Tuesday, May 11, 2021

Istiqomah Selepas Ramadhan

 *ISTIQOMAH SELEPAS RAMADHAN*


Istiqamah berarti kita menempuh jalan yang lurus tidak condong ke kanan atau ke kiri, istiqomah ini sangat kita butuhkan, agar senantiasa meniti jalan kebenaran dan tidak mudah terombang-ambing atau bahkan berbelok arah menuju kekufuran.


Setiap kali kita mengerjakan shalat, selalu berdoa kepada Allah: _“Tunjukkanlah kami kepada jalan yang lurus.”_ *(QS. AL-Fatihah: 6)*


Ayat tersebut senantiasa dibaca berulang-ulang, minimal dalam shalat fardhu. Hal itu menunjukkan bahwa hidayah adalah anugerah Allah yang sangat bermakna dalam hidup seseorang, tentu jika hal tersebut bukan sesuatu yang istimewa maka tidak akan kita minta setiap hari. 


Hidayah untuk bisa teguh diatas jalan yang lurus (istiqamah), adalah mutlak kewenangan Allah semata, Dia berkehendak memilih siapa yang akan mendapatkan hidayah dan siapa yang tidak berhak mendapatkan hidayah. Oleh sebab itu seorang Muslim bergantung semata-mata kepada Allah untuk terus istiqomah.


Dari Abu Dzar dan Mu’adz bin Jabal radiyallahu ’anhuma, Nabi bersabda :

_“Bertakwalah pada Allah di mana saja engkau berada dan ikutilah setiap kejelekan dengan kebaikan, niscaya kejelekan tersebut akan terhapus dengan kebaikan yang dilakukan. Lalu berakhlaklah kepada manusia dengan akhlak yang mulia.”_ *(HR. Tirmidzi dan Ahmad).*


Hadits ini menunjukan bahwa dalam istiqamah pasti ada kekurangan. Kalau tidak bisa ideal, baiknya tetap berusaha mendakati yang ideal.


Dari Aisyah Radiyallahu anha, Nabi bersabda, _”istiqamah lah (dalam perkataan amalan, dan niat) kalau tidak mampu ideal, dekatlah yang ideal.”_ *(HR. Bukahari & Muslim)*


Keistimewaan Orang Yang Bisa Istiqamah Disebutkan dalam kitab Hilyah Al-Auliya’ beberapa perkataan ulama berikut.


Ibnul Mubarak menceritakan dari Bakkar bin Abdillah, ia berkata Bahwa ia mendengar Wahb bin Munabbih berkata, ada seorang ahli ibadah lewat di hadapan ahli ibadah yang lain. Ia pun berkata, _“apa yang terjadi padamu?” Dijawablah, “aku begitu takjub pada si fulan, ia sungguh-sungguh rajin ibadah sampai-sampai ia meninggalkan dunianya. “Wahb bin Munabbih segera berkata, “tidak perlu takjub pada orang yang meninggalkan dunia seperti itu. Sungguh aku lebih takjub pada orang yang istiqomah.”_ *(Hilyah Al-Auliya’)*


Karena ada orang yang saat ini rajin ibadah dan shalat. Namun, di akhir hidupnya, masjidpun tidak ia kenal. Ada orang yang terlihat alim, namun, di akhir hidupnya, ia adalah seorang pemabuk, tukang selingkuh (berzina), dan pejudi kelas kakap. Ada yang dulunya menutup aurat dengan sempurna bahkan bercadar, namun, nasib selanjutnya adalah orang yang sukannya mengumbar bentuk badannya yang seksi dan suka menampakkan rambutnya yang hitam menawan. Kita tidak bisa menjamin iman kita. Oleh karenanya, banyaklah minta pada Allah keistiqamahan sebagaimana do’a,


_“Ya Rabb kami, jangan Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami Rahmat dari sisi-Mu, karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).”_ *(QS. Ali Imran: 8)*


_“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: ‘Rabb kami adalah Allah. Kemudian mereka terus Istiqamah.”_ *(QS. Fushilat: 30)*. Bisa terus istiqamah, itulah karamah wali Allah (kekasih Allah) yang begitu luar biasa.


*Kiat-kiat Agar Istiqamah Setelah Ramadan*


*1. Selalu berdoa pada Allah.*

Kita butuh doa agar istiqamah karena hati kita bisa saja berbolak balik. Oleh karenanya doa yang paling sering Nabi panjatkan adalah: _“yaa muqallibal quluub tsabbit qalbi ‘ala diinik._ (Wahai yang Maha membolak-balikkan hati tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu).


