Bismillah...
*BERTETANGGA DENGAN NABI SHALALLLOHU 'ALAIHI WASALLAM*
Menemani Nabi shallallohu 'alaihi wasallam adalah keutamaan yang sangat besar. Para sahabat radhiyallohu 'anhum menjadi generasi yang paling utama dari umat ini, diantara sebabnya adalah karena mereka mendampingi Nabi shalallallohu 'alaihi wasallam dalam perjuangan islam.
Itulah sebabnya mereka adalah orang-orang yang layak menjadi teladan dalam beragama.
Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud radhiyallohu 'anhu beliau berkata,
مَن كانَ مُسْتَنًّا ، فَلْيَسْتَنَّ بمن قد ماتَ ، فإنَّ الحيَّ لا تُؤمَنُ عليه الفِتْنَةُ ، أولئك أصحابُ محمد - صلى الله عليه وسلم - ، كانوا أفضلَ هذه الأمة : أبرَّها قلوبًا ، وأعمقَها علمًا ، وأقلَّها تكلُّفًا ، اختارهم الله لصحبة نبيِّه ، ولإقامة دِينه, فأعرفوا لهم فضلهم، واتبعوهم على أثرهم، وتمسكوا بما استطعتم من أخلاقهم وسيرهم، فإنهم كانوا على الهدى المستقيم
Barangsiapa ingin mengambil teladan, ambillah teladan dari orang yang telah meninggal. Karena orang yang masih hidup, masih belum aman dari fitnah. Yaitu para sahabat Nabi shallallohu 'alaihi wasallam. Mereka adalah generasi terbaik umat ini, paling bersih hatinya, paling dalam ilmunya, paling sedikit dalam membebani diri.
Alloh memilih mereka untuk mendampingi Nabi-Nya dan menegakkan agama-Nya. Maka ketahuilah keutamaan mereka, ikutilah jejak dan akhlak mereka semampu kalian, karena mereka diatas petunjuk yang lurus."
(Ibnu Abdil Barr, Jaami' Bayaani al-ilmi wafadhlihi 2/947)
Mendampingi Nabi adalah keutamaan, maka orang yang paling bahagia adalah Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallohu 'anhu. Beliaulah sahabat yang paling sering mendampingi Nabi shallallohu 'alaihi wasallam dari awal dakwah islam sampai beliau wafat. Abu Bakar menemani hijrah dan bahkan kuburan beliau juga berdampingan dengan kuburan Rasululloh shallallohu 'alaihi wasallam.
Peluang untuk mendampingi Nabi di dunia sudah tidak mungkin terjadi. Namun ada kesempatan terakhir untuk berdampingan dengan beliau di akhirat kelak. Maka, jangan sampai terlepas dari kita.
*Agar Bisa Bertetangga Dengan Nabi Shallallohu 'Alaihi Wasallam Di Akhirat*
*1. Mentaati Perintah Alloh & Rasul-Nya Shallallohu 'Alaihi Wasallam*
Dalam tafsir Al Baghowy disebutkan, bahwa suatu ketika salah seorang pelayan Rasululloh shallallohu 'alaihi wasallam bernama Tsauban mendatangi Rasululloh shallallohu 'alaihi wasallam dengan wajah bersedih. Nabi shallallohu 'alaihi wasallam bertanya, "Apa yang membuatmu sedih wahai Tsauban?".
Tsauban menjawab,
"Wahai Rasululloh, aku tidak sedang sakit ataupun tertimpa bencana. Hanya saja aku selalu ingat dirimu, dan aku tidak sabar untuk segera berjumpa denganmu. Lalu aku teringat akhirat, dan aku takut tidak akan bisa melihatmu lagi. Karena engkau di surga akan berada di surga yang tinggi. Sedangkan aku, kalaupun ke surga maka tentunya berada di tingkat yang rendah, jauh darimu."
Kemudian turunlah ayat,
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا
Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul-(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (QS. An Nisaa' : 69)
*2. Mencintai Nabi Shallallohu 'Alaihi Wasallam Dengan Benar*
Setiap orang beriman wajib mencintai Nabi shalallohu 'alaihi wasallam melebihi kecintaan pada siapapun.
Rasululloh shalallallohu 'alaihi wasallam bersabda,
لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ رواه البخاري
Tidak sempurna iman salah seorang dari kalian sehingga menjadikan aku lebih ia cintai dari orang tuanya, anaknya dan seluruh manusia”. [HR. Bukhory]
Suatu ketika Umar bin Khotthob berkata pada Rasululloh shallallohu 'alaihi wasallam,
يَا رَسُولَ اللَّهِ لَأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ إِلَّا مِنْ نَفْسِي, فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ نَفْسِكَ. فَقَالَ لَهُ عُمَرُ فَإِنَّهُ الْآنَ وَاللَّهِ لَأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ نَفْسِي. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْآنَ يَا عُمَر ُ
“Wahai Rasululloh... Sungguh engkau lebih aku cintai dari segala sesuatu kecuali diriku,”. Lalu Nabi Shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak, demi Dzat yang jiwaku di tanganNya, sampai aku lebih kamu cintai dari dirimu sendiri”. Lalu Umarpun berkata, “Sekarang, demi Allah, sungguh engkau lebih aku cintai dari diriku sendiri,”.
