Thursday, September 02, 2021

Tangan Kiri

 Tangan Kiri

Kisah tentangmu seakan tak ada habisnya. Meski ada sesuatu hal yang kau rahasiakan selama hidupmu. Tak tahu, apakah kau ceritakan pada Bulik atau malah kau adukan keluh kesah, dan tangismu kepada Illahi.


Yang kuingat kau pernah mengurung diri di kamarmu sendirian. Tidur terpisah dari bapak. Beberapa hari kau lakukan itu. Sampai kutanyakan kepada bapak. Tak ada jawaban darinya.


Aku yang waktu itu masih SD hanya berpikir, apakah ada kesalahan dariku hingga kau marah dan tak mau menemaniku. Hingga akhirnya tanpa sengaja kau keluar dari kamar. Tak ada senyum dari wajah cantikmu. Kulihat matamu sembab. 


Entahlah apa yang terjadi. 


***

Kuingat saat aku membuatmu kesal, pasti kau hukum. Pantatku kau cethot. Rasanya sakit. Dan itu membuatku jera melakukan perbuatan jelek. Aku takut kalau akan mendapat hukuman lagi.


Setelah beberapa hari mengurung diri akhirnya kau kembali dengan wajah yang sedikit demi sedikit cerah. 


***

Masa SMPku, sering kali kau ajak aku terjaga di malam hari. Shalat tahajud. Meski dengan berat hati dan mata yang masih pedih, kuikuti ajakanmu itu. Semula tahajud kita laksanakan secara berjamaah karena waktu itu aku belum begitu mengenal shalat Sunnah. 


Rangkaian doapun kau tuliskan pada lembaran kertas. Lembaran itu lalu kau fotokopi di Karangmojo. Tentunya bersama Bulik. Kau sama sekali tak bisa mengendarai motor. Ke manapun kau pergi, termasuk ke sekolah luar biasa, pasti diantar jemput Bulik. 


"Iki diwaca nek bar shalat," begitu katamu saat menyerahkan tulisan berhuruf Hijaiyah. 


"Masa berdoa sambil baca, Bu…" 


"Tak apa. Kamu baca tulisan itu terus. Lama-lama kamu hafal…"


Dan benar, dengan seiring berjalannya waktu, aku hafal. Jadi kertas berisi rangkaian doa itu tak kubaca lagi. Cukup dengan hafalanku.


***

Masa SMA aku bersekolah di Wonosari. Karena jarak yang cukup jauh dan aku belum bisa berkendara, kau carikan kos untukku. Kepulanganku kau tunggu di setiap Sabtu sore. 


Kutahu kau merasa ada yang hilang saat aku kos. Begitu juga saat aku berkuliah di Yogyakarta. Aku tinggal di perumahan yang kau beli bersama bapak. Selama empat tahunan aku di sana. Dan sama, kau selalu menantiku di Sabtu sore.


***

Rona bahagia ketika satu persatu keempat putrimu menyelesaikan kuliah. Senyum indahmu kini kulihat dalam album foto. 


Ya...kau telah berpulang di penghujung bulan Januari. Setelah perjuanganmu untuk sembuh setelah serangan stroke pada Juli duaribu sepuluh.


Stroke yang membuat aktivitasmu terbatas. Berjalan dengan tongkat. Ke masjid dengan diantar aku atau saudara lain dengan kursi roda. Shalat pun kau lakukan di luar serambi masjid. Belum ada tempat khusus untukmu mendirikan shalat di sana.


Stroke juga membuatmu melakukan segala aktivitas dengan tangan kiri. Aku tahu, beraktivitas, termasuk makan, dengan tangan kiri membuatmu tak nyaman.


"Kalau makan pakai tangan kanan. Kalau dengan tangan kiri kayak setan." Nasehatmu kalau aku dan saudara-saudara makan dengan tangan kiri.


Pasti ada dilema di hati dan pikiranmu. Apalagi saat berkunjung ke rumah Bulik atau tetangga, pasti kau tolak minum atau makan. Kau gelengkan kepala sambil tersenyum, "nanti saja. Aku belum lapar. Belum haus".


"Nggak apa-apa, mbakyu." Kata Bulik.


"Kayaknya ibu malu karena makan minum dengan tangan kiri, Lik." 


**

Ibu, kini kau tak merasakan malu lagi. Kau sehat lagi. Kau sembuh. Tapi tak di dunia ini. Tangan kananmu sudah pulih. Kau tak makan minum dengan tangan kirimu.





No comments:

Post a Comment