Sekarang ini globalisasi telah meliputi segala aspek
kehidupan manusia dalam masyarakat, akibatnya yang terkait di dalamnya menjadi
sangat kompleks dan makin sulit dipisahkan.[1]
Dalam era globalisasi diperlukn suatu antisipasi terhadap
persaingan yang semakin ketat. Persaingan tersebut memiliki unsure semangat
dari suatu negara/ orang untuk lebih baik daripada pihak lain. Hal itu harus
disadari oleh bangsa Indonesia yang sudah banyak tertinggal dari negara
tetangga terutama dalam bidang teknologi.
Bangsa Indonesia harus meningkatkan kemampuan di berbagai
bidang dalam rangka menghadapi persaingan global. Kemampuan teknologi yang
diikuti kemampuan bahasa asing merupakan salah satu kunci keberhasilan suatu
bangsa. Tetapi dalam menghadapi perkembangan zaman Indonesia mempertimbangkan
dampak negatifnya disamping mengejar ketertinggalan di bidang Iptek.
Nasionalisme yang sudah diajarkan sekian tahun bisa pudar
jika pengetahuan dan kesadaran akan sejarh bangsanya sangat minim. Sejarah bangsa
perlu diperhatikan oleh para penerus bangsa untuk tetap mempertahankan
nasionalisme. Bagaimanapun bangsa termasuk Indonesia sangat mendambakan generasi
yang cerdas, jujur, ulet, bijaksana, mampu bersaing, tidak picik dan cinta
tanah air.
Penulis melihat pentingnya pendidikan sejarah dan ada
keterkaitan antara sejarah dan globalisasi. Sejarah akan menentukan manusia
yang cerdas yaitu manusia yang bisa mengikuti perkembangan zaman dan bermoral
baik.
Permasalahan Studi Sejarah
Penyampaian nilai- nilai sejarah di sekolah- sekolah menemui
kesulitan. Kesulitan- kesulitan itu terletak pada guru, siswa dan pandangan-
pandangan masyarakat. Masyarakat umum sering menganggap bahwa sejarah merupakan
pelajaran hafalan yang membosankan. Padahal sejarah mampu membentuk manusia
bijaksana jika disampaikan dengan baik dan dapat diterima dengan baik pula oleh
siswa. Sejarah memiliki pesan- pesan moral dan unsur- unsur seni.
Kedudukan Ilmu Sejarah
Pendidikan di Indonesia telah dikenal sejak masa
perkembangan Hindu- Budha serta Islam. Menurut catatn sejarah, orang Indonesia
mengenal tulis baca pada abad ke-4 yaitu pada masa kerajaan- kerajaan Hindu.[2]
Dengan ditemukannya Prasasti Kutai.
Manusia perlu dididik agar potensi yang dimiliki dapat
berkembang dan tumbuh secara lancar dan terarah. Adapun pendidikan memiliki
fungsi mikro dan makro. Secara mikro pendidikan berfungsi secara sadar
perkembangan jasmani dan rohani peserta didik. Sedangkan secara makro
pendidikan berfungsi sebagai pengembangan pribadi, warga negara, kebudayaan dan
bangsa.
Fungsi pendidikan sebagai pengembangan diri, warga negara
dan bangsa sangat erat kaitannya dengan sejarah karena sejarah mengajarkan
nilai- nilai dan pesan moral di dalamnya.
Pasang surut pelajaran sejarah yang terkadng berdiri
sendiri, dipadu dengan kewarganegaraan, IPS bahkan pernah menjadi mata
pelajaran tersendiri studi tentang sejarah hampir tidak ada peminatnya. Setidak-
tidaknya ada tiga komponen yang menyebabkan [engajaran sejarah kurang efektif. Ketiga
komponen itu diungkapkan Prof. Ahmad Syafii Maarif dalam buku Islam dan
Kekuatan Doktrin dan Keagamaan Umat, meliputi :
Pertama, komponen tenaga pengajar sejarah yang umumnya
miskin wawasan kesejarahan sebagai akibat kekurangmampuan dalam penguasaan
bahasa asing. Pengajar sejarah harus “ bertelinga ke bumi” yaitu pengajar
sejarah harus kaya informasi, tidak hanya masa lalu tapi juga masa kini.
Kedua, komponen buku teks pelajaran sejarah. Buku teks
sejarah hamper tidak ada yang memakai pendekatan moral saintifik terhadap
pelajaran sejarah bangsa kita. Selain itu buku yang digunakan di Indonesia
misalnya Sejarah Nasional Indonesia yang terdiri dari 6 jilid atau “buku babon”
bisa menimbulkan kecenderungan ‘memberhalakan” masa lampau suatu bangsa bila
tidak hati- hati. Sebenarnya buku tersebut cukup membantu dalam proses
pengajaran sejarah meski lebih Indonesia sentries.
Ketiga, komponen peralatan pengajaran sejarah seperti
audiovisual, peta sejarah, maket bangunan penting, slide, film sejarah dan
sebagainya.
Akibat dari pengajaran sejarah yang tidak eektif adalah
tidak sampainya nilai- nilai yang tersirat dalam peristiwa sejarah sehingga
misi sejarah untuk membentuk kepribadia
manusia Indonesia bisa tersendat- sendat.
