Desain dengan Canva. Dokpri |
Bagaimana keadaanmu kali ini? Apa kau merasa kesepian setelah perselisihan kita? Apa kau masih memikirkanku? Sementara dulu aku sering menyakitimu.
Pertanyaan demi pertanyaan muncul di benakku. Semua tak terjawab.
Entah kenapa aku sering kepingin tahu tentang keadaanmu. Teman-teman bilang kalau aku tak bisa move on dari bayangmu.
Di sisi lain, mereka menilaiku tak tahu diri. Masih berharap ada secercah harapan untuk merengkuh hatimu lagi. Bahkan adik perempuanku pernah berkata kalau dia akan melakukan hal yang sama jika aku diperlakukan seperti perlakuanku padamu.
Dulu aku memang menyia-nyiakanmu. Setiap ada pesan atau telepon, sudah pasti aku marah-marah. Kumerasa seperti anak kecil yang terus ditanya ini-itu olehmu.
Di tengah kemarahanku, aku berkata padamu kalau aku ingin bebas. Perkataanku itu lebih ke luapan emosi. Kuhardik kau.
Waktu itu hujan pertama di musim penghujan setelah lama paceklik. Tak kulihat air matamu. Aku bersyukur, air matamu tak tumpah saat itu. Aku paling benci kalau kau menangis. Terlihat cengeng. Benar-benar memuakkan.
Setelah perselisihan itu, lama kau tak menghubungiku. Pada awalnya aku puas dan merasa kau sangat pengertian. Namun, setelah beberapa minggu kau tak menyapaku, kumerasa ada yang hilang.
Kumencoba menghubungimu. Nihil! Nomormu tak bisa kuhubungi lagi. Kuperiksa nomor kontakmu, apakah memang nomorku kau blokir atau memang kau menghindariku.
Aku kalang kabut. Tak percaya kalau kau yang begitu peduli padaku, tak meninggalkan jejak sama sekali.
Saat ke kost-mu, kau sudah tak ada.
"Pink sudah seminggu ini pindah kost, Rul".
Ucapan ibu kost-mu, Bu Ririn, benar-benar menghentakkanku.
"Apa Bu Ririn tahu ke mana pindahnya?"
Bu Ririn menggelengkan kepala. Lalu meninggalkanku. Entah, beliau mau pergi ke mana.
***
"Syukurin! Makanya jadi cowok itu jangan sok ganteng. Jangan sok kuasa. Tahu rasa kan kalau tak dipedulikan itu seperti apa?"
Adikku tergolong dekat denganku. Hubunganku denganmu kuceritakan padanya. Termasuk kekesalanku karena kau terlalu berlebihan.
"Jadi, aku harus bagaimana?" Kugaruk keras kepalaku.
"Kampus," ucap adikku singkat.
Ya…aku harus ke kampusmu. Sebelum terlambat. Kugeber motor dengan cepat. Berharap bisa menemukanmu di kampus.
Sesampai di kampusmu, kutunggui kau di tempat seperti biasa. Di tempat itu kuingat bagaimana saat kau keluar dari kompleks kampus dengan senyum manismu. Atau sedikit rajukan kalau aku terlambat menjemputmu. Senyum manis dan rajukanmu kini kurindukan. Tak pernah kumerasa serindu ini padamu.
**
Kulihat langit tanpa awan namun tak terlalu panas. Begitu teduh. Namun hatiku galau setengah mati.
Tak kutemukan kau di kampus. Bahkan ketika kutanya kepada beberapa temanmu dan staf karyawan di kampus, tak ada keterangan apapun. Aku tahu, mereka tak hanya mengurusi satu orang. Punya urusan banyak.
Untuk menanyakan kepada rumput di taman kampusmu pun tak kutemukan jawabnya. Tak ada petunjuk apapun. Langit juga tak menunjukkan tanda akan keberadaanmu.
"Sudah waktunya kau ikhlaskan mbak Pink, mas. Mulai sekarang kamu harus lebih bijak kepada siapapun perempuan yang akan menggantikan mbak Pink," ujar adikku setiba di rumah.
Adikku tak tahu, betapa berharganya kau bagiku. Namun, kuharus belajar bersabar untuk bertemu denganmu lagi, Pink. Kuharap kau tak menemukan kenyamanan dari hati lelaki lain. Aku janji akan lebih dewasa nantinya.
Branjang, 27 Juni 2023
No comments:
Post a Comment