Hati Salikah laksana batu karang di tepi pantai. Tak mudah digoyahkan. Sekalipun pernah terbersit untuk melabuhkan hati pada seorang pria yang juga mengasihi buah hatinya.
Selalu ada keraguan dan perang batin luar biasa. Tak jarang janda cantik nan shalihah itu menggigil dan menangis di penghujung malam. Selalu diadukan kepada Sang Pemilik Cinta segala keraguan dan perang batinnya agar tak salah langkah.
Kala diingatnya masa-masa sulit sepeninggal suaminya dan masa di mana dia bangkit demi buah hati dan ibu mertuanya. Tekad untuk mengabdi kepada suami sampai akhir hayat dengan merawat buah hati lebih dominan dia rasakan.
Sebuah tekad yang muncul bukan tanpa alasan. Salikah ingin membuktikan dirinya adalah sosok yang memperjuangkan surga demi bertemu sang suami di sana. Dirinya sadar bahwa sejak ijab qobul maka dirinya dan sang suami berjanji sehidup di dunia dan Sesurga di akhirat.
Takkan dibiarkannya suami yang sudah menunggunya di surga nantinya bersama bidadari lain. Salikah ingin menjadi bidadari surga untuk suaminya. Sembari dengan bangga hidup bersama kedua orangtua, mertua dan buah hati.
Ketika dibayangkannya suami menanti dan akan menyambut dirinya di pintu surga maka semakin kukuhlah pendiriannya untuk berdoa, berdoa dan berdoa. Hanya doalah yang saat ini menjadi penghubung dan tempat pengaduan betapa Salikah merindukan suami.
"Suamiku, tunggulah kami. Kerinduan ini terasa indah karena sebuah rindu yang halal. Kerinduan yang akan memotivasiku untuk mendidik anak-anak dan merawat ibu", batin Salikah sambil menatap meredupnya sinar matahari di ufuk barat, menantikan waktu berbuka. Ya Salikah tak lepas dari ibadah fardhu dan puasa sunah untuk memudahkannya menuju surga.
Tulisan saya posting juga di Sini
No comments:
Post a Comment