Showing posts with label kumpulan Refleksi Merdeka Mengajar. Show all posts
Showing posts with label kumpulan Refleksi Merdeka Mengajar. Show all posts

Saturday, September 03, 2022

Perubahan Pandangan Saya terhadap Sesuatu

 Apakah Ibu/Bapak pernah memiliki perubahan pandangan terhadap sesuatu? Kenapa perubahan pandangan itu terjadi?


Sudah pasti saya memiliki perubahan pandangan terhadap sesuatu. Contohnya: dulu saya begitu ingin menjadi guru sejarah di SMP/SMA karena saya lulusan Pendidikan Sejarah UNY. 


Saya sempat mengajar di SD dan SMP dalam kurun waktu yang cukup lama. Karena perubahan aturan, di mana beban mengajar guru yang semula 18 jam perminggu menjadi 24 jam perminggu, akhirnya saya memutuskan untuk keluar dari SMP. Bagaimanapun saya hanya GTT di sana, sudah pasti kalah dengan mereka yang PNS.


Dengan lapang hati pada tahun 2011 saya mundur dari SMP dan fokus mengajar di SD. Alhamdulillah rupanya rezeki saya memang tidak dengan mengajar di SMP.


Di SD, saya bisa mengikuti PLPG tahun 2013 dan lulus. Saya bisa menikmati TPG. Kemudian sekitar 2017 saya mengikuti program inpassing. Alhamdulillah saya dinyatakan layak untuk menerima inpassing. 

P

Sampai tahun ke 16 di SD saya menerima inpassing di mana TPG saya setara dengan guru PNS golongan 3 masa kerja 12 tahun.


Kemudian tahun 2021 saya mengikuti seleksi ASN PPPK. Alhamdulillah saya diberi kemudahan. Dan kini saya sudah menjadi ASN PPPK.


Perubahan pandangan, yang semula perfect ingin jadi guru sejarah berubah menjadi guru SD memang tidak serta Merta terjadi. Semua ada prosesnya. 


Kedewasaan berpikir realistis menjadi alasan perubahan pandangan itu. Selain itu rasa syukur juga bisa membuat hati yang semula keukeuh ingin menjadi guru SMP/SMA kini bisa lebih menerima keadaan.


Alhamdulillah. Maka nikmat Tuhan mana yang saya sangsikan?


Pengalaman Saat Membantu Murid dan Mendapatkan Pertanyaan yang Kritis dari Murid

 Apa pengalaman berkesan Ibu dan Bapak saat membantu murid mencapai tujuan belajarnya?

Pengalaman yang berkesan saat menemukan bakat siswa dengan mendengarkan suaranya saat menyanyi. Siswa yang suaranya merdu, saya langsung komunikasikan dengan guru agama. Saya ungkapkan bahwa siswa tersebut akan saya latih untuk qiroah atau seni baca Alquran. Alhamdulillah sampai saat ini, anak itu sering juara dalam lomba seni baca Alquran.

Ceritakan pengalaman yang berkesan ketika Ibu/Bapak mendapatkan pertanyaan kritis dari murid-muridnya.


Para siswa SD adalah siswa yang pada perkembangan kognitif, afektif dan psikomotoriknya selalu maju. Ada saja pertanyaan yang muncul saat pembelajaran.


Dengan melihat alam saja (saat pembelajaran dilaksanakan di luar kelas) muncul pertanyaan,"Bu guru, kenapa batunya bisa seperti ini?". Siswa itu menunjukkan sungai yang saat musim kemarau terlihat jelas tampaknya batuannya.


Waktu itu kelas IV, belum ada materi pelajaran tentang jenis batuan. Maka saya jawab secara sekilas kalau batuan itu termasuk batuan sedimen karena batuannya berlapis-lapis. Penyebabnya karena sedimentasi pada batuan-batuan yang dilalui, kemudian menumpuk terus menerus. Arus air membuat batuan itu ada yang lancip, oval, tumpul dan sebagainya. 


Pertanyaan lain yang muncul seperti mengapa anak lelaki harus khitanan dan anak perempuan tidak dikhitan? Nah, untuk menjelaskan itu saya meminta bantuan guru agama (untuk pendekatan agamanya). Sedangkan dari segi kesehatan, saya jelaskan secara sekilas bahwa khitanan akan lebih menyehatkan anak laki-laki.


Tentu banyak pertanyaan lain yang kadang membuat saya terkejut. Tak menduga kalau siswa sangat kritis terhadap lingkungannya.


Hambatan dan sikap Mandiri saat Bersekolah Dulu

 Apa hambatan yang biasanya Ibu/Bapak temui dulu ketika sekolah saat melakukan kerja kelompok? Bagaimana menghadapinya?

Ketika sekolah dulu, dalam bekerja sama dengan teman sekelas sering mengalami kendala. Salah satunya, ada teman yang hanya titip nama saja untuk tugas berkelompok. Sedangkan teman yang lain saling bahu-membahu dalam menyelesaikan tugas.


Karenanya saya atau teman-teman melaporkan kelakuan teman yang tak mau kerjasama itu agar dinasehati.


Saat kita bersekolah dulu, sikap mandiri seperti apakah yang kita punya? Silahkan tuliskan satu hal/kegiatan yang mencerminkan sikap mandiri.


Saat bersekolah di SD, dulu belum ada penjaga sekolah. Jadi untuk menyiapkan minum bapak ibu guru, para siswa piket. Piket dibagi. Ada yang mencuci gelas/piring, menimba air untuk mencuci gelas dan piring, mengisi cerek dan memasak air, membuat teh, menyapu halaman sekolah, mencabuti rumput di sekitar sekolah, dll.


Lain lagi saat SMP. Dulu siswa saat mau ke sekolah kebanyakan jalan kaki atau bersepeda. Kami jarang diantar orangtua untuk berangkat ke sekolah. Tak seperti sekarang, siswa SMP diantar jemput saat berangkat maupun pulang. Kalau tidak, mereka berkendara sendiri. Padahal itu sangat berbahaya.


Saat masuk SMA, saya ngekos karena jarak sekolah dari rumah sangat jauh. Mau tak mau saya lebih mandiri untuk memasak, mencuci baju, menyetrika, mengeposkan uang jatah mingguan agar cukup.


Itulah beberapa kemandirian saya waktu sekolah. Tentunya tak semua saya tuliskan.


Pengalaman Bergotong Royong yang Paling Berkesan

 Apakah pengalaman bergotong royong Ibu/Bapak yang paling berkesan? Apa peran Ibu/Bapak dalam gotong royong tersebut?


Bergotong royong atau bekerjasama di manapun dan kapanpun dengan siapapun pasti ada kesannya sendiri-sendiri.


Kerjasama dengan rekan kerja di sekolah akan mempererat hubungan sosial di antara sesama rekan kerja. Kami semakin rukun, damai meski ada beberapa perbedaan pandangan.


Begitu juga di masyarakat. Kerjasama akan membuat hubungan masyarakat lebih kuat, saling menghargai dan memupuk jiwa sosial dsb.


Sedangkan di lingkungan keluarga, kerjasama akan membuat hubungan keluarga lebih harmonis, saling melengkapi satu sama lain.


