Selama hampir empat belas tahun Deka mendedikasikan diri untuk menjadi salah satu pendidik di sebuah sekolah swasta. Suka duka menjadi guru dengan status Guru Tetap Yayasan dijalaninya dengan ikhlas setiap saat setiap waktu. Disyukuri setiap jalan yang digariskan olehNya, meski kadang hati lelah.
Dari segala kelelahan yang Deka alami ada kebahagiaan ketika melihat saat ini para siswa, alumni sekolahnya, yang sukses di sekolah tingkatan SMP ataupun SMA. Tak ada yang bisa membuat bahagia selain kesuksesan mereka. Mereka rendah hati, ramah, ibadahnya pun tak putus-putusnya.
Ketika melihat mereka beranjak remaja dan dewasa, di saat itulah Deka merasa diri ini memang sudah menua. Sudah kodratnya. Alhamdulillaah. Semoga sepanjang usia yang dipersembahkan untuk negeri ini membawa manfaat dunia akhirat, doanya di setiap sepertiga malamnya.
Menata kembali buku dan mengecek blog pribadi, tiba-tiba Deka temukan sebuah surat usang dari siswa-siswiku dulu. Entah surat itu dibuat tahun berapa. Surat itu begitu sederhana tetapi menjadi mewah baginya. Dulu mereka unyu-unyu. Saat ini mereka sudah duduk di kelas XII, pastinya tambah cantik dan ganteng. Dibacanya lagi surat dari siswa alumni sekolahnya.
Assalamu alaikum wr wb
Buat guru kami, ustadzah Deka
Guru Kelas 3 kami
Tak terasa 1 tahun. Engkau didik kami dengan sepenuh hati, telaten, sabar, penuh kasih sayang yang tulus. Maafkan kenakalan kami ya,bu...
Kini saatnya kami memulai hidup baru, pelajaran baru dan guru pengganti engkau seorang. Kami tak akan meninggalkan engkau. Jasamu akan kami kenang sepanjang masa. Kami tidak bisa membalas jasamu yang sangat besar. Kami hanya membuat engkau jengkel. Terimakasih, guruku. Jasamu sangat mulia.
Kami berdoa semoga ustadzah Deka panjang umur, diberikan kemudahan dalam segala urusan oleh Allah SWT yang Maha Pengasih...Aamiin.
Kami akan mempelajari yang ibu guru ajarkan kepada kami.
Salam dari kami, ustadzahku tercinta
Andri, Candra, Mia, Haida, Rizqi, Rosa, Rifa, Yuni, Kiki, Adip
Anak- anak kelas IV
Yang mewakili : Agustina Andriyani
Wassalamu alaikum wr wb
Ada rasa haru ketika membaca lagi surat cinta dari siswa-siswinya. Diingatnya ketika dahulu mereka di kelas, tak jarang bertengkar satu sama lain. Andri dan Kiki selalu bertengkar. Ada saja hal yang membuat mereka berselisih pendapat. Teringat pula Candra yang sering kebingungan mengerjakan soal Matematika. Di saat seperti inilah Kiki yang turun tangan. Dia merasa tak tega melihat Candra kesulitan dalam mengerjakan soal. Disorongkannya buku tugasnya yang sudah penuh berisi jawaban soal si mata pelajaran angker itu.
Lain dengan Rizki. Bila dengan Candra rasa kasihan selalu ada. Tapi dengan Rizki malah berkebalikan. Jawaban dari soal-soal yang Dekanberikan malah diblasukke biar salah. Tak tahu kenapa seperti itu.
Teguran sering Deka berikan pada Kiki, tetap saja melakukan itu diam-diam. Teguran keras diberikan padanya ketika menyinggung fisik Haida yang mungil.
"Kamu nggak bisa tinggi. Kurang gizi atau kenapa, Hid?", Tanya Kiki dengan iseng.
"Ya nggak tahu. Bapakku bilang itu sudah takdir...", Terang Haida.
**
Ah saat ini murid-muridnya sudah remaja. Setiap bertemu mereka, terlihat lebih rapi, cantik, ganteng. Senyum tak lepas dari mereka. Meski terkesan agak canggung juga ketika mereka melakukannya. Mungkin mereka ingat ketika diajar oleh Deka.
Yang jelas dari semua siswa yang menyapanya tiap pagi ada yang bikin pangling, Candra. Dia tampak bersih, ganteng dengan motornya ketika berangkat sekolah. Kelihatan manglingi. Deka hampir saja tak mengenalinya. Ya mungkin waktu yang membuatnya lebih dewasa, tahu bagaimana harus bersikap, berpakaian dan berpenampilan rapi.
***
Deka melipat kembali surat dari siswanya itu. Dikumpulkan jadi satu dengan puisi, dan kenang-kenangan yang diberikan oleh muridnya. Ada figura, gelas, tasbih, buku, gantungan kunci dan bros buatan mereka. Disimpannya di rak buku sebagai kenangan dan penyemangat ketika lelah melanda.