Kemudian Nabi shallallohu 'alaihi wasallam bersabda, “Sekarang, wahai Umar!” [HR. Bukhory]
Cinta Nabi bukan sekedar hiasan di bibir. Tapi, dibutuhkan bukti yang nyata. Yahudi dan Nasrani mengklaim mencintai Nabi-Nabi mereka. Tapi, mereka akan dimasukkan ke dalam neraka karena kedurhakaan mereka terhadap Nabi-Nabi mereka sendiri.
Bukti cinta Nabi adalah mengamalkan apa-apa yang yang beliau perintakahkan dan menjauhi apa-apa yang beliau larang. Mencintai Nabi, berarti mengamalkan sunnah-sunnah Nabi.
Anas Bin Malik radhiyallohu 'anhu menceritakan,
أنَّ أَعْرَابِيًا قال لرسول الله صلى الله عليه وسلم: مَتَى السَّاعَة؟ قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «مَا أَعْدَدْتَ لَهَا؟» قال: حُبُّ الله ورَسُولِه، قال: «أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ»
Bahwasanya seorang badui bertanya kepada Rasululloh shallallohu 'alaihi wasallam tentang hari kiamat. Lantas beliau menjawab, “Bekal apa yang sudah kamu siapkan untuk menghadapinya?." Kemudian orang badui tadi menjawab, ”Cinta kepada Alloh dan Rasul-Nya."
Rasululloh shallallohu 'alaihi wasallam bersabda, ”Kamu akan bersama-sama dengan orang yang kamu cintai." (HR. Muslim).
Anas bin Malik yang berkomentar, “Aku belum pernah melihat orang islam begitu bahagia setelah masuk islam, seperti saat kami mendengar pernyataan Nabi bahwa siapapun yang mencintai Nabi maka ia akan digabungkan bersama beliau pada hari kiamat.”
Beliau juga berkata, "Aku mencintai Nabi shallallohu 'alaihi wasallam, Abu Bakar dan Umar. Dan aku berharap akan bersama mereka dengan sebab kecintaanku kepada mereka. Meskipun aku tidak beramal seperti amalan mereka" (HR. Bukhari no. 3688 dan Muslim no. 2639)
*3. Memperbanyak Shalat Sunnah*
Dari Rabi’ah bin Ka’ab Al-Aslami radhiyallohu ’anhu, beliau berkata,
” كُنْتُ أَبِيتُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَأَتَيْتُهُ بِوَضُوئِهِ وَحَاجَتِهِ ، فَقَالَ لِي : سَلْ ، فَقُلْتُ : أَسْأَلُكَ مُرَافَقَتَكَ فِي الْجَنَّةِ ، قَالَ : أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ ، قُلْتُ : هُوَ ذَاكَ ، قَالَ : فَأَعِنِّي عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ “. رواه مسلم في ” صحيحه“(489).
Aku pernah bermalam bersama Rasululloh shallallohu ‘alaihi wasallam, lalu aku menyiapkan air wudhu` dan keperluan beliau. Lalu beliau shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda kepadaku, ‘Mintalah sesuatu!’. Maka sayapun menjawab, ‘Aku meminta kepadamu agar aku bisa menemanimu di surga’. Beliau berkata, ‘Ada lagi selain itu?’.
Aku menjawab, ‘Itu saja cukup ya Rasululloh’.
Maka Rasululloh shallallohu 'alaihi wasallam bersabda, ‘Jika demikian, bantulah aku atas dirimu (untuk mewujudkan permintaanmu) dengan memperbanyak sujud (dalam shalat).” (HR. Muslim, no. 489).
Imam Nawawy berkata,
” فيه الحث على كثرة السجود والترغيب به ، والمراد به السجود في الصلاة ” . انتهى من ” شرح مسلم ” (4/206) .
“Di dalamnya terdapat motivasi untuk memperbanyak sujud. Dan yang dimaksud dengan sujud disini adalah sujud dalam shalat.” (Syarah Shahih Muslim: 4/206).
Syaikh Abdul Karim Al-Khudoir berkata,
هذا يدل على أنه لا حد محدد للركعات التي يتطوع بها الإنسان من النوافل المطلقة في ليل أو نهار ، ما في حد محدد، ( أعني على نفسك بكثرة السجود) ، وكلما كان أكثر كانت الإجابة أقرب.
“Ini menunjukkan bahwa shalat sunnah muthlak yang dilakukan oleh seseorang pada saat malam ataupun siang tidaklah ada batasan rakaatnya. Sabda Radululloh shallallohu 'alaihi wasallam, "Jika demikian, bantulah aku atas dirimu (untuk mewujudkan permintaanmu) dengan memperbanyak sujud", Maka semakin banyak sujudnya (dan raka’atnya), semakin besar pula peluang dikabulkan (harapan bisa menemani Rasululloh shallallohu ‘alaihi wa sallam di Surga)”.