Jadi, kerjasama di manapun akan memiliki kesan yang kuat. Tidak ada kesan yang menonjol pada salah satu lingkungan saja.


Budaya, Adat, Tradisi yang Khas di Sekolah

 Adakah budaya/adat/tradisi yang khas di sekolah Ibu/Bapak? Seperti apakah itu?



Tradisi khas dari sekolah kami adalah pengenalan cara membuat batik dengan teknik jumput dan teknik lainnya. Selain itu dikembangkan pula pidato dalam bahasa Jawa (sesorah).


Dengan diajari cara membuat batik tersebut, siswa bisa mengira-ngira bagaimana jika batik dibuat dengan teknik canting-an. Mereka akhirnya akan menghargai betapa adiluhungnya batik di berbagai wilayah nusantara.


Pengembangan sesorah jelas melatih siswa berani tampil dengan bahasa daerah yang kadang sulit dipahami oleh siapapun, meski orang itu berasal dari Jawa. Membaca teks bahasa Jawa sering dikeluhkan siswa karena cara bacanya yang unik dan gampang-gampang susah.


Meski begitu budaya-budaya tersebut memang harus diperkenalkan sejak dini. Agar kecintaan terhadap budaya bangsa tidak terkikis oleh perkembangan zaman.


Pengalaman Berinteraksi dengan Budaya/Bahasa yang Berbeda

 Apa pengalaman Ibu/Bapak yang paling berkesan ketika berinteraksi dengan budaya/bahasa yang berbeda? Bagaimana Ibu/Bapak menanggapi hal tersebut?


Ketika kuliah tahun 2000an untuk pertama kalinya berkomunikasi dengan sahabat dari daerah lain seperti Sunda, Ambon, Sumatera. Bahagia tentunya. Kami saling bercerita tentang budaya, adat istiadat dan sebagainya.


Meski berbeda dalam bahasa, bahasa persatuan tetap sebagai alat komunikasi yang paling utama.


Selepas lulus kuliah, belum lama ini saya dengan sahabat saya dari Sunda saling berkomunikasi tentang kosakata yang hampir sama antara kosakata dari bahasa Jawa dan Bahasa Sunda.


Kemudian, saya bergabung dengan penulis-penulis dari berbagai penjuru tanah air. Kami dipertemukan melalui blog bersama, Kompasiana.


Saat chatting dengan menggunakan bahasa Jawa. Salah satu sahabat dari Bengkulu, kebetulan istrinya (almarhumah) dari Magelang, sering buka Mbah Google untuk translate chat berbahasa Jawa dari saya atau penulis lainnya.


Tetapi kalau bahasa Jawa Krama biasanya jarang kami gunakan. Karena belum tentu bisa dicari di Google. 


Pada akhirnya saya pribadi menyadari bahwa komunikasi bisa membuat grup nyaman, apalagi jika dengan menggunakan bahasa Indonesia. Itu yang saya pegang teguh sampai sekarang.


Mengenal Profil Pelajar Pancasila

 Mengenal Profil Pelajar Pancasila (PPP) dan Beberapa Penerapannya dalam Pembelajaran 


Profil Pelajar Pancasila (PPP) merupakan sejumlah karakter dan kompetensi yang diharapkan untuk diraih oleh peserta didik, yang didasarkan pada nilai-nilai luhur Pancasila (guru.kemdikbud.go.id). Karakter dan kompetensi inilah yang dikembangkan dalam pembelajaran dengan Kurikulum Merdeka.


Kali ini, saya akan ulas beberapa hal yang berkaitan dengan PPP. 


Pertama, harapan saya pada pendidikan Indonesia. Sebagai seorang pendidik saya berharap pendidikan di Indonesia maju. Bisa menghasilkan manusia Indonesia yang utuh. Sukses di persaingan dunia/global. Tanpa meninggalkan kepribadian bangsa. 


Budaya luar boleh saja ditiru tetapi tidak harus semua. Hanya yang sesuai dengan kepribadian bangsa. Ada filter dasar negara Pancasila yang perlu dikembangkan sejak dini. Dari jenjang Paud/TK sampai SMA/SMK.


Saya berharap Saya Indonesia Saya Pancasila bukan sekadar jargon saja. Harus benar-benar bisa terwujud jiwa Pancasila di hati sanubari di manapun berada.


Semoga pendidikan dengan Kurikulum Merdeka bisa mewujudkan itu semua. Tentu dengan dukungan berbagai pihak seperti guru/sekolah, siswa, masyarakat. Semua saling bahu membahu untuk memajukan bangsa dan negara di tengah gempuran kemajuan zaman.


Kedua, dimensi PPP yang terdiri dari enam Dimensi yaitu 


Beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia

Mandiri

Bernalar kritis

Berkebinekaan global

Gotong royong

Kreatif

Untuk saat ini dimensi Profil Pelajar Pancasila yang paling dominan adalah gotong royong. Mengingat para siswa berdomisili di pedesaan yang sangat erat dengan budaya gotong royong.


Gotong royong yang dilakukan bisa terjadi di sekolah, rumah dan lingkungan masyarakat.


Saat di rumah, para siswa membantu orangtua misalnya menyapu, merapikan kamar, menyiram bunga, mengajak bermain adik dan sebagainya.


Di lingkungan sekolah, para siswa bergotong royong dalam menyelesaikan tugas berkelompok, piket kelas, membersihkan lingkungan sekolah, menjaga kebersihan kamar mandi, diskusi kelompok dll.


Di lingkungan masyarakat, siswa bisa membantu ketika ada kerja bakti di masjid, balai dusun, dan sebagainya.


Tentu saja dimensi gotong royong ini sangat baik dan bisa menumbuhkan dimensi mandiri, di mana siswa tidak mengandalkan orang lain dalam berbagai hal. 


Selain itu dimensi gotong royong bisa menumbuhkan dimensi berkebinekaan global. Di mana para siswa memahami bahwa dalam bergotong royong pasti menemukan perbedaan. Namun perbedaan tersebut menjadikan sikap saling menghormati satu sama lain.


Ketiga, dari dimensi yang pertama, Dimensi Beriman, Bertakwa kepada Tuhan YME, dan Berakhlak Mulia saya bisa belajar banyak hal.


Dimensi yang dikembangkan dalam Kurikulum Merdeka Belajar ---dimensi beriman, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia--- membawa dampak yang luar biasa bagi sikap dan pemikiran siswa. Dampak positif tentunya.


Melihat dampak positif dari dimensi ini, maka sudah selayaknya guru membantu siswa dan memfasilitasi agar dimensi ini bisa berkembang dengan baik. Dan guru harus terus berkolaborasi dengan orangtua siswa dan lingkungan masyarakat untuk mewujudkannya.


Pada dasarnya kesuksesan siswa memang dibantu tiga pusat pendidikan yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat.


Mengingat pentingnya dimensi beriman, bertakwa kepada Tuhan YME dan Berakhlak Mulia, maka strategi pembelajaran yang ingin segera saya coba praktikkan di kelas bisa saya jabarkan sebagai berikut.