Ummu Salamah radhiyallahu 'anha pernah bertanya pada Rasulullah: _“Wahai Rasulullah kenapa engkau lebih sering berdo’a dengan do’a, 'yaa muqallibal qulub tsabbit qalbi ‘ala dinik’ (Wahai yang Maha membolak-balikkan hati tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu)’.”_

Nabi seraya menjawab : _“Wahai Ummu Salamah, yang namanya hati manusia selalu berada di antara jari-jemari Allah. Siapa saja yang Allah kehendaki, maka Allah akan berikan keteguhan dalam iman. Namun, siapa saja yang dikehendaki, Allah pun bisa menyesatkannya.”_


Setelah itu Mu’adz bin Mu’adz (yang meriwatkan hadist ini) membacakan ayat. _"Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan setelah Engkau beri petunjuk kepada kami."_ *(Ali Imran:8) (HR. Tirmidzi dan Ahmad)*


*2. Berusaha menjaga keikhlasan dalam ibadah*

Setiap amalan sangat tergantung pada niat. Dari ‘Umar bin Al-Khattab, Rasulullah bersabda: _‘’Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya. Dan setiap orang akan memperoleh apa yang di niatkan.’’_ *(HR.Bukhari dan Muslim)*


Dan niat itu sangat tergantung dengan keikhlasan pada Allah. Hal ini berdasarkan firman Allah, _"Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar).’’_ *(Al Bayyiinah :5)*


Dari Abu Hurairah, Nabi bersabda, _"Allah Tabaraka wata’ala berfirman: Aku sama sekali tidak butuh pada sekutu dalam perbuatan syirik. Barangsiapa yang menyekutukan-Ku dengan selain-Ku, maka Aku akan meninggalkannya (maksudnya : tidak menerima amalannya) dan perbuatan syiriknya.”_ *(HR. Muslim)*


Adapun buah dari keikhlasan akan membuat amalan itu langgeng, alias istiqomah, Ibnu Taimiyah berkata: _“Segala sesuatu yang tidak didasari ikhlas karena Allah, pasti tidak bermanfaat dan tidak akan kekal”_ (Dar’ At-Ta’arudh Al-‘Aql wa An-Naql). Para ulama memiliki istilah lain: _“Segala sesuatu yang didasari ikhlas karena Allah, pasti akan langgeng”._


Ada juga perkataan dari Imam Malik di mana para ulama menyebutkan bahwa Imam Ibnu Abi Dzi’bi yang semasa dan senegeri dengan Imam Malik pernah menulis kitab yang lebih besar dari Muwatho’. Karena demikian, Imam Malik pernah ditanya, _“Apa faedahnya engkau menulis kitab yang sama seperti itu?’’ Jawaban beliau, "Sesuatu yang ikhlas karena Allah, pasti akan lebih langgeng.’’_ *(Ar-risalah Al- Mustathrofah).*


*3. Rutin beramal walau sedikit*

Amal yang ajeg (kontinyu) walau sedikit lebih utama daripada beramal banyak tetapi hanya sekali. Karena konsekuen dalam beramal lebih dicintai oleh Allah daripada amalan yang sekali saja dilakukan. Sebagaimana disebutkan dalam hadist ‘Aisyah beliau mengatakan bahwa Rasulullah bersabda: _“Amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang kontinyu walaupun sedikit.”_ *(HR. Bukhari dan Muslim)*


Imam Nawawi mengatakan: _“Ketahuilah bahwa amalan yang sedikit, tapi konsekuen dilakukan, itu lebih baik dari amalan yang banyak, tetapi cuma sesekali saja dilakukan. Ingatlah bahwa amalan sedikit yang rutin dilakukan akan melanggengkan amalan ketaatan, dzikir, pendekatan diri kepada Allah, niat dan keikhlasan dalam beramal, juga akan membuat amalan tersebut diteruma oleh Sang Khaliq. Amalan sedikit, tetapi konsekuen dilakukan akan memberikan ganjaran yang besar dan berlipat di bandingkan amalan yang banyak tetapi sesekali saja dilakukan.”_ *(Syarh Shahih Muslim,).*


Dari Abdullah bin Amr bin Al-ash, ia mengatakan bahwa Rasulullah berkata padanya: _“Wahai Abdullah, janganlah engkau seperti si fulan. Dulu dia biasa mengerjakan shalat malam, tetapi sekarang dia tidak mengerjakannya lagi”_ *(HR. Bukhari dan Muslim)*


Selain amalan yang kontinyu dicintai oleh Allah, amalan tersebut juga dapat mencegah masuknya virus _“futur”._ Jika seseorang beramal sekali, tetapi banyak, kadang akan muncul rasa malas dan jenuh. Sebaliknya jika seseorang beramal sedikit, tetapi ajeg (terus menerus), maka rasa malas pun akan hilang dan rasa semangat untuk beramal akan selalu ada. Itulah mengapa kita dianjurkan untuk beramal yang penting kontinyu walaupun jumlahnya sedikit.


