Mendampingi Murid secara Utuh dan Menyeluruh dengan Asas Trikon (2)
Pada kurikulum merdeka, dikembangkanlah asas Trikon yang diambil dari filosofi Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara. Meski sebenarnya pada kurikulum sebelumnya (Kurikulum 2013) yang menjadi acuan juga nilai-nilai dari filosofi Ki Hajar Dewantara. Namun asas Trikon ini baru dikenalkan pada Kurikulum Merdeka.
Kesemuanya ini harus dipahami oleh guru, sebagai fasilitator bagi siswa dalam proses belajar mengajar.
Proses pembelajaran yang selama ini dilakukan mungkin masih banyak yang monoton. Karenanya siswa merasa jenuh. Padahal guru harus bisa mendampingi murid/siswa dengan utuh dan menyeluruh.
Patut sekali apabila guru berusaha maksimal untuk memperbaiki pembelajaran. Yang menjadi pertanyaan, proses pembelajaran seperti apa yang ingin guru perbaiki dengan menggunakan asas Trikon?
Sebelum membahas lebih lanjut tentang Trikon untuk pembelajaran pada Kurikulum Merdeka, ada baiknya kita tahu apa yang dimaksud dengan Trikon.
Trikon meliputi asas kontinyu, konvergen dan konsentris. Ketiganya memang sangat dibutuhkan dalam pembelajaran. Di mana pembelajaran harus kontinyu dalam artian berkesinambungan dan tidak loncat-loncat dari tingkat bawah hingga tingkat atas.
Misalnya saja dalam pembelajaran Matematika, dari tingkat bawah para siswa mempelajari bilangan kemudian di kelas lebih atas yang dipelajari tentang bilangan pecahan, dst. Itu berlaku juga dalam materi dan pelajaran lainnya seperti Bahasa Indonesia, PPKn, IPA, IPS, Matematika dsb.
Selama tujuh belas tahun mengajar, saya merasa belum sempurna dalam proses pembelajaran di kelas, karenanya saya akan selalu memperbaiki cara pembelajaran yang mudah dan menarik. Bisa saya lakukan dengan berdiskusi dengan teman dalam Kelompok Kerja Guru (KKG), webinar, browsing di internet, atau mengunjungi channel-channel pendidikan di YouTube dan sebagainya. Ya demi memperbaiki kualitas saya dalam pembelajaran di kelas.
Konvergen dalam artian mengambil sisi baik dari beberapa metode pembelajaran dari luar negeri juga perlu dipelajari. Anak dididik untuk disiplin dari hal yang kecil, seperti yang berlaku di Jepang, Finlandia atau bahkan Belanda.
Begitu juga konsentris. Pembelajaran harus tetap memberdayakan dan nguri-uri kabudayan masing-masing daerah, karena kebudayaan bisa lestari jika generasi muda mengenal budayanya.
Jadi, pembelajaran harus berkesinambungan, meniru hal baik dari luar dan tetap berpegang pada kepribadian bangsa.
Dengan begitu, Profil Pelajar Pancasila yang menjadi muara Kurikulum Merdeka bisa tercapai.
Branjang, 26 Agustus 2022
No comments:
Post a Comment