Untuk menguatkan Dimensi Beriman, Bertakwa kepada Tuhan YME dan Berakhlak Mulia, maka saya akan menyiapkan strategi pembelajaran sebagai berikut:

1. Mengawali pembelajaran dengan berdoa sesuai dengan agama/kepercayaan masing-masing siswa. Langkah ini akan membuat lancarnya kegiatan pembelajaran.

2. Mengingatkan kepada siswa untuk selalu berdoa untuk mengawali dan mengakhiri setiap aktivitas. Misalnya berdoa sebelum dan sesudah makan dsb.

3. Mengajak siswa untuk bersyukur atas segala nikmat dari Tuhan YME. Caranya dengan berbuat baik kepada sesama manusia, hewan, tumbuhan dan alam.

4. Mengajak siswa untuk menanam dan merawat tanaman penghijauan di sekolah agar udara segar dan lebih menyehatkan. 

5. Menanyakan hewan peliharaan di rumah. Lalu menasehati agar siswa merawat hewan peliharaan itu dengan penuh kasih sayang. Caranya dengan memberi makan setiap hari, menjaga kebersihan lingkungan hewan berada, dsb.

6. Mengajak siswa untuk mewujudkan kasih sayang kepada orangtua. Karena orangtua adalah orang yang sangat berharga dan harus dihormati. Bahkan ridho Allah tergantung kepada ridho orang tua. Siswa harus menghormati, menyayangi kedua orang tua agar diberi kemudahan dalam belajar, dll.

6. Menghormati orang yang lebih tua dan menyayangi kepada teman dan orang yang lebih muda dari kita. Tujuannya agar siswa menjadi pribadi yang santun dan juga disayangi oleh sesama.

7. Mengakhiri pembelajaran dengan berdoa sesuai dengan agama/kepercayaan masing-masing. 

8. Tidak jemu mengingatkan siswa agar melaksanakan ibadah shalat lima waktu (bagi siswa muslim) dan bagi siswa non muslim tetap diingatkan untuk beribadah sesuai ajarannya masing-masing.


Tentu masih banyak lagi strategi pembelajaran lainnya. Dan itu bisa dikembangkan setiap hari tanpa mengenal waktu.


Branjang, 31 Agustus 2022


Aksi Nyata: Mengapa Kurikulum Berubah?

 Pengenalan Kurikulum: Mengapa Harus Berubah?

Dalam beberapa tahun terakhir, kurikulum yang berlaku selalu berganti. Mulai Kurikulum KTSP, KBK, KTSP, Kurikulum 2013 setidaknya berlaku sejak 2006 hingga 2021/2022. Bahkan ketika saya mengajar mulai Juli 2005, yang berlaku masih Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999. 


Garis besar dari perubahan kurikulum karena ingin mencari kurikulum yang sempurna. Akibatnya di kalangan masyarakat umum sering dilanda sentimen akan hasil atau output sekolah dari kurikulum yang berubah-ubah itu.


Dahulu, pembelajaran semua beroperasi dari Senin sampai Sabtu. Kemudian dalam perkembangannya, pelaksanaan pembelajaran ada yang lima hari kerja. Ada pula yang masih enam hari kerja.


Sebagai guru, sebenarnya dalam menanggapi perubahan kurikulum tidak masalah asal buku penunjang dan pelatihan dilaksanakan jauh-jauh hari sebelum pelaksanaan kurikulum yang bersangkutan.


Bagaimanapun buku sangat berperan penting dalam pembelajaran. Budaya membaca di Indonesia masih rendah. Jadi harus mengejar ketertinggalannya.


Kembali ke Kurikulum yang berubah itu, dari berbagai praktisi mengemukakan bahwa perubahan itu dibutuhkan karena perkembangan dan tantangan zaman.


Dari beberapa sahabat yang saya mintai pendapat, ada yang setuju dan ada yang tidak setuju dengan perubahan kurikulum. Itu adalah hal yang wajar. Karena kurikulum baru mau mapan, tetapi tiba-tiba ada kurikulum yang baru. Meski kurikulum tersebut sebenarnya pengembangan dari pendapat Ki Hajar Dewantara.


Untuk memberikan pandangan mengapa Kurikulum Merdeka harus didukung, saya mencoba untuk mensosialisasikan kepada sahabat baik guru, pejabat dinas pendidikan, orangtua karena mereka adalah mitra yang bisa mendukung pendidikan siswa. Keberhasilan dan kesuksesan para siswa dalam belajar tidak hanya tergantung di sekolah namun didukung keluarga dan masyarakat.


Berikut link video yang saya share kepada tiga pilar pendidikan itu. Saksikan di https://youtu.be/OxbRgMcwkKQ


Saya pribadi berharap apapun Kurikulum yang berlaku, para siswa nyaman belajar bersama guru/sekolah, orang tua maupun masyarakat. Semua harus saling bahu-membahu dalam menunjang keberhasilan generasi penerus bangsa itu.


Gunungkidul, 6 Juli 2022

Zahrotul Mujahidah, S.Pd.


Hal yang Signifikan dalam Implementasi Kurikulum Merdeka dan yang Membuat Semangat

 Perubahan apa yang Ibu/Bapak rasa akan paling signifikan di kelas dengan implementasi Kurikulum Merdeka?

Dengan penerapan Kurikulum Merdeka saya membayangkan dan memimpikan kelas yang siswanya aktif, dengan kemampuan mereka tanpa tekanan dari guru. Siswa juga kreatif dalam materi-materi pelajaran dengan bimbingan guru. 


Selain itu, saya ajak para siswa untuk berbangga hati dengan karyanya. Caranya saya ajak para siswa memajang karya-karya mereka tanpa membedakan siswa.


Sudah saatnya para siswa belajar saling menghargai kelebihan dan kekurangan sesama teman. Jadi, para siswa benar-benar menjadi siswa yang menjunjung nilai-nilai Pancasila. 


Setelah mengenal perubahan utama pembelajaran pada kurikulum merdeka, hal apa yang paling membuat Ibu dan Bapak Guru bersemangat? Mengapa?


Saya pribadi berharap banyak dari perubahan pembelajaran dengan Kurikulum Merdeka. Tentunya harapan itu membuat saya sangat bersemangat.


Impian dan harapan saya, para siswa lebih leluasa dalam belajar. Merdeka tetapi tetap pada koridor dan pengawasan dari guru di kelas.


Perbedaan Antara Murid Se-Zaman Saya dan Murid Zaman Now

 Perbedaan antara Murid Sezaman dengan Saya dan Murid Zaman Now


Mempelajari tentang kurikulum merdeka melalui platform Merdeka Mengajar tentu membutuhkan waktu dan kesabaran tinggi. Tak jarang guru-guru mengulang modul dalam bentuk video atau file lain, jika pada saat mengisi post test ternyata belum lolos. 


Materi kedua yang saya pelajari adalah tentang Kurikulum Merdeka. Ada beberapa refleksi yang coba saya ulas di sini. 


Ada sebuah refleksi yang harus dituliskan. Pertanyaan pertama, jika dibandingkan saat Ibu dan Bapak Guru menjadi murid dahulu dan murid-murid sekarang, hal apa saja yang berbeda?