*4. Rajin koreksi diri (muhasabah)*

Allah memerintahkan kita supaya rajin muhasabah diri, sebagaimana firman- Nya: _“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaknya setiap jiwa memperhatikan apa yang telah ia perbuat untuk hari esok, dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”_ *(QS.Al-Hasyr:18)*


Ibnu Katsir berkata, _“Hisablah diri kalian sebelum kalian itu dihisab. Siapkanlah amalan shalih kalian sebelum berjumpa dengan hari kiamat di mana harus berhadapan dengan Allah.’’_ *( Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adzim)*


*5. Memilih teman yang shalih*

Allah berfirman: _“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap wajah-Nya.”_ *(QS. Al-Kahf: 28).* Diriwayatkan dari Abu Musa, Nabi bersabda: _“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang shalih dan orang yang jelek bagaikan berteman dengan pemilik minyak wangi dan pandai besi. Pemilik minyak tidak akan merugikanmu; engkau bisa membeli (minyak wangi) darinya atau minimal mendapat bau harumnya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau mendapat baunya yang tidak enak”._ *(HR. Bukhari dan Muslim).*


Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda : _“Seseorang akan mencocoki kebiasaan teman karibnya. Oleh karenanya, perhatikanlah siapa yang akan menjadi teman karib kalian.”_ *(HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad).* Imam Al-Ghazali mengatakan, _"Bersahabat dan bergaul dengan orang-orang yang pelit, akan mengakibatkan kita tertular pelitnya. Sedangkan bersahabat dengan orang yang zuhud, membuat kita juga ikut zuhud dalam masalah dunia. Karena memang asalnya seseorang akan mencontoh teman dekatnya.”_ *(Tuhfah Al-Ahwadzi)*


*6. Melakukan puasa Syawal*

Dari abu Ayyub Al-Anshar, Nabi bersabda : _“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh”_ *(HR. Muslim).* 


Kapan puasa Syawal? Kapan pun boleh yang penting masih di bulan Syawal. Imam Nawawi berkata, _“Menurut ulama Syafi’iyah, puasa enam hari di bulan Syawal disunnahkan berdasarkan hadist di atas. Disunnahkan melakukannya secara berturut-turut di awal Syawal. Jika tidak berturut-turut atau tidak dilakukan di awal Syawal, maka itu boleh. Seperti itu sudah dinamakan melakukan puasa Syawal sesuai yang dianjurkan dalam hadist. Sunnah ini tidak diperselisihkan di antara ulama Syafi’iyah, begitu pula hal ini menjadi pendapat Imam Ahmad dan Daud,”_ *(Al-Majmu’)*


Jika Allah menerima amalan seorang hamba, maka Dia akan menunjuki pada amalan shalih selanjutnya. Jika Allah menerima amalan puasa Ramadhan, maka Dia akan tunjuki untuk melakukan amalan shalih lainnya, di antaranya puasa enam hari di bulan Syawal.


Imam Ibnu Katsir berkata: _“Diantara balasan kebaikan adalah kebaikan selanjutnya dan diantara balasan kejelekan adalah kejelekan selanjutnya."_ *(Ibnu Katsir dalam Tafsir Al- Qur’an Al-‘Adzim).* 


Ibnu rajab dalam Lathaif Al-ma’arif menjelaskan: _"Balasan dari amalan kebaikan adalah amalan kebaikan selanjutnya. Barang siapa melaksanakan kebaikan lalu dia melanjutkannya dengan kebaikan lainnya, maka itu adalah tanda diterimanya amalan yang pertama. Begitu pula barangsiapa yang melaksanakan kebaikan lalu malah dilanjutkan dengan amalan kejelekan, maka ini adalah tanda tertolaknya atau tidak diterimanya amalan kebaikan yang telah dilakukan.”_



Catatan

Materi Sanlat 11 Mei 2021

No comments:

Post a Comment