Sejarah Kemunculan Baha’i
Berdasarkan sumber Wikipedia, bahwa Agama Bahá’í (bahasa Arab: ﺑﻬﺎﺋﻴﺔ ;
Baha’iyyah) adalah agama monoteistik yang menekankan pada kesatuan spiritual
bagi seluruh umat manusia. Agama Baha’i lahir di Persia (sekarang Iran) pada
abad 19. Pendirinya bernama Bahá’u’lláh. Pada awal abad kedua puluh satu,
jumlah penganut Bahá’í sekitar enam juta orang yang berdiam di lebih dari dua
ratus negeri di seluruh dunia.
Dalam ajaran Bahá’í, sejarah keagamaan dipandang sebagai suatu
proses pendidikan bagi umat manusia melalui para utusan Tuhan, yang disebut
para “Perwujudan Tuhan”. Bahá’u’lláh dianggap sebagai Perwujudan Tuhan yang
terbaru. Dia mengaku sebagai pendidik Ilahi yang telah dijanjikan bagi semua
umat dan yang dinubuatkan dalam agama Kristen, Islam, Buddha, dan agama-agama
lainnya. Dia menyatakan bahwa misinya adalah untuk meletakkan pondasi bagi
persatuan seluruh dunia, serta memulai suatu zaman perdamaian dan keadilan,
yang dipercayai umat Bahá’í pasti akan datang.
Mendasari ajaran Bahá’í adalah asas-asas keesaan Tuhan, kesatuan
agama, dan persatuan umat manusia. Pengaruh dari asas-asas hakiki ini dapat
dilihat pada semua ajaran kerohanian dan sosial lainnya dalam agama Bahá’í.
Misalnya, orang-orang Bahá’í tidak menganggap “persatuan” sebagai suatu tujuan
akhir yang hanya akan dicapai setelah banyak masalah lainnya diselesaikan lebih
dahulu, tetapi sebaliknya mereka memandang persatuan sebagai langkah pertama
untuk memecahkan masalah-masalah itu. Hal ini tampak dalam ajaran sosial Bahá’í
yang menganjurkan agar semua masalah masyarakat diselesaikan melalui proses
musyawarah. Sebagaimana dinyatakan Bahá’u’lláh: “Begitu kuatnya cahaya
persatuan, sehingga dapat menerangi seluruh bumi.” Iman Baha’i adalah agama
Abrahamik.
“Pengikut Baha`i meyakini ajaran yang dianutnya paling benar dan
universal yang dibawa oleh seorang nabi dan rasul Allah bernama Baha`ullah.
Mereka menjadikan buku “Himpunan Petikan Tulisan Suci Bah`ullah” sebagai
pedoman utama. “
Baha’i di Indonesia
Baha’i masuk ke Indonesia sekitar tahun 1878, dibawa oleh dua
orang pedagang dari Persia dan Turki, yaitu Jamal Effendi dan Mustafa Rumi.
Dalam situs resmi agama Baha’i di Indonesia, dijelaskan, agama Baha’i adalah
agama yang independen dan bersifat universal, bukan sekte dari agama lain.
Namun, berapa jumlah pemeluk Baha’i di Indonesia hingga saat ini tidak
diketahui dengan pasti.
Pada tanggal 24 Juli 2014, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin
menegaskan melalui akun Twitternya bahwa ia tengah mengkaji Baha’i apakah bisa
diterima sebagai agama baru di Indonesia atau tidak. Kajian ini dilakukan
setelah Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengirimkan surat yang mempertanyaan
perihal Baha’i ini(Wikipedia.org)
Baha’iyah bukan Islam
Baha’iyah atau baha’isme ini menyatukan atau menggabungkan
agama-agama: Yahudi, Nasrani, Islam dan lainnya menjadi satu. Hingga aliran ini
jelas-jelas dinyatakan sebagai non-Islam. Aliran ini berasal dari Syi’ah Itsna
‘Asyariyah yang Pendirinya adalah Mirza Ali Muhammad al-Syairazi (sang Bab)
lahir di Iran 1252H/ 1820M. Dia menyerukan bahwa dirinya adalah potret dari
nabi-nabi terdahulu. Tuhan pun menyatu dalam dirinya (hulul), risalah Nabi
Muhammad SAW bukan risalah terakhir.
Mirza Ali dibunuh pemerintah Iran tahun 1850, saat berumur 30
tahun. Yang pada akhirnya dimakamkan di Haifa, Israel. Sebelum mati, Mirza
memilih dua muridnya, Subuh Azal dan Baha’ullah. Keduanya diusir dari Iran.