Tentu saja saya menjawab sesuai pengalaman selama sekolah maupun sudah bekerja di instansi sekolah. Saya membandingkan perbedaan tidak secara menyeluruh. Saya yakin, setiap guru atau orang memiliki pandangan tersendiri tentang perbedaan saat menjadi murid dibandingkan dengan murid-murid zaman now.


Tahun 1998an saya mulai masuk SD swasta. Di sana ada Bu Binti yang sabar membimbing agar para siswa baru di kelas 1 bisa membaca. Tentunya pelajaran membaca masih menggunakan teks "Ini Budi" yang melegenda itu. Pengenalan huruf masih dipelajari pada awal masuk kelas 1. 


Tentu saat itu saya belum memahami apa maksud dari kurikulum, RPP, dan sebagainya. Tapi saya ingat, dulu adanya istilah GBPP. Itu saya ketahui dari perangkat pembelajaran yang dibuat ibu. Lagi-lagi saya kurang paham tentang kurikulum. Tahunya hanya belajar, gurunya memberikan materi pelajaran, baik itu menulis, membaca dan berhitung.


Sedangkan beberapa tahun terakhir, kurikulum yang dipergunakan sebagai acuan pembelajaran adalah Kurikulum 2013. Dalam buku, teks pelajaran sudah bermacam-macam sehingga tak jarang membuat orang tua siswa sudah bingung duluan ketika anaknya yang baru masuk SD ternyata belum bisa membaca. Bahkan hafal huruf alfabet saja ada yang kesulitan.


Mau tak mau orangtua siswa mendaftarkan putra/putrinya untuk les privat atau bimbingan belajar agar anaknya bisa membaca dengan lancar.


Perbedaan kedua, materi untuk tingkat SD sudah cukup sulit. Di semua mata pelajaran. Bahkan ada salah satu sahabat saya yang sering curhat kalau dia kesulitan dalam mendampingi buah hatinya untuk belajar.


"Materi pelajaran sudah sangat beda dengan materi saat saya sekolah ya, Bu" curhatnya. Saya tersenyum. Saya paham bahwa orang tua akan kesulitan membantu putra/putrinya dalam belajar. Apalagi saat masa pandemi mengharuskan anak belajar di rumah. Hampir dua tahun para siswa kurang sentuhan dari guru mereka.


Semakin sulitlah dalam mengajar, membimbing dan mendidik siswa. Itu tak hanya terjadi di luar Jawa yang fasilitas internet sangat terbatas. Di pulau Jawa saja masih banyak kendala.


Namun dibalik sisi negatif pembelajaran jarak jauh selama pandemi covid 19, para siswa juga semakin lihai dalam mengoperasikan gawai sebagai salah satu sumber belajar karena keterbatasan kemampuan orangtua dalam membersamai belajar. Sedangkan saya sendiri mengenal gawai setelah bekerja. Sangat beda cara belajarnya. 


Pertanyaan kedua, setelah mempelajari materi ini, hal apa yang paling semangat ingin Ibu dan Bapak Guru coba?

Penyusunan Kurikulum Operasional Satuan Pendidikan sejak dulu sudah disesuaikan dengan lingkungan tempat siswa belajar. Hanya saja memang penyusunan kurikulum belum melibatkan siswa. Pihak pengembang kurikulum tidak menanyakan minat siswa tetapi sudah memberikan pilihan untuk kegiatan intra maupun ekstra kurikuler.

Sekarang, bersama rekan-rekan kerja, Komite Sekolah dan perwakilan orangtua siswa mencoba untuk menawarkan ekstra olahraga dan membatik sederhana. Harapannya kesemuanya bisa memacu siswa untuk belajar yang menyenangkan.


Pertanyaan ketiga, Ibu dan Bapak Guru, ceritakan yuk tentang waktu favorit bersama murid! Waktu favorit ketika sedang melakukan apa?


Selama tujuh belas tahun menjadi pendidik, ada banyak cerita yang berkesan bagi saya, terutama saat membersamai murid.


Pertama, saat sekolah tak memiliki guru olahraga, kekurangan guru kelas, saya mengampu semua mata pelajaran di kelas IV. Ya meski sangat terbatas kemampuan saya. Maklumlah, guru kelas SD harus mengajar Pendidikan Al Islam, Kemuhammadiyahan, Tematik, Mulok (Bahasa Jawa), Matematika. Total jam melebihi 40 jam pelajaran perminggunya.


Meski begitu saya merasa bisa luwes dalam membagi waktu. Termasuk belajar di luar kelas. Saya mengajak siswa belajar di hutan kayu putih di pojok dusun atau ke sungai yang debit airnya selalu berkurang saat musim kemarau tiba.


Kedua, saat masa pandemi dan memberikan tugas mengarang dalam Bahasa Jawa. Sangat beragam ceritanya. Malah salah satu karya siswa bisa saya abadikan dalam bentuk karya cerita anak dengan judul Layang Kagem Bu Guru. Cerita anak itu saya publikasikan di Kompasiana, wadah para penulis dari Sabang sampai Merauke.


Ketiga, saat saya mengajar di mana ada anak kandung saya. Itu sangat berkesan bagi saya pribadi. Sekaligus menjadi sebuah tantangan karena saya sempat khawatir kalau nantinya saya tidak bisa obyektif. 


Ternyata itu terlalui dengan baik. Saya merasa bersyukur karena dipercaya oleh Kepala Sekolah untuk mengampu kelas di mana ada anak kandung saya. Kepercayaan dari beliau merupakan penghargaan yang saya nilai sangat baik.


Branjang-Melikan, 30 Agustus 2022


Membuat Strategi Penerapan Merdeka Belajar

 Membuat Strategi Penerapan Merdeka Belajar


Para siswa sudah tentu senang dalam belajar di sekolah. Apalagi jika guru sangat kreatif dalam membuat strategi pembelajaran. Anak-anak tidak akan bosan belajar. Mereka akan belajar, tanpa merasa digurui.


Sebagai siswa pastinya tidak mau jika hanya dianggap sebagai objek pembelajaran. Mereka ingin dianggap sebagai subjek. Sehingga segala sesuatu dalam pembelajaran merekalah pusat pembelajaran. Tak lagi guru yang sibuk menjelaskan materi pelajaran dengan metode ceramah.


Selama tujuh belas tahun mengajar, ada banyak strategi pembelajaran yang saya gunakan untuk menarik minat siswa. Misalnya saja, saat mengajar kelas V pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) terdapat materi tentang jenis batuan.


Meski tinggal di pedesaan tak semua siswa mengamati jenis-jenis batuan. Karenanya saya mengajak siswa untuk keluar kelas. Mereka saya beri tugas untuk mengumpulkan bebatuan di sekitar sekolah.


Bebatuan itu dikumpulkan perkelompok. Kelompok sudah dibagi sebelumnya. Kemudian siswa menentukan bebatuan itu termasuk batuan beku, sedimen atau metamorf.


Para siswa mendiskusikan bebatuan yang ditemukan di dalam kelas. Kemudian menuliskan hasil diskusi pada lembar pengamatan siswa. 


Setelah selesai, para siswa mempresentasikan hasil pengamatan di depan kelas secara bergantian. Tanya jawab dilakukan sekiranya mereka ternyata menemukan bebatuan dengan jenis yang sama tetapi dari hasil pengamatan ditemukan perbedaan jenis batuan.


