Membaca buku karya penulis favorit adalah pelajaran menulis paling dasar, paling sederhana, sekaligus paling manjur. (divapress/IG)
Semasa kuliah kita sudah dijejali dengan tugas membuat makalah. Kita diajari untuk berpikir dan menulis secara ilmiah. Kemudian kemampuan ini bisa lebih dikembangkan dengan membaca berbagai karya penulis favorit yang buku-bukunya selalu dinantikan dan best seller. Karya yang dihasilkan pasca lulus kuliah pun bisa disesuaikan dengan basic pendidikan, jenis pekerjaan, ataupun hobi.
Berbicara tentang penulis favorit itu sangat beragam. Ada penulis tentang dunia politik, pendidikan, agama, fiksi dan sebagainya. Masing-masing punya gaya sendiri dalam menyampaikan sebuah tulisan. Yang jelas kita bisa belajar banyak dari mereka. Ada Tere Liye, Asma Nadia, Helvy Tiana, Hanum Salsabila, Dewi Lestari, Habiburrahman el Sirazy dan sebagainya untuk penulis novel best seller.
Ketika mereka menulis dilandasi kepentingan hajat hidup orang banyak. Sekalipun tulisan dalam bentuk novel. Penulis novel pun harus mencantumkan dan menyelipkan nilai moral, spiritual, budaya agar bisa mendidik serta mencerdaskan para pembaca novel secara halus.
Dari mereka kita bisa belajar untuk menulis yang enak dibaca dengan mengetengahkan sejumlah data. Data yang diperoleh pun beragam mulai dari dalil agama, maupun keilmuan sesuai bidangnya. Tak hanya satu dua data. Dalil agama serta peristiwa bersejarah akan membuat tulisan lebih inspiratif karena mengingatkan bahwa manusia di dunia ini hanya nunut ngombe. Kelak akan hidup di alam lain yang lebih kekal.
Penulis di bidang pendidikan juga cukup banyak, mulai dari penulis lokal, nasional. Prof Suyanto, Ph. D, dan sebagainya. Kita belajar untuk mengkritik dunia pendidikan yang belum maju meski sudah ada dana BOS, kurangnya tenaga PNS dan fenomena guru honorer.
Penulis agama ada Aa Gymnastiar, Alwi Shihab dan sebagainya. Di bidang politik ada Amien Rais, Ahmad Syafii Maarif dan sebagainya. Dari mereka kita belajar secara langsung untuk mengembangkan ide atau gagasan berdasar agama dan pandangan politik.
Kita belajar cara mengkritik atau belajar banyak tentang berbagai seluk beluk keilmuan lainnya yang dibutuhkan oleh penulis. Jika kita menilai sebuah tulisan ternyata dirasa tidak mengenakkan atau memancing kemarahan maka tak perlu ditiru.
Kita belajar mengungkapkan ketidaksetujuan terhadap sesuatu secara elegan. Tidak asal bunyi. Jikalau ada sebuah tulisan yang memancing amarah terus dibalas dengan tulisan yang juga menyerang, lalu apa bedanya kedua tulisan tersebut. Kita belajar berdemokrasi melalui tulisan-tulisan politik meski kadang bikin gerah. Jika sudah seperti itu maka tahan diri dulu. Lingkungan keluarga, masyarakat, buku yang dibaca bisa membentuk kepribadian dan cara pandang serta tulisan yang dihasilkan seorang penulis. Saling menghormati satu sama lain saja. Itulah pentingnya membaca dari para para penulis negeri.
---
Postingan sama di Sini
No comments:
Post a Comment