Subuh Azal ke Cyprus, sedang Baha’ullah ke Turki. Pengikut Baha’ullah lebih
banyak, hingga disebut Baha’iyah atau Baha’isme, dan kadang masih disebut aliran
Babiyah, nama yang dipilih pendirinya, Mirza Ali. Kemudian kedua tokoh itu
bertikai, Subuh Azal diusir dari Turki. Baha’ullah diusir ke Akka Palestina. Di
sana ia memasukkan unsur syirik dan menentang Al-Quran dengan mengarang
Al-Kitab Al-Aqdas (yang lebih suci) diakui sebagai wahyu, Ia menganggap
agamanya universal, semua agama dan ras bersatu di dalamnya. Rumah ibadah
Bahá’í di New Delhi, India. (arifmaulana.com)
Berikut ini beberapa
ajaran/ritual agama Baha’i sebagaimana kami rangkumkan dari berbagai sumber:
1.
Kaum Baha’i melakukan puasa selama 19 hari sebelum merayakan
Hari Raya Naurus yang jatuh setiap 21 Maret. Puasa dipandang sebagai
periode persiapan spiritual dan regenerasi untuk tahun baru di depan. Dalam
kalender Barat, periode ini terjadi antara tanggal 2 dan 21 Maret.
2.
Bahaullah merekomendasikan bahwa umat Baha’i harus bermeditasi
setiap hari, berpikir tentang apa yang mereka lakukan pada siang hari dan pada apa
tindakan mereka yang layak. Baha’i percaya, bahwa melalui meditasi pintu
pengetahuan yang lebih dalam dan inspirasi dapat dibuka, tetapi mereka
menghindari takhayul dalam meditasi.
3.
Baha’i tidak menerima syariat zakat, yang menurut penilaian
mereka sebagai perbuatan boros. Karenanya, dalam setiap acara kegiatan sosial,
kendurian misalnya, mereka memilih mengundang sedikit orang, dengan alasan
tidak melakukan pemborosan.
4.
Dalam Baha’i ada ketentuan sembahyang wajib. Bahá’u’lláh membuat
doa sehari-hari pribadi kewajiban agama bagi semua Baha’i dari usia 15 ke atas.
Setiap hari, salah satu dari tiga sembahyang wajib harus dikatakan:Doa pendek
dibacakan sekali setiap 24 jam antara siang dan matahari terbenam;
Doa menengah diucapkan tiga kali sehari, di pagi hari, pada siang hari dan di malam hari;
Doa panjang yang harus dibacakan sekali dalam setiap 24 jam setiap saat – idealnya ketika dalam keadaan kagum dan hormat.
Doa menengah diucapkan tiga kali sehari, di pagi hari, pada siang hari dan di malam hari;
Doa panjang yang harus dibacakan sekali dalam setiap 24 jam setiap saat – idealnya ketika dalam keadaan kagum dan hormat.
5.
Wudhu harus dilakukan sebelum sembahyang wajib. Doa dilakukan di
tempat yang bersih, dan menghadap ke arah kuil Bahaullah. Hanya mereka yang
sakit atau tua (lebih dari 70) dibebaskan dan mereka mungkin malah membacakan
ayat tertentu dari kitab suci mereka 95 kali selama periode 24-jam
6.
Dalam sembahyangnya, Baha’i berkiblat ke Gunung Karmel atau
Karamel di Israel.
7.
Baha’i tidak mengenal adanya sembayang wajib yang harus
dilakukan secara berjamaah. Pengecualiannya adalah sembayang wajib yang
dilakukan secara berjamaah untuk jenazah. Jadi, hanya jenazah saja yang wajib
disembahyangkan secara berjamaah.
8.
Iman Baha’i tidak memiliki pendeta atau sakramen, dan hampir
tidak ada ritual. Hanya ada tiga ritual Baha’i:- Doa harian wajib
- Membaca doa untuk orang mati di pemakaman
- Ritus pernikahan sederhana
- Membaca doa untuk orang mati di pemakaman
- Ritus pernikahan sederhana
9.
Ada dua alasan Baha’i menghindari ritual:- Ritual mudah berubah
dan menjadi tidak berarti, sehingga orang membawa mereka keluar demi ritual dan
melupakan tujuan spiritual di belakang mereka.- Ritual dapat menjadi bentuk
imperialism budaya, memaksakan ritual yang sama pada budaya yang berbeda dan
menghancurkan keragaman mereka.
10.
Hari-hari Suci Baha’i:Hari raya Sembilan belas
Naw-Ruz
Deklarasi dari Bab
Hari Raya Ridwan
Lahirnya Bab
Hari Lahir Bahaullah
Kenaikan Bab
Wafatnya Bahaullah
Naw-Ruz
Deklarasi dari Bab
Hari Raya Ridwan
Lahirnya Bab
Hari Lahir Bahaullah
Kenaikan Bab
Wafatnya Bahaullah
11.
Tahun Baha’i terdiri dari 19 bulan yang masing-masing 19 hari
(361 hari), dengan penambahan “hari-hari kabisat” antara bulan kedelapan belas
dan kesembilan belas untuk menyesuaikan kalender dengan tahun matahari. Bulan
yang bernama setelah sifat-sifat Allah.
sumber : http://nyatnyut.com
sumber : http://nyatnyut.com
No comments:
Post a Comment