Dari segala kelelahan yang Deka alami ada kebahagiaan ketika melihat saat ini para siswa, alumni sekolahnya, yang sukses di sekolah tingkatan SMP ataupun SMA. Tak ada yang bisa membuat bahagia selain kesuksesan mereka. Mereka rendah hati, ramah, ibadahnya pun tak putus-putusnya.
Ketika melihat mereka beranjak remaja dan dewasa, di saat itulah Deka merasa diri ini memang sudah menua. Sudah kodratnya. Alhamdulillaah. Semoga sepanjang usia yang dipersembahkan untuk negeri ini membawa manfaat dunia akhirat, doanya di setiap sepertiga malamnya.
Menata kembali buku dan mengecek blog pribadi, tiba-tiba Deka temukan sebuah surat usang dari siswa-siswiku dulu. Entah surat itu dibuat tahun berapa. Surat itu begitu sederhana tetapi menjadi mewah baginya. Dulu mereka unyu-unyu. Saat ini mereka sudah duduk di kelas XII, pastinya tambah cantik dan ganteng. Dibacanya lagi surat dari siswa alumni sekolahnya.
Assalamu alaikum wr wb
Buat guru kami, ustadzah Deka
Guru Kelas 3 kami
Tak terasa 1 tahun. Engkau didik kami dengan sepenuh hati, telaten, sabar, penuh kasih sayang yang tulus. Maafkan kenakalan kami ya,bu...
Kini saatnya kami memulai hidup baru, pelajaran baru dan guru pengganti engkau seorang. Kami tak akan meninggalkan engkau. Jasamu akan kami kenang sepanjang masa. Kami tidak bisa membalas jasamu yang sangat besar. Kami hanya membuat engkau jengkel. Terimakasih, guruku. Jasamu sangat mulia.
Kami berdoa semoga ustadzah Deka panjang umur, diberikan kemudahan dalam segala urusan oleh Allah SWT yang Maha Pengasih...Aamiin.
Kami akan mempelajari yang ibu guru ajarkan kepada kami.
Salam dari kami, ustadzahku tercinta
Andri, Candra, Mia, Haida, Rizqi, Rosa, Rifa, Yuni, Kiki, Adip
Anak- anak kelas IV
Yang mewakili : Agustina Andriyani
Wassalamu alaikum wr wb
Ada rasa haru ketika membaca lagi surat cinta dari siswa-siswinya. Diingatnya ketika dahulu mereka di kelas, tak jarang bertengkar satu sama lain. Andri dan Kiki selalu bertengkar. Ada saja hal yang membuat mereka berselisih pendapat. Teringat pula Candra yang sering kebingungan mengerjakan soal Matematika. Di saat seperti inilah Kiki yang turun tangan. Dia merasa tak tega melihat Candra kesulitan dalam mengerjakan soal. Disorongkannya buku tugasnya yang sudah penuh berisi jawaban soal si mata pelajaran angker itu.
Lain dengan Rizki. Bila dengan Candra rasa kasihan selalu ada. Tapi dengan Rizki malah berkebalikan. Jawaban dari soal-soal yang Dekanberikan malah diblasukke biar salah. Tak tahu kenapa seperti itu.
Teguran sering Deka berikan pada Kiki, tetap saja melakukan itu diam-diam. Teguran keras diberikan padanya ketika menyinggung fisik Haida yang mungil.
"Kamu nggak bisa tinggi. Kurang gizi atau kenapa, Hid?", Tanya Kiki dengan iseng.
"Ya nggak tahu. Bapakku bilang itu sudah takdir...", Terang Haida.
**
Ah saat ini murid-muridnya sudah remaja. Setiap bertemu mereka, terlihat lebih rapi, cantik, ganteng. Senyum tak lepas dari mereka. Meski terkesan agak canggung juga ketika mereka melakukannya. Mungkin mereka ingat ketika diajar oleh Deka.
Yang jelas dari semua siswa yang menyapanya tiap pagi ada yang bikin pangling, Candra. Dia tampak bersih, ganteng dengan motornya ketika berangkat sekolah. Kelihatan manglingi. Deka hampir saja tak mengenalinya. Ya mungkin waktu yang membuatnya lebih dewasa, tahu bagaimana harus bersikap, berpakaian dan berpenampilan rapi.
***
Deka melipat kembali surat dari siswanya itu. Dikumpulkan jadi satu dengan puisi, dan kenang-kenangan yang diberikan oleh muridnya. Ada figura, gelas, tasbih, buku, gantungan kunci dan bros buatan mereka. Disimpannya di rak buku sebagai kenangan dan penyemangat ketika lelah melanda.
---
Repost dari Sini
No comments:
Post a Comment