Dalam ibadah disamping kuantitas, yang harus diperhatikan juga adalah kualitasnya. Maka disamping memperbanyak sujud, yang harus diperhatikan adalah kualitas dari sujud tersebut.
*4. Berakhlak Yang Baik*
Rasululloh shallallohu 'alaihi wasallam adalah manusia yang paling baik akhlaknya. Alloh memuji beliau,
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِیمࣲ
Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur. [Surat Al-Qalam 4]
Maka, kewajiban kita adalah meneladani akhlak beliau. Kemudian menghiasi diri kita dengan akhlak mulia yang beliau ajarkan.
Orang yang berakhlak mulia, kelak akan berdekatan dengan manusia yang paling mulia.
Dari Jabir radhiyallohu 'anhu, Rasululloh shallallohu 'alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ القِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلَاقًا
"Sesungguhnya yang paling aku cintai di antara kalian dan paling dekat tempat duduknya denganku pada hari kiamat adalah mereka yang paling bagus akhlaknya di antara kalian.” (HR. Tirmidzi no. 1941)
*5. Perbanyak Shalawat*
Seorang pecinta sejati, akan banyak menyebut nama yang dicintainya. Setiap orang muslim mencintai Baginda Nabi shallallohu 'alaihi wasallam. Maka, akan selalu menyebut nama beliau dengan bershalawat.
Rasululloh shallallohu 'alaihi wasallam bersabda,
أَوْلَى النَّاسِ بِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَكْثَرُهُمْ عَلَىَّ صَلاَةً
“Orang yang paling dekat denganku di hari kiamat nanti adalah orang yang paling banyak bershalawat kepadaku.” (HR. Tirmidzi)
*6. Menyantuni Anak Yatim*
Ibnu Sikkith mengatakan,
الْيَتِيمُ فِي النَّاسِ مِنْ قِبَل الأَبِ، وَفِي الْبَهَائِمِ مِنْ قِبَل الأُمِّ، وَلاَ يُقَال لِمَنْ فَقَدَ الأُمَّ مِنَ النَّاسِ يَتِيمٌ
“Kata ‘yatim’ untuk manusia, karena ayahnya meninggal. Sedangkan untuk binatang, kata ‘yatim’ digunakan untuk menyebut binatang yang kehilangan ibunya. Manusia yang kehilangan ibunya tidak bisa disebut yatim.” (Lisanul ‘Arab, 12:645).
Adapun seseorang yang belum baligh dan ditinggal wafat ibunya disebut dengan muqtha’ (Abu al-Hasan Ali bin Ismail w. 458 H, al-Muhkam wa al-Muhith al-A’dzam, h. 9/ 529).
Anak yang bapak dan ibunya telah meninggal (yatim piatu) dalam bahasa arab disebut dengan istilah Lathim. (Ibnu Mandzur al-Ifriqi w. 711 H, Lisan al-Arab, h. 12/ 645).
Para Ulama mendefinisikan yatim dengan;
الْيَتِيمَ بِأَنَّهُ مَنْ مَاتَ أَبُوهُ وَهُوَ دُونُ الْبُلُوغِ. لِحَدِيثِ: ”لاَ يُتْمَ بَعْدَ احْتِلاَمٍ"
”Anak yatim adalah anak yang ditinggal mati bapaknya, ketika dia belum baligh. Berdasarkan hadis: “Tidak ada status yatim setelah mimpi basah.”
(Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, 45:254)
Dikarenakan anak yatim telah kehilangan orang yang memberikan nafkah padanya, maka orang yang menyantuni dan menanggung nafkah kehidupannya mendapatkan keutamaan yang sangat besar.
Rasululloh shallallohu 'alaihi wasallam bersabda,
أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِى الْجَنَّةِ هكَذَا وأشار بالسبابة والوسطى وفرج بينهما شيئاً
“Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini,” sabda beliau sambil mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah beliau dengan agak merenggangkan keduanya. (HR. Al Bukhari)
*7. Banyak Berdoa*
Abdulloh Bin Mas'ud adalah seorang sahabat utama Nabi shallallohu 'alaihi wasallam. Beliau masih khawatir terpisah dengan Nabi, maka beliau berdoa,
َاَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ إِيْمَانًا لاَ يَرْتَدُّ وَنَعِيْمًا لاَ يَنْفَدُ وَمُرَافَقَةَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم فِيْ أَعْلَى جَنَّةِ الْخُلْدِ
"Ya Alloh.. aku mohon kepada-Mu iman yang tidak pernah lepas, kenikmatan yang tidak pernah habis, dan dapat menyertai Nabi Muhammad shallallohu ‘alaihi wasallam di surga yang tertinggi dan kekal." (HR. Ahmad VI/128 dan Ibnu Hibban no. 1970, lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah V/379).
Catatan
Materi Sanlat 25 April 2021
No comments:
Post a Comment