Barulah setelah siswa mempresentasikan hasil pengamatan, bersama guru para siswa mengambil kesimpulan bahwa jenis batuan itu ada tiga macam dan memiliki ciri-ciri tersendiri.


Strategi lainnya saya mengajak siswa outing class saat mengajar di kelas IV. Kebetulan materinya tentang pelestarian peninggalan sejarah. 


Nah, karena siswa jarang ke tempat wisata bersejarah maka saya ajak mereka ke salah satu situs bersejarah di satu desa, hanya berbeda dusun yaitu Situs Gondang. Para siswa saya ajak ke Situs Gondang dengan bersepeda. Kegiatan dilaksanakan pada sore hari.


Saya mengajak siswa untuk mengenal lingkungannya. Siswa pada akhirnya tahu bahwa di sekitar tempat tinggalnya terdapat peninggalan sejarah yang harus dijaga dan dilestarikan.


Saya ingin mereka tahu bahwa peninggalan sejarah sangat berharga, tidak bisa dinilai dengan uang. Jadi, kelak ketika mereka dewasa tidak merugikan negara dengan menjual peninggalan-peninggalan sejarah.


Dalam pembelajaran Matematika, saat materinya tentang luas bangun datar, saya ajak para siswa menjejer bukunya untuk mengukur luas permukaan meja. 


Selain itu saat materi Sifat-sifat Cahaya, para siswa saya ajak langsung untuk membuktikan.


Peralatan tentu disesuaikan dengan panduan. Jikapun tidak bisa dengan bantuan laptop atau HP yang dinyalakan. Hasil pengamatan ditulis pada lembar pengamatan.


Kemudian, setelah selesai mengamati, para siswa mempresentasikan hasil pengamatan di kelas. Lalu ditarik kesimpulan bahwa cahaya memiliki sifat-sifat misalnya dapat merambat lurus, dan sebagainya.


Refleksi proses: strategi pembelajaran sangat menentukan seberapa siswa mau belajar dengan semangat dan senang. Karenanya guru —terutama saya— harus lebih kreatif untuk melaksanakan pembelajaran sesuai Kurikulum Merdeka Belajar.



Pendidikan yang Mengantarkan Keselamatan dan Kebahagiaan

 Pendidikan yang Mengantarkan Keselamatan dan Kebahagian


Keselamatan dan kebahagiaan anak menjadi impian setiap orangtua. Hal ini bisa diraih dengan pendidikan baik di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.


Pendidikan di keluarga jelas menjadi tanggung jawab seluruh anggota keluarga di rumah. Jika menemukan kesulitan maka bisa meminta pihak lain untuk membantu. Setidaknya meminta bantuan sekolah —jika anak sudah bersekolah — dan masyarakat —ketika bersosialisasi di lingkungan masyarakat—.


Untuk mewujudkan anak yang selamat dan bahagia, di sekolah ada banyak hal yang bisa ditempuh. Guru harus banyak belajar untuk menciptakan pembelajaran yang menyelamatkan dan membahagiakan siswa, dalam jangka waktu pendek maupun jangka waktu panjang.


Dalam rangka memahami cara menyelamatkan dan membahagiakan siswa, maka ada beberapa pertanyaan yang bisa menjadi bahan refleksi guru.


Pertama, jika kembali ke semester yang lalu, materi dan pemahaman bermakna apa yang ingin disampaikan guru kepada murid-murid? 


Saya mengajar di kelas IV di mana ada materi tentang Sejarah yang terbalut pada materi muatan pelajaran Bahasa Indonesia. 


Penanaman tentang pahlawan dan nilai-nilai sejarah dari pahlawan belum siswa pahami dengan baik. Padahal jika siswa memahami fungsi materi sejarah dalam muatan Bahasa Indonesia maka siswa bisa lebih mencintai negara dan bangsanya. 


Selain itu, kelak di kemudian hari para siswa tergerak untuk melindungi peninggalan sejarah sebagai kekayaan dan menanamkan cinta dan rasa persatuan dan kesatuan bangsa.


Jangan sampai rasa nasionalisme tergerus oleh perkembangan zaman. Keutuhan NKRI harus terus dijaga karena pada dasarnya generasi masa kini dan masa depan adalah pengisi kemerdekaan. Tugas berjuang secara fisik dan diplomasi sudah dilakukan oleh para pahlawan bangsa. 

Harapan saya materi sejarah bangsa dalam muatan pelajaran Bahasa Indonesia bisa berkesan di hati para siswa. Agar cinta tanah air selalu terpatri di dada mereka.

Pertanyaan kedua, siapa saja yang sudah guru libatkan dalam pembelajaran saat ini? 

Dalam pembelajaran, banyak hal yang bisa mendukung keberhasilan siswa. Dahulu ada istilah Tri Pusat Pendidikan. Dalam istilah Ki Hajar Dewantara meliputi kerjasama antara guru/sekolah, orangtua dan masyarakat.


Sejak awal mengajar pada tahun 2005, saya pribadi selalu berusaha menjalin kerjasama dengan orangtua siswa/wali siswa serta masyarakat. Saya sadar bahwa keberhasilan siswa dalam belajar tak melulu menjadi tanggung jawab guru atau sekolah.


Bahkan jika dirunut, pendidikan di lingkungan keluarga menjadi madrasah pertama bagi anak. Jadi, orang tua harus tetap memperhatikan dan bekerjasama dengan guru agar pembelajaran yang diterima sang anak bisa tercapai.


Begitu pula kerjasama dengan lingkungan masyarakat. Dengan bekerja sama dengan masyarakat maka keterampilan bersosial, berempati para siswa akan lebih terarah. Kita ingat bahwa kepandaian intelektual bukan segalanya. Karenanya harus ada kerjasama yang baik antara orangtua siswa, guru/sekolah dan masyarakat.


Dalam praktik di lapangan, saya mengamati bahwa jika orangtua membimbing anak-anaknya, hasil belajar baik kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik akan lebih matang. Namun jika orangtua hanya pasrah keberhasilan pendidikan di sekolah maka akan terasa sulit karena siswa lebih banyak berinteraksi dengan keluarga. 


Saya berharap ke depannya, orangtua dan masyarakat bisa bersinergi dengan guru/sekolah untuk keberhasilan para siswa (generasi penerus bangsa).


Branjang, 29 Agustus 2022


Thursday, September 01, 2022

Mendidik dan Melatih Kecerdasan Budi Pekerti Siswa

 Mendidik dan Melatih Kecerdasan Budi Pekerti Siswa 


Budi pekerti siswa yang baik adalah harapan dan impian dari orangtua. Tak ada satupun orangtua yang berharap kalau anaknya tidak berbudi pekerti luhur. Budi pekerti luhur bisa dilatihkan di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.

Dari link web Unair dapat kita ketahui bahwa budi pekerti berarti kesadaran yang ditampilkan oleh seseorang dalam berperilaku. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) istilah budi pekerti diartikan sebagai tingkah laku, perangai, akhlak dan watak.

Anak didik ialah manusia yang memiliki keunikan sendiri. Mereka harus diperlakukan sesuai kemampuan dan kekhasannya itu. Begitu pula dalam menanamkan sikap, akhlak dan watak anak didik perlu ditanamkan sesuai keunikannya masing-masing.

