah mengisahkan kalau suami Bu Ziah kadang melihatmu menjemput murid di salah satu SMA di kecamatan sebelah.


Aku cuma tersenyum mendengar cerita Bu Ziah. Tak ada rasa curiga kalau kamu benar-benar menjemput cewek SMA. Ya...tahuku hatimu sudah ada aku. Jadi begitulah.


No comments:

Post a Comment