Metode Pengajaran Sejarah
Globalisasi sebenarnya sudah terjadi sejak pertengahan tahun
60-an sampai sekarang. Selanjutnya proses globalisasi semenjak tahun 90-an
sampai sekarang maupun mendatang diperkirakan bertambah cepat sehingga oleh
John Naisbii disebut sebagai era globalisasi.[3]
Globalisasi memungkinkan bagi pemuda untuk terus menggali
ilmu- ilmu dari barat sehingga dapat mempengaruhi tingkah laku dan pola
pikirnya. Di sini sejarah harus turuntangan agar kerapuhan para masyarakat
tidak menjadi kenyataan di masa depan. Salah satu cara penemuan dan pemahaman
nilai sejarah ditentukan oleh proses
pembelajarannya. Proses pembelajaran berkaitan erat dengan pendekatan dan
metode pembelajarannya.
Langkah- langkah mengajar dimulai dengan membuat lesson plan.[4]
Langkah ini dibuat sebelum mengajar. Macamnya ditentukan banyak hal seperti
tujuan pengajaran, kemampuan guru, alat yang tersedia, waktu, tempat, dll. Namun
ada teori dasar dalam membuat lesson plan
yang dikemukakan oleh Robert Glaser.
Teori Glaser meliputi 4 langkah dalam membuat lesson plan yaitu :
1.
Merumuskan tujuan
2.
Entering behavior
yaitu bagaimana guru memulai pengajaran
3.
Teaching steps.
Langkah mengajar dalam pengajaran keterampilan akan berbeda- beda dengan
langkah- langkah pengajaran kognitif.
4.
Evaluasi.
Setelah membuat lesson
plan dan factor- factor yang harus diketahui seorang guru sejarah bisa
mengajar secara efektif dan efisien. Pengajaran yang efektif artinya pengajaran
yang dipahami murid secara sempurna. Dalam ilmu pendidikan sering juga
dikatakan bahwa pengajaran yang tepat ialah pengajaran yang berfungsi pada
murid artinya menjadi milik murid, pengajaran itu membentuk dan mempenaruhi
pribadinya.[5]
Perlu ditegaskan bahwa pengajaran sejarah tidak diragukan
lagi merupakan sarana- sarana efektif untuk mengukuhkan bangunan jati diri
bangsa dengan syarat bila sejarah itu terpegang di tangan mereka “yang
bertelinga ke bumi”.
Berikut ini beberapa metode yang dapat dipilih
guru sejarah dalam pembelajaran sejarah.
1.
Metode ceramah
2.
Metode diskusi
3.
Metode inquiry
4.
Metode widya wisata
5.
Metode oral history
Sejarah : Kenyataan dan Harapan
Pelajaran sejarah seakan-akan menjadi pelajaran tentang hal-
hal kuno. Begitulah kenyataan yang melekat pada masyarakat tentang pnegertian
sejarah yang salah kaprah. Dari pengertian yang slah kaprah itu maka guru
sejarah maupun sejarawan harus menganalisa penyebabnya dan penyelesaiannya.
Masalah tentang sejarah sebagai pelajaran yang membosankan
dapat dikaji dari beberapa segi. Pertama, metode pembelajaran yang diberlakukan
oleh seorang guru yang tidak tepat sebagai akibat terlalu menyepelekan sejarah.
Pelajaran dianggap bisa diajarkan oleh siapa saja karena hanya berisi tentang
cerita. Namun keawaman terhadap makna sejarah bukan hanya dari satu masyarakat
tapi juga komponen sekolah yang menempatkan guru bidang studi lain sebagai
pengajar sejarah.
Guru sejarah harus berpendidikan yang sesuai karena dengan
begitu maka guru tersebut bisa meluruskan pandangan/ pendapat dalam masyarakat
yang salah. Dalam sejarah terdapat unsur- unsur seni karena sejarah bisa
disusun dalam bentuk novel tanpa mengurangi nilai historisnya.
Pelajaran sejarah yang disampaiakn seorang guru sejarah yang
berwawasan sejarah yang luas dan dengan metode yang tepat akan menghasilkan
manusia yang cerdas, jujur, bijaksana, ulet dan cinta tanah air. Dengan kata
lain, guru sejarah bisa mengubah siswa kea rah yang lebih baik melalui nilai-
nilai yang terkandung dalam sejarah. Sopochles mengungkapkan “ a sensible man judges of present by past
event” yaitu orang yang sadar menilai masa sekarang melalui peristiwa-
peristiwa masa lampau.
Sedangkan Cicero berpendapat “ history in indeed the witness of the times, the light of truth”
yaitu sejarah merupakan penyaksi waktu, cahaya kebenaran. Sejarah bukan hanya
masa lalu tetpi juga sekarang dan masa yang akan datang. Peristiwa- peristiwa
yang terjadi sekarang akan menjadi sejarah di masa mendatang.
Dengan adanya pelurusan dari guru sejrah terhadap pandangan
salah tentang sejarah, maka sedikit demi sedikit siswa akan tertarik untuk
mempelajari sejarah pada tingkat pendidikan tinggi seperti perguruan tinggi.
Tentunya berkembangnya pandangan positif akan keberadaan
pelajaran sejarah bukan hanya menjadi tanggungjawab guru tetapi juga mahasiswa
dari jurusan sejarah maupun siswa- siswa yag sudah mengetahui sejarah secara
benar.
[1][1]
Dochak Latief, Prof. Dr. 1998. Pendidikan Ekonomi dan Kualitas Manusia
Indonesia pada Era Persaingan Global. Yogyakarta: Majelis Pustaka PP Muhmmadiyah,
hal. 70
[2] Tim
pengembangan MKDK IKIP Semarang. 1991. Dasar- dasar Pendidikan. Semarang : IKIP
Semarang Press
[3] Dochak,
Latief. Ibid., hal. 70
[4] Ahmad
Tafsir. 1998. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
[5] Ibid.,
hal. 10
No comments:
Post a Comment