Jika anak memiliki keterbatasan maka pembelajaran harus dilakukan secara manusiawi. Siswa yang terbatas kemampuannya diberikan asesmen tersendiri. Berikan materi sesuai dengan kemampuan. 

Jangan lupa berikan pengertian kepada siswa-siswi lain yang belajar secara reguler bahwa ada teman yang materinya berbeda dengan mereka.

Sedang siswa cerdas diberikan kesempatan menjadi tutor bagi temannya. Jadi pembelajaran bisa dengan cara tutor teman sebaya. Hal ini karena siswa belum tentu mau bertanya kepada guru. Malah bisa dan berlatih bersama temannya.

Itu merupakan salah satu cara yang saya laksanakan untuk melatih budi pekerti. Mereka belajar saling menghormati satu sama lain di antara banyak perbedaan yang ada. Cara lain tentu masih sangat banyak. Dari hari ke hari selalu ada ide untuk melatih budi pekerti siswa yang baik.

Menerapkan pembelajaran yang bisa menumbuhkan kecerdasan budi pekerti pastinya sesuai dengan usaha mewujudkan Profil Pelajar Pancasila. Saya yakin semua guru memiliki cara-cara sendiri untuk mengajar dan mendidik siswanya. 


Branjang, 26 Agustus 2022


Mendampingi Murid dengan Utuh dan Menyeluruh (2)

 Mendampingi Murid secara Utuh dan Menyeluruh dengan Asas Trikon (2)



Pada kurikulum merdeka, dikembangkanlah asas Trikon yang diambil dari filosofi Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara. Meski sebenarnya pada kurikulum sebelumnya (Kurikulum 2013) yang menjadi acuan juga nilai-nilai dari filosofi Ki Hajar Dewantara. Namun asas Trikon ini baru dikenalkan pada Kurikulum Merdeka.

Kesemuanya ini harus dipahami oleh guru, sebagai fasilitator bagi siswa dalam proses belajar mengajar. 

Proses pembelajaran yang selama ini dilakukan mungkin masih banyak yang monoton. Karenanya siswa merasa jenuh. Padahal guru harus bisa mendampingi murid/siswa dengan utuh dan menyeluruh.

Patut sekali apabila guru berusaha maksimal untuk memperbaiki pembelajaran. Yang menjadi pertanyaan, proses pembelajaran seperti apa yang ingin guru perbaiki dengan menggunakan asas Trikon? 

Sebelum membahas lebih lanjut tentang Trikon untuk pembelajaran pada Kurikulum Merdeka, ada baiknya kita tahu apa yang dimaksud dengan Trikon.

Trikon meliputi asas kontinyu, konvergen dan konsentris. Ketiganya memang sangat dibutuhkan dalam pembelajaran. Di mana pembelajaran harus kontinyu dalam artian berkesinambungan dan tidak loncat-loncat dari tingkat bawah hingga tingkat atas. 

Misalnya saja dalam pembelajaran Matematika, dari tingkat bawah para siswa mempelajari bilangan kemudian di kelas lebih atas yang dipelajari tentang bilangan pecahan, dst. Itu berlaku juga dalam materi dan pelajaran lainnya seperti Bahasa Indonesia, PPKn, IPA, IPS, Matematika dsb.

Selama tujuh belas tahun mengajar, saya merasa belum sempurna dalam proses pembelajaran di kelas, karenanya saya akan selalu memperbaiki cara pembelajaran yang mudah dan menarik. Bisa saya lakukan dengan berdiskusi dengan teman dalam Kelompok Kerja Guru (KKG), webinar, browsing di internet, atau mengunjungi channel-channel pendidikan di YouTube dan sebagainya. Ya demi memperbaiki kualitas saya dalam pembelajaran di kelas.

Konvergen dalam artian mengambil sisi baik dari beberapa metode pembelajaran dari luar negeri juga perlu dipelajari. Anak dididik untuk disiplin dari hal yang kecil, seperti yang berlaku di Jepang, Finlandia atau bahkan Belanda.


Begitu juga konsentris. Pembelajaran harus tetap memberdayakan dan nguri-uri kabudayan masing-masing daerah, karena kebudayaan bisa lestari jika generasi muda mengenal budayanya.


Jadi, pembelajaran harus berkesinambungan, meniru hal baik dari luar dan tetap berpegang pada kepribadian bangsa.


Dengan begitu, Profil Pelajar Pancasila yang menjadi muara Kurikulum Merdeka bisa tercapai.


Branjang, 26 Agustus 2022


Mendampingi Murid dengan Utuh dan Menyeluruh (1)

 Mendampingi Murid dengan Utuh dan Menyeluruh (1)



Sebagai guru harus bisa mendampingi siswa-siswinya dengan utuh dan menyeluruh. Hal ini karena guru berperan sebagai pengganti orangtua saat di sekolah. Membimbing dan mendidik siswa agar berkepribadian Pancasila sudah selayaknya ditanamkan oleh guru.

Ada sebuah pertanyaan yang bisa dijawab oleh para guru. Dan bisa saja jawabannya berbeda, tergantung dengan situasi dan kondisi alam serta lingkungan sosialnya. 

Dengan kemajuan teknologi saat ini, media apa yang akan Anda gunakan untuk mengasah keterampilan abad ke-21 murid Anda?

Kemajuan teknologi sangat dibutuhkan dalam pembelajaran agar efektif dan efisien. Siswa belajar dari alam sesuai perkembangan zaman. Itu tak bisa dipungkiri.


Untuk mengatasinya, agar siswa bisa terasah keterampilan maka bisa dilakukan beberapa langkah:

1. Membuat media sederhana untuk pembelajaran dan tentunya harus sesuai dengan alam dan perkembangan zaman. Tujuannya agar siswa tidak bosan dan bisa belajar dengan hati senang.

2. Manfaatkan sosial media, seperti Facebook, blog, channel YT untuk mengunggah materi pembelajaran yang menyenangkan dan menarik.

3. Membuat dan mengabadikan karya siswa melalui pameran atau diunggah di sosial media dan hasilnya dishare ke grup Paguyuban Orang Tua (POT) siswa. Mereka akan bangga dan senang karenanya. 

Selain itu, para siswa bisa lebih termotivasi untuk belajar secara kreatif, inovatif, solutif dalam keseharian sehingga bisa menjadi bekal di sekolah lanjutan atau perguruan tinggi (jika kuliah) atau hidup bermasyarakat dan di lingkungan kerja (bagi yang tidak kuliah).

Unggahan karya siswa akan abadi dan akan menjadi kenangan indah bagi mereka di masa depannya.

Saya jadi teringat cerita dari pengawas bahwa dulu pernah mengajar dua putranya. Ketika mengajar, bapak pengawas mengajak siswa berkreasi tentang materi tata surya. Siswa dibuatkan alat peraga planet-planet yang bisa dikalungkan pada leher siswa.

Pada model planet diberi tulisan atau keterangan, dan keterangan itu harus dibaca oleh siswa. 

Saat sudah dewasa, saat bercengkrama bersama keluarga, putra pak pengawas mengenang masa-masa saat diajar oleh sang guru yaitu ayahnya.

