Sunday, March 02, 2014

REFORMASI LEMBAGA YUDIKATIF DI INDONESIA ( bag 2)

a.      Komisi Yudisial
Komisi Yudisial adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UU no 22 tahun 2004 yang berfungsi mengawasi perilaku hakim dan mengusulkan nama calon hakim agung. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh A. Ahsin Thohari, seperti ditulis dalam buku Komisi Yudisial & Reformasi Peradilan(Jakarta: ELSAM, 2004), di bebarapa negara, Komisi Yudisial muncul sebagai akibat dari salah satu atau lebih dari lima hal sebagai berikut:
1.     Lemahnya monitoring secara intensif terhadap kekuasaan kehakiman, karena monitoring hanya dilakukan secara internal saja.
2.     Tidak adanya lembaga yang menjadi penghubung antara kekuasaan pemerintah (executive power) –dalam hal ini Departemen Kehakiman– dan kekuasaan kehakiman (judicial power).
3.     Kekuasaan kehakiman dianggap tidak mempunyai efisiensi dan efektivitas yang memadai dalam menjalankan tugasnya apabila masih disibukkan dengan persoalanpersoalan teknis non-hukum.
4.     Tidak adanya konsistensi putusan lembaga peradilan, karena setiap putusan kurang memperoleh penilaian dan pengawasan yang ketat dari sebuah lembaga khusus.
5.     Pola rekruitmen hakim selama ini dianggap terlalu bias dengan masalah politik, karena lembaga yang mengusulkan dan merekrutnya adalah lembaga-lembaga politik, yaitu presiden atau parlemen.
Masih menurut A. Ahsin Thohari, tujuan pembentukan Komisi Yudisial adalah:
1.     Melakukan monitoring yang intensif terhadap lembaga peradilan dengan cara melibatkan unsur-unsur masyarakat dalam spektrum yang seluas-luasnya dan bukan hanya monitoring secara internal saja. Monitoring secara internal dikhawatirkanmenimbulkan semangat korps (l’esprit de corps), sehingga objektivitasnya sangat diragukan.
2.     Menjadi perantara (mediator) antara lembaga peradilan dengan Departemen Kehakiman. Dengan demikian, lembaga peradilan tidak perlu lagi mengurus persoalan-persoalan teknis non-hukum, karena semuanya telah ditangani oleh Komisi Yudisial. Sebelumnya, lembaga peradilan harus melakukan sendiri hubungan tersebut, sehingga hal ini mengakibatkan adanya hubungan pertanggungjawaban dari lembaga peradilan kepada Departemen Kehakiman. Hubungan pertanggungjawaban ini menempatkan lembaga peradilan sebagai subordinasi Departemen Kehakiman yang membahayakan independensinya.
3.     Meningkatkan efisiensi dan efektivitas lembaga peradilan dalam banyak aspek, karena tidak lagi disibukkan dengan hal-hal yang tidak berkaitan langsung dengan aspek hukum seperti rekruitmen dan monitoring hakim serta pengelolaan keuangan lembaga peradilan. Dengan demikian, lembaga peradilan dapat lebih berkonsentrasi untuk meningkatkan kemampuan intelektualitasnya yang diperlukan untuk memutus suatu perkara.
4.     Menjaga kualitas dan konsistensi putusan lembaga peradilan, karena senantiasa diawasi secara intensif oleh lembaga yang benar-benar independen. Di sini diharapkan inkonsistensi putusan lembaga peradilan tidak terjadi lagi, karena setiap putusan akan memperoleh penilaian dan pengawasan yang ketat dari Komisi Yudisial. Dengan demikian, putusan-putusan yang dianggap kontroversial dan mencederai rasa keadilan masyarakat dapat diminimalisasi kalau bukan dieliminasi.
5.     Meminimalisasi terjadinya politisasi terhadap rekruitmen hakim, karena lembaga yang mengusulkan adalah lembaga hukum yang bersifat mandiri dan bebas dari pengaruh kekuasaan lain, bukan lembaga politik lagi, sehingga diidealkan kepentingan-kepentingan politik tidak lagi ikut menentukan rekrutmen hakim yang ada.

Sedangkan wewenang Komisi Yudisial meliputi, sebagai berikut :
1.      Mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan;
2.      Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim;
3.      Menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) bersama-sama dengan Mahkamah Agung;
4.      Menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH);

Tugas Komisi Yudisial antara lain,
1.      Melakukan pendaftaran calon Hakim Agung;
2.      Melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung;
3.      Menetapkan calon Hakim Agung; dan
4.      Mengajukan calon Hakim Agung ke DPR.

Penutup

Mengingat peran, fungsi dan tugas masing- masing lembaga yang berada di lembaga Yudikatif, rmaka sudah selayaknya kita berharap ketiga lembaga tersebut melaksanakan perannya sebaik mungkin. Sebagai warga negara yang mengetahui peran tersebut, tidak ada salahnya kita ikut serta mengawasi ketugasan mereka, agar di Indonesia benar- benar  tercipta keamanan, ketertiban dalam berbagai bidang kehidupan yang akan membawa kemajuan bangsa dan negara.

No comments:

Post a Comment