Mengasah keterampilan siswa memang perlu dikembangkan oleh guru. Tentunya dengan dukungan orangtua dan lingkungan masyarakat. Bagaimanapun, siswa akan merasa senang dan akan mengenang indahnya masa sekolah yang kelak bisa diceritakan kepada anak cucu untuk memotivasi mereka.


Melikan, 25 Agustus 2022


Demi Mengasah Nalar, Kemampuan Berpikir dan Mengembangkan Kebutuhan Batin Murid, Ini Materi yang Akan Saya Ajarkan Lagi

 Demi Mengasah Nalar, Kemampuan Berpikir dan Mengembangkan Kebutuhan Batin Murid, Ini Materi yang Akan Saya Ajarkan Lagi


Ada sebuah pertanyaan menarik dan menggelitik hati saat membuka aplikasi Merdeka Mengajar. Pertanyaannya ada pada kolom refleksi, jika kembali ke semester lalu dimana Anda merasa belum optimal mengasah nalar, kemampuan berpikir, dan mengembangkan kebutuhan batin murid Anda, di materi apa Anda mau mengajar kembali dan memperbaiki dengan cara apa?


Proses pembelajaran selama masa pandemi saya akui kurang optimal, mengingat keterbatasan sarana prasarana dari sekolah, siswa dan orangtua atau wali siswa. Dalam waktu singkat siswa dan orangtuanya harus menyesuaikan dengan model pembelajaran yang menggunakan daring. Demikian pula guru, mau tak mau menyiapkan materi yang menarik selama pembelajaran daring.


Oleh karena belum optimalnya pembelajaran di masa pandemi, maka saya tentunya berharap masa pandemi berakhir dan bisa berinteraksi dengan siswa sebaik mungkin. Para siswa butuh sentuhan guru dalam belajar. Para orangtua sendiri merasa kewalahan dalam membela jari putra-putrinya.


Demi mengejar ketertinggalan materi dan pendidikan serta kebutuhan batin siswa maka harus tetap bisa mengasah kemampuan kognitif, afektif, psikomotorik dan budi pekerti yang luhur kepada siswa.


Materi yang saya rasa belum begitu optimal adalah penyampaian materi pelajaran Matematika kelas IV. Alasannya karena keterbatasan sarpras seperti yang saya kemukakan di atas. Sementara para orangtua atau wali juga terbatas untuk membimbing para siswa dalam belajar.


Tentu saya memaklumi itu. Para siswa diajar langsung oleh gurunya saja masih sangat sulit memahami dan mengerti cara penyelesaian operasi hitung. Materi operasi matematika semakin lama semakin sulit dari waktu ke waktu.


Cara yang saya pergunakan tentu menyesuaikan dengan materi. Jika materi pecahan, maka saya siapkan benda-benda untuk mendukung pembelajaran. Jika materi tentang sudut, bisa dengan cara menyiapkan kertas yang kemudian dilipat dan membentuk sudut 90° atau sudut siku-siku dan sebagainya.


Nasehat-nasehat dan motivasi saat mengajar juga perlu saya berikan kepada siswa. Nasehat dan motivasi itu akan membuat siswa merasa lebih terarah dan dihargai sehingga batin mereka akan bahagia. Dengan begitu, siswa tak kehilangan akan hak dari guru. 



Praktik Pendidikan Kolonial Apa yang Pernah Anda Lakukan Selama Menjadi Guru?

 Praktik pendidikan kolonial apa yang pernah Anda lakukan selama menjadi guru?



Pendidikan masa kolonial sangat tidak relevan lagi untuk saat ini. Memukul siswa ketika melakukan kesalahan dan sebagainya contohnya. Itu tidak boleh dilakukan saat ini. 


Cara menghukum siswa harus dengan cara yang mendidik, baik mendidik aspek kognitif, afektif, psikomotorik dan budi pekerti siswa. Kelak hukuman yang mendidik tersebut akan menjadi pembelajaran yang terbaik jika dibandingkan dengan melakukan kekerasan fisik.


Kekerasan fisik terhadap siswa dengan dalih apapun memang tidak boleh dilakukan karena akan memberikan dampak negatif, yaitu trauma untuk belajar di sekolah.


Padahal mengajar dan mendidik siswa harus dengan cara menyenangkan. Ada Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) yang belum lama didengung-dengungkan. GSM sangat baik dan bisa menumbuhkan rasa rindu kepada sekolah dan guru sehingga siswa lebih semangat dalam belajar.


Guru memang harus berperan sebagai pendidik, motivator, fasilitator sekaligus menjadi teman belajar yang menyenangkan bagi siswa. 


Sudah saatnya guru meninggalkan pola pendidikan kolonial. Pendidikan yang humanis akan lebih mengesankan bagi siswa sampai mereka dewasa.


Guru Sumber Kekuatan dan Potensi saat Siswa Bersekolah

 Guru Sumber Kekuatan dan Potensi saat Siswa Bersekolah



Berbicara tentang Kurikulum Merdeka maka sudah pasti akan memancing guru untuk membuka aplikasi Merdeka Mengajar.

Kali ini, saya akan coba menjawab refleksi pada Modul 2 Mendidik dan Mengajar. Apa refleksi yang harus dituliskan? Yuk simak!

Ceritakan sosok guru yang menumbuhkan kekuatan dan potensi Anda sewaktu menjadi murid dulu!

Selama menjadi murid, pastilah bisa menilai guru-guru yang mengajarnya. Karakter, sikap dan perilaku mereka tak lepas dari penilaian siswa. Karenanya terkadang murid memiliki kriteria guru favoritnya masing-masing. Saya sendiri juga memiliki guru yang memberikan kekuatan dan potensi saya. Sebut saja yang pertama, Guru Sejarah saat SMP sangat mengesankan bagi saya. Dalam mengajar bisa membuat suasana kelas menjadi menyenangkan. Pelajaran atau materinya mudah dipahami meski kalau ulangan, soalnya sulit dikerjakan.

Coretan-coretan di papan tulis yang teramat penuh masih terkesan sampai saat ini. Ternyata itu agak menular bagi saya dalam mengajar. Saya lebih senang menjelaskan materi dengan gambar-gambar. Kemudian siswa mengeksplorasi gambar-gambar itu.


Selain guru Sejarah di SMP, guru Bahasa Jerman, guru Akuntansi, guru Sejarah, guru PPKn pada tingkatan SMA juga turut memberikan kekuatan atau motivasi dalam pemilihan jurusan selepas lulus SMA. 


Selepas SMA, saya mengikuti UMPTN. Prodi yang saya jadikan pilihan pertama adalah Pendidikan Sejarah, kedua jurusan Pendidikan Bahasa Jerman UNY. Ternyata saya lolos pada pilihan pertama.


Ya...meski pada akhirnya saya kesulitan untuk mencari tempat atau formasi guru Sejarah, saya mengajar di SD Muhammadiyah mulai Juli 2005. Kemudian mulai Januari 2006-tahun 2011 saya sempat mengajar IPS Terpadu di SMP.


Kemudian ada guru Agama baik di SMP maupun SMA. Mereka memotivasi saya untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Lomba keagamaan terutama. Ya meski dalam lomba tersebut saya banyak mengalami kegagalan. 

Paling tidak, itu menjadi bekal saya untuk melatih siswa dalam perlombaan serupa. 


Saya bersyukur, memiliki guru yang sangat memotivasi saya hingga saya bisa seperti sekarang ini.


Ini Salah Satu yang Bisa Menginspirasi Guru untuk Menjadi Pribadi yang Berkesan bagi Siswa

 Ini Salah Satu yang Bisa Menginspirasi Guru untuk Menjadi Pribadi yang Berkesan bagi Siswa



Apabila ada sebuah pertanyaan, jika Anda bisa kembali ke masa di mana Anda menjadi murid di bangku sekolah, siapa guru yang ingin Anda belajar dengannya? Kira-kira bagaimana jawaban Anda?

Pertanyaan yang sepele tapi sebenarnya sangat bermanfaat bagi seorang guru agar menjadi guru yang baik bagi siswanya.


Untuk menjadi guru yang baik, ada baiknya melihat "kaca spion kendaraan" agar bisa menempatkan diri sebagai fasilitator bagi siswa di sekolah. Artinya, guru bisa kembali ke masa lalu dan mengingat-ingat, apa hal yang disukai dari seorang guru dan yang tak disukai dari guru yang mengajarnya dari tingkat rendah sampai lanjutan atas. Bahkan sampai perguruan tinggi.


Terus terang sebagai siswa, dahulu saya bisa merasakan bagaimana guru yang menganakemaskan siswa, dan adil kepada siswanya. Tentu saja saya pernah menjadi "korban" perlakuan guru yang pilih kasih. Sebenarnya tak hanya saya. Bahkan siswa lain, baik seangkatan, kakak kelas dan adik kelas merasakan itu.


Saat bertemu sesama alumni, di saat itulah terkadang saling curhat bahwa guru A, B, C dan seterusnya memiliki siswa istimewa. Artinya paling dikasihi dibandingkan perilakunya terhadap siswa lainnya.


Belajar dari pengalaman, saya tentu tak ingin kalau siswa saya merasakan hal serupa dengan yang saya alami dulu. Dianaktirikan itu sungguh menyakitkan dan kesannya tak hanya untuk waktu belajar langsung. Sampai tua pun perlakuan guru yang tidak adil tetap meninggalkan jejak di hati, pikiran, dan perasaan.


Nah, sekarang kalau bicara tentang guru masa sekolah yang berkesan dan baik hati memang tetap lebih banyak. Guru favorit tetap ada. Dan pastinya yang namanya guru favorit antara siswa satu dengan siswa lainnya akan berbeda. Maklum, isi kepala tidak mungkin sama. 


Saya pribadi, saat belajar di tingkat SD ada nama almarhumah Bu Bintijarti sebagai guru paling baik. Beliau guru kelas I yang sangat telaten sehingga bisa membuat siswa rajin dan lancar membaca. 


Kemudian, saya juga sangat terkesan dengan guru SMP dan SMA. Guru SMP yang menginspirasi adalah guru Sejarah (pak Bambang namanya). Di tingkat SMA ada guru PPKn (pak Suyanto), Sejarah(pak Suryanto), Akuntansi (pak Imam Supeno) dan Bahasa Jerman (pak Sutarman). 


Secara tidak langsung mereka menginspirasi dalam belajar agar saya bisa menjadi guru yang menyenangkan. Karena dengan hati senang, para siswa akan betah belajar. Jika guru terlalu keras dan galak maka akan membuat siswa tertekan. 


Kemudian dari mereka saya belajar untuk menjadi guru yang profesional. Guru tidak boleh menganakemaskan siswa. Jika itu dilakukan maka siswa yang merasa "tidak dianggap" atau dianaktirikan akan merasa benci di masa depannya. Padahal menjadi guru sebenarnya bisa menjadi ladang pahala bagi guru.


Karenanya, saat saya menjadi pendidik maka saya berusaha seobjektif mungkin. Meski pernah menjadi guru kelas dua anak kandung saya. Semua siswa saya perlakukan sama. Jika ada kesalahan, tak segan-segan saya tegur siswa, sekalipun itu anak kandung saya.


Kini, banyak siswa yang sudah lulus kuliah dan bahkan kini beberapa di antaranya menjadi guru di SD tempat kerja saya yang lama.


Alhamdulillah. Semoga ada hal yang menginspirasi dari sosok saya, sekalipun itu sangat kecil. Dan harapan saya, untuk saat ini sampai masa pensiun tiba nanti, saya bisa menjadi sosok guru yang disukai, objektif, dan bermanfaat bagi anak bangsa. Entah apapun kurikulum yang diberlakukan.


Branjang, 4 Agustus 2022


Thursday, July 28, 2022

Kumpulan Refleksi: Peran Dominan kepada Murid

Kegiatan pembelajaran di kelas. Dokpri 

Peran apa yang paling dominan saya lakukan kepada murid-murid?

Menjadi pendidik di tingkat dasar (SD) tak pernah terbayang di pikiran saya. Saat kuliah, saya belajar di Jurusan Pendidikan Sejarah UNY. Lulus 2004. 


Mulai 1 Juli 2005 saya menjadi GTY di SD Muhammadiyah Branjang Karangmojo Gunungkidul. Di samping itu saya juga menjadi GTT di SMP Negeri 1 Ngawen, mulai Januari 2006.


Dalam membimbing siswa, kemerdekaan para siswa tetap saya perhatikan. Melalui apersepsi setiap kali memulai pembelajaran. Hal itu bertujuan agar para siswa mengingat kembali materi yang sudah dipelajari sebelumnya.


Beragam reaksi muncul dari siswa. Ada salah satu siswa yang ternyata sangat hafal langkah pembelajaran saya.


"Mbok sudah, Bu. Langsung pelajaran saja. Setiap mau pelajaran kok tanya terus."


Sangat berkesan sekali komentar siswa saya itu. Namun mereka belum memahami betul, sebenarnya apa tujuan saya melakukan apersepsi tersebut.


Di samping itu, pembelajaran dengan memperhatikan lingkungan sekitar sebagai laboratorium raksasa bagi siswa. Maklum saya merupakan guru yang berawal dari pendidikan sosial. 


Mengingat keterbatasan saya dalam mengajar siswa di SD, saya memutuskan kuliah lagi di Jurusan PGSD melalui Program BI di mana pendidikan atau kuliah hanya tiga semester. Lulus tahun 2015.


Tentunya banyak hal yang saya pelajari. Mulai dari psikologi anak usia SD, bagaimana mendidik sesuai keunikan siswa dll. Itu bisa saya terapkan kepada siswa. 


Cara pembelajaran yang menarik saya coba terus. Browsing di internet, menyaksikan video di YT, berdiskusi dengan sesama guru SD maupun guru dari SLB karena saya pernah mengajar siswa berkebutuhan khusus.


Ternyata itu bermanfaat meski tantangannya sangat berat. Apapun itu, demi melayani anak didik, tetap harus saya lakukan. Bagaimanapun saya adalah pelayan bagi anak didik. Pengganti orangtua mereka saat mereka